Tidak ada lagi jajan lebaran yang tersaji di meja, semua kembali normal dengan meja tamu kosong.
Andai tidak ada mudik
Mudik yang merupakan akronim 'mulih disik' sudah ada sudah bertahun-tahun lamanya setiap lebaran, wajar jika tidak bisa dilepaskan keduanya.
2020, menjadi tahun pemutus tradisi mudik karena pandemi COVID-19, saat mobilitas dibatasi untuk mengurangi penularan.
Semarak Idulfitri sempat meredup, tradisi berkunjung pun tidak terlalu ramai, semua menahan diri masing-masing.
Namun, bagaimana jika tradisi mudik lebaran ini tidak pernah ada di negara ini setiap Idulfitri?
Di satu sisi, kita bisa mengandalkan kemajuan teknologi komunikasi sehingga hubungan silaturahim tidak terputus.
Hanya saja, masyarakat Indonesia terlalu kurang maju dalam hal ini, mereka masih terjebak dalam budaya klasik: harus bertemu secara langsung.
Padahal, tidak selamanya bisa berkomunikasi secara langsung, ada yang masih tetap bekerja, ada juga yang tidak bisa pulang karena terkendala biaya dan jarak.
Mudik lebaran yang ditempuh perjalanan jauh bisa jadi mendatangkan mudarat, seperti sakit hingga kecelakaan.
Andai tidak ada mudik, Idulfitri tetap meriah, bisa berkunjung ke rumah tetangga, berkomunikasi dengan keluarga bisa dengan telepon atau video call.
Andai tidak ada mudik, pemerintah tidak pusing mengeluarkan biaya untuk memperlancar mudik.