Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filosofi Traffic Light

4 April 2023   14:30 Diperbarui: 4 April 2023   14:27 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lampu lalu lintas atau traffic light. (Foto: Unsplash.com/Visual Karsa)

Kadang, traffic light atau lampu lalu lintas memang terlihat seperti menghalangi jalan, tetapi ia justru menyelamatkan pengguna jalan dari tabrakan saat di persimpangan.

Seluruh dunia memiliki makna yang sama tentang 3 warna lampu pada traffic light yang menyala.

Ada warna hijau ketika menyala berarti kendaraan dari satu arah diizinkan untuk melintasi persimpangan jalan.

Ada warna kuning yang memiliki arti bahwa kendaraan di satu arah harus berhati-hati karena sebentar lagi akan menyala lampu berwarna merah.

merah yang mengharuskan semua kendaraan di arahnya untuk berhenti, memberi kesempatan arah lain untuk berjalan.

Bayangkan jika tidak ada sistem sebagus ini di jalan raya, apa yang terjadi? Paling ringan kemacetan karena tidak ada yang mengalah, paling berat adalah tabrakan.

Kita sudah tahu sendiri, berbagai berita kecelakaan hingga menimbulkan korban jiwa karena melanggar lampu lalu lintas ini.

Sebenarnya, dalam kehidupan setiap manusia, ada indikator jiwa dan raga yang mirip sekali dengan traffic light yang memiliki filosofi yang mendalam.

Saya menyebutnya ada 3 keadaan, sesuai dengan urutan lampu tadi: semangat, lelah, dan berhenti atau putus asa.

Pertama, ada 'semangat' yang mirip dengan lampu hijau, dengan ciri-ciri ada gairah untuk menggapai impian atau bekerja keras.

Artinya, kita tanpa hambatan yang terlalu mengganggu bisa melesat untuk mengejar apa yang kita inginkan.

Kedua, ada 'lelah' yang mirip dengan lampu kuning dengan ciri-ciri ada rasa lelah dan jenuh yang mulai mengganggu meskipun sedikit.

Apa maknanya? Kita disarankan untuk menurunkan sedikit tensi usaha kita, mengapa? Karena ada saatnya kita mulai merasa berat untuk menjalani hidup.

Ketiga, ada 'berhenti' atau 'putus asa', keduanya mirip dengan lampu merah yang mengharuskan kita untuk berhenti.

Tanda-tandanya kompleks, mulai dari burnout hingga merasa menyerah untuk menjalani hidup.

Sehingga, tidaka ada jalan lain, kecuali berhenti untuk merenungi sesaat, apakah cocok untuk dilanjutkan, berpindah jalan hidup, atau berhenti.

Jika dirasa sudah tidak ada efek postifnya sama sekali, rasa putus asa itu muncul sebagai tanda kita harus mengakhiri untuk menempuh jalan hidup yang berat ini.

Dari lampu lalu lintas, kita belajar bahwa hidup tidak melulu harus berjalan apalagi dicekoki dengan kata-kata penyemangat yang justru toksik.

Ada kalanya kita harus berhenti dan beristirahat, memperbaiki diri setelah terbakar habis oleh rasa semangat semu.

Terpenting, hidup jangan terlalu menuruti semangat semu atau impian yang belum tentu tercapai daripada berakhir dengan penyesalan.

Nikmatilah hidup ini seperti air yang mengalir tenang, tidak sederas saat banjir bandang atau tsunami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun