Kehadiranmu adalah alasanku bisa semangat dari waktu ke waktu, terdengar berlebihan, tetapi aku merasakannya begitu.
Keberadaanmu adalah alasanku tetap bertahan mengarungi kehidupan yang semakin hari semakin pahit.
Bersamamu, hari-hariku menjadi lebih indah ketika mengingat hidup semakin berat dan kian kejam.
Aku bersyukur karena ada alasanku untuk bisa menggoreskan wajah agar bisa tersenyum dengan arti yang sebenarnya.
Namun, karena ego kita yang tidak bisa diredam masing-masing, perpisahan menjadi keniscayaan.
Dirimu memaksakan diri untuk berpaling, aku semakin kalang kabut saat kita tidak bisa lagi utuh: retak dan berganti pecah.
Ya, ini sudah hampir 1 dekade kita terpecah menjadi 'aku' dan 'kamu', kisah satu sama lain menjadi sendiri-sendiri.
Andai dirimu tahu, aku merasa lelah dengan mengingatmu, apalagi berharap agar jalanku dan jalanmu kembali menyatu.
Ya, ini salahku, anggap saja ini salahku karena tidak bisa mengendalikan amarahku sendiri, dirimu selalu benar.
Padahal, andai dunia tahu, dirimu yang terlalu besar egonya, tetapi justru menyalahkanku tidak bisa menurunkan ego.
Bukankah dirimu yang semakin tidak bisa dimengerti, bahkan mengerti aku saja dirimu tidak mau?
Namun, begitu aku susah mengerti, dirimu menghakimiku tidak pernah mengerti perasaanmu sama sekali.
Kamu tahu, kehilangan alasan semangatku itu sangat menyayat sukma dan melelahkan raga, tidak paham?
Aku hingga detik ini masih tidak bisa menemukan alasanku bahagia dalam arti yang sebenarnya.
Aku sering tertawa di depan banyak orang, tapi di hati ini masih sering terluka sampai-sampai ada waktuku untuk menjauh.
Kamu pasti bahagia ketika aku menderita, bahagia saat lepas dariku yang kamu anggap terlalu mengekang.
Setelah 1 dekade, aku menyadari 1 hal, bahwa rasa bahagia itu ada masa kedaluwarsa, itu benar adanya.
Saat sudah mencapai tanggal kedaluwarsa, kebahagiaan itu akan membusuk dan diambil alih oleh duka dan sengsara.
Persis seperti kepergianmu, bahagia dan masa cinta kita memiliki masa kedaluwarsa yang menyakitkan.
Kini, aku hanya bisa mengenang di pemakaman memori indah kita berdua yang kini telah tak terurus lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H