Seperti halnya semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, aturan dilarang thrifting sudah pasti memancing pro dan kontra.
Pihak yang pro dilarang thrifting memiliki argumen yang tepat, yaitu dalam rangka menyelamatkan perekonomian UMKM Indonesia.
Kelompok inilah yang tidak mau tahu seberapa mahal harganya, yang penting mereka harus mencintai produk dalam negeri.
Jika thrifting tidak dicegah, akan banyak UMKM fashion yang terancam gulung tikar karena kalah bersaing.
Adapun pihak yang kontra tidak bisa disalahkan karena argumennya sama kuatnya dengan kelompok yang pro.
Fenomena fast fashion karena pemilik lama mudah cepat bosan bisa direm sehingga produksi masif bisa dihindari.
Dengan thrifting, perilaku konsumtif bisa dialihkan menjadi perilaku belanja yang jauh lebih bermanfaat.
Produksi tekstil yang terlalu besar akan menimbulkan masalah lingkungan, seperti limbah tekstil atau emisi gas rumah kaca.
Belum lagi apabila pakaian bekas yang terbuang sia-sia tidak bisa terurai secara baik di lingkungan dan akan menjadi masalah.
Pemusnahan terkesan 'membakar uang' karena produksi dan distribusinya tetap memerlukan uang.
Lalu, apakah perilaku thrifting yang kini menjamur di kalangan generasi muda akan menghancurkan ekonomi secara nyata.