4 hari lagi, Ramadan akan segera berakhir, amal ibadah puasa semakin singkat karena sudah sisa dalam hitungan jari.
Hari Raya Idul Fitri di depan mata, semuanya sudah disiapkan dan terlihat sangat semarak.
Tanda-tandanya jelas, seperti mal dan toko pakaian mulai ramai dipadati masyarakat demi menuruti tradisi baju baru hari raya.
Bagaimana tidak, budaya baju baru untuk lebaran masih melekat di kalangan masyarakat berusia muda.
Mudik lebaran sudah mulai ramai, tiket perjalanan di berbagai moda transportasi sudah habis terjual, kini marak mudik gratis.
Pulang kampung menjadi ritual rutin lebaran tahunan demi menyambung silaturahim kepada keluarga atau sahabat di kota asal.
Ada 1 lagi tradisi yang paling sering ditunggu-tunggu dan identik sekali dengan lebaran, yaitu THR.
Mulanya, THR diberikan kepada seorang pegawai, karyawan, atau pekerja sebagai ongkos mudik atau membeli keperluan sehari-hari saat hari raya.
Seiring berjalannya waktu, makna THR lebih luas dari dunia kerja, THR menjadi tradisi memberikan uang kepada orang dewasa kepada orang yang belum memiliki pekerjaan.
Anak-anak atau remaja pasti suka dengan pemberian ini, belum lagi dikemas dalam amplop tematik yang menarik.
Uang baru atau uang banyak?
Menjelang lebaran, jasa tukar uang lama semakin viral, entah di kantor BI di kotanya masing-masing atau di pinggir jalan.
Untuk apa jasa tukar uang ini? Agar bisa menarik minat anak-anak atau remaja yang menerimanya.
Untuk anak-anak, uang baru lebih disukai karena bentuknya yang menarik dan aromanya sangat menggoda.
Mereka saat kecil lebih mementingkan uang baru, tidak peduli nominalnya berupa 5 ribu atau paling tinggi 50 ribu Rupiah.
Saya lihatnya berbeda, uang baru bukan lagi menjadi skala prioritas utama untuk THR (saat ini masih muda).
Bukan uang baru, uang yang banyak menjadi hal yang sangat disukai oleh saya apabila dikasih THR.
Keluarga saya dari pihak ayah selalu jor-joran berbagi uang THR, tidak pernah kurang dari 100 ribu per orangnya.
Lebih gereget nenek saya, mesti uangnya per amplop berisi 4-5 uang bergambar Soekarno-Hatta.
Semakin besar THR, semakin besar pendapatannya, semakin senang saya saat merayakan hari tersebut.
Mengapa? Semakin bertambahnya usia, semakin kenal kebutuhan, semakin sering pengeluaran uangnya.
Mungkin anak-anak di bawah saya akan senang jika diberi uang lebih, tetapi ujung-ujungnya diberikan kepada orang tua.
Terlepas dari berbagai cerita itu semua, saya merasa lebih senang dengan uang banyak, tidak peduli uangnya baru atau lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H