Sementara itu, kelompok penolak metode hisab melasanakan salat dengan menggunakan jam yang malah merupakan produk ilmu hisab, bukan melihat langsung bayang-bayang di bawah matahari.
Tertinggal dengan umat lain
Secara jujur, tanpa mengurangi rasa hormat penulis dengan Islam, umat Islam bisa dikatakan kurang maju dibandingkan dengan umat lain.
Kita kalah tertinggal dengan umat agama lain yang kalendernya sudah universal dan bisa diprediksi hingga ratusan tahun ke depan.
Sementara itu, kita masih harus selalu menunggu sidang isbat dan pengamatan langsung H-2 atau H-1 sebelum bulan baru tiba, belum lagi problema seperti periskop rusak atau tertutup mendung.
Ilmu hisab sudah hadir untuk menutupi kelemahan ilmu rukyat yang sifatnya subyektif dan sudah terpatahkan oleh 'illat keluarnya rukyat ini.
Kelemahan lainnya yang jelas saat Wukuf, bagaimana bisa serentak jika hilal di Arab belum terlihat, sementara contoh di Malang sudah terlihat jelas?
Perkara kalender saja, kita masih belum mencapai kata kompak dan sepakat yang masih berpegang pada dalil lama yang terikat dalil kondisional itu.
Sudah saatnya mengakhiri perdebatan panjang dan menahun soal awal bulan, sudah waktunya untuk beralih ke metode hisab agar mencapai kalender Hijriah global ini.
Tidak perlu ada drama penundaan Salat Tarawih karena menunggu sidang isbat, dan negara bisa hemat anggaran karena kalender Hijriah sudah pasti hingga bertahun-tahun ke depan seperti kaleder Masehi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H