Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Kapan Lagi Lebaran Tidak Mudik

19 April 2023   16:50 Diperbarui: 19 April 2023   17:12 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah cerita mudik, tetapi lebih tepatnya cerita waktu saya tidak mudik lebaran karena COVID-19.

Maksudnya bukan karena terpapar virus SARS-CoV-2, melainkan dampak serius dari penularan virus ini.

Ini terjadi pada tahun 2020, ada anjuran tidak mudik lebaran demi menekan penularan virus penyebab COVID-19 ini.

Sempat beli tiket kereta api untuk mudik, akhirnya saya membatalkannya, untungnya saat itu PT KAI mengeluarkan kebijakan refund 100%, bukan 75% seperti umumnya.

Memang, uang kembali seutuhnya, tetapi saat itu ada cerita menyedihkan karena hubungan silaturahim terputus.

Namun, ternyata ada hikmahnya tersendiri di balik mengapa mudik pada akhirnya dibatalkan, apa saja itu?


1. Hemat biaya
Bepergian tidak lepas dari budget atau akomodasi perjalanan, entah tiket kereta api atau tarif tol, makan dan minum, dan BBM.

Saat COVID-19 melanda, anjuran tidak boleh bepergian ke luar kota dikeluarkan pemerintah, otomatis tidak ada mudik tahun itu.

Mulanya, saya keberatan, tetapi justru ada hal yang lebih penting lagi, yaitu agar keluarga di kota asal tidak tertular.

Ini sama dengan prinsip fikih yang menyatakan bahwa menghindari mudarat lebih diutamakan daripada meraih manfaat.

Artinya, menghindari penularan virus yang belum ditemukan vaksinnya saat itu lebih utama daripada meraih keutamaan silaturahim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun