Lebaran sudah di depan mata, azan Magrib hari ini, 20 April 2023 nanti sudah masuk 1 Syawal 1444 H.
Artinya, kurang dalam sehari lagi, Ramadan benar-benar selesai dan meninggalkan garis waktu sesuai ketetapannya.
Sudah sebulan penuh berpuasa, pasti ada 'perayaan' kembali bersantap siang di keesokan harinya.
Begitu malam Hari Raya Idul Fitri tiba, notifikasi pesan singkat atau media sosial ramai dengan ucapan dalam rangka menyambut perayaan tersebut.
Banyak sekali di antara kita yang mengucapkan "Minal aidin wal faizin" sebagai ucapan khas Idul Fitri.
Namun, ada juga sebagian yang lebih memilih ucapan "Taqaballahu minna wa minkum" sebagai ucapan menyambut hari raya ini.
Ada yang menggabungkan keduanya, anggapan mereka adalah biar lebih afdal dan sempurna.
Lantas, mana yang tepat untuk ucapan Hari Raya Idul Fitri, apakah "Minal aidin wal faizin" atau malah "Taqabalallahu minna wa minkum?"
"Minal aidin wal faizin" atau "Taqabalallahu minna wa minkum"?
Sebelumnya, kita perlu mengetahui perbedaan makna dan konteks antara "Minal aidin wal faizin" dan "Taqabalallahu minna wa minkum"
"Minal aidin wal faizin" beearti "(Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang) kembali (fitrah) dan menjadi pemenang." yang disalahartikan sebagai permohonan maaf.
Kata lengkap dari ucapan ini adalah "ja'allallahu minal aidin wal faizin" ( ).
Sedangkan ucapan kedua berupa "Taqaballlahu minna wa minkum" memiliki arti "Semoga Allah menerima (amalan) kita dan (amalan) Anda".
Jika bingung dengan huruf Arab-nya, ucapan tersebut ditulis sebagai:
Yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah manakah ucapan Idul Fitri yang tepat sesuai konteksnya?
Ucapan Idul Fitri yang tepat adalah "Taqabbalallahu minna wa minkum" dengan jawaban "Taqabbal ya karim", mengapa bisa seperti itu?
Konteksnya, Idul Fitri berarti adalah 'kembali makan siang atau berbuka', bukan 'kembali suci' yang selama ini berkembang.
Kalau dimaksud sebagai 'kembali suci', seharusnya bernama Idul Fitrah, bukan Idul Fitri namanya.
Jika merujuk pada konteks zakat, bukan bernama zakat fitri, melainkan zakat fitrah yang diwajibkan tiap individu.
Logikanya adalah apa yang bisa dirayakan dari 'kemenangan' ini dan kita menang dari apa selama ini?
Kita belum tentu menjadi pemenang terhadap hawa nafsu, toh hidup kita ternyata masih sering kalah dengan hawa nafsu kita sendiri.
Secara logika, yang berhak mengumumkan sebagai pemenang bukan peserta, melainkan panitia, apa pantas peserta mengklaim kemenangan sepihak?
Jangankan kemenangan, amal ibadah kita belum tentu bisa diterima, sebaiknya jangan mendahului ketetapan-Nya.
Kita secara lahir berpuasa, tetapi secara batin belum tentu, misal terlalu sibuk memikirkan makanan dan minuman, belanja, dan berbagai nafsu duniawi lainnya.
Berikutnya, apakah kita menjadi benar-benar suci seperti bayi yang baru lahir? Tidak masuk akal karena ini bukan hari penyucian batin, melainkan kembali makan dan minum seperti biasanya.
Sehingga, kalimat yang tepat adalah "Taqabalallahu minna wa minkum" karena benar-benar mengandung doa agar amal ibadah selama Ramadan diterima oleh-Nya.
"Taqabalallahu minna wa minkum" justru berasal dari hadis dengan terjemahan sebagai berikut.
"Dari Watsilah berkata: "Saya bertemu Rasulullah SAW pada hari raya lalu saya ucapkan: Taqabbalallahu minna waminka. Lalu Rasulullah SAW menjawab: "Iya, taqabbalallahu minna waminka" "Semoga Allah SWT menerima (amal ibadah) kita semua juga amal ibadah Anda"." (H.R. Baihaqi)
Maka dari itu, ayo kita biasakan ucapan yang tepat sesuai konteks, yaitu "Taqabalallahu minna wa minkum", semoga bisa dipraktikkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H