Memang, kamu memuja egomu sendiri, kamu tidak mau mengerti aku, tetapi selalu memaksamu untuk mengerti dirimu.
Kamu selalu menuntut aku seperti orang yang kamu inginkan, bukankah apa adanya boleh untuk dicintai?
Selalu saja kamu tidak mau saat aku memintamu untuk bersabar, bahkan apa yang aku sukai selalu saja kamu benci.
Hingga pada akhirnya, kamu menutup hati dan memutuskan hubungan kita, aku tidak terima dengan ini.
Namun, entah mengapa, kamu tiba-tiba menanyakan kabarku bagaimana, bukankah ini adalah pelecehan?
Kubalas pertanyaan kabarmu dengan amarah yang sudah tidak bisa direm lagi, lalu dirimu membisu, kurasa kamu akan kalah.
Rupanya benar, kamu tak lagi menemuiku, aku tidak jahat, tetapi mengembalikan kejahatan yang membekas kepadamu.
Anggap saja ini karma karena selama ini, kamu tidak pernah baik untukku, semoga kamu bisa sadar dengan masa lalumu.
Kutenggak kopi terpahit di malam ini, aku tidak peduli jika malam ini susah tidur asalkan aku bisa menuntaskan perih di dada ini.
Malam demi malam tak lagi terasa indah apalagi hangatkan hati, yang ada adalah kelam dan penuh nestapa.
Bahkan, pahitnya kenangan kita menjadikan kopi yang kutenggak ini tidak terlalu pahit apalagi membuatku getir.