Dulu sekali, aku kenal kamu sebagai orang yang selalu bisa berbagi kebahagiaan, termasuk untuk aku.
Bukan hanya paras, tapi sikap hangatmu membuatku saat itu tidak pernah bisa untuk lepas dari pandanganmu.
Dalam dada dan kepala ini, tertulis semua tentang dirimu dan sampai aku bingung ditaruh di relung sebelah mana saking penuhnya.
Sampai pada akhirnya, aku mulai benar-benar luluh dengan kehangatan dan juga baiknya dirimu kala itu.
Kehangatan, keramahan, dan kebaikanmu adalah ciri khasmu yang membuatku mudah untuk mengenali dan menambatkan hati ini padamu.
Bukan hanya ramah, kamu selalu menyapa juga menyemangati satu sama lain dan memberikan renungan hidup.
Kamu juga rutin berbagi kabar padaku seperti bagaimana pun hari-harimu dan aku selalu mendoakan kebaikan jalanmu.
Entah mengapa, belakangan ini kamu terlihat seperti ingin menjaga jarak dariku, lamban laun semakin menjauh.
Sapaan ramah, deep talk, dan kebiasaanmu berbagi kabar pun mulai meluntur seperti cat reklame yang memudar dimakan panas dan hujan setiap waktunya.
Bahkan, sekadar ucapan "Selamat pagi" saja mulai tidak terlalu sering kudengar darimu lagi belakangan ini.
Pernah seharian, kamu tidak pernah ada kabar hingga aku sempat berpikir jika dirimu sudah melupakanku dan semua tentang kita.
Kehangatanmu yang pernah kurasakan, perlahan mulai mendingin dan tidak seperti dirimu yang kukenal selama ini.
Padahal, kehangatan dan keramahanmu adalah ciri khas dari dalam dirimu sendiri, berbeda dengan yang lain.
Jujur, aku rindu seperti bagaimana pun bawelmu atau sapaan ramahmu di setiap hari-hari di saat kamu masih seperti dulu.
Waktu sudah mengubah siapa pun, termasuk dirimu yang seperti kopi yang perlahan mulai mendingin dan tidak senikmat saat hangat.
Ah, dalam sedih lagi-lagi aku merindukanmu dan semua tentangmu di masa lalu sebelum dirimu menjadi sekarang ini.
Memang, manusia pasti akan berubah, tetapi arahnya seperti apa, pasti berbeda, ada yang berubah ke arah positif atau sebaliknya.
Kehangatanmu yang mulai memudar adalah perubahan negatif, dan aku tidak suka dengan dinginnya sikapmu saat ini.
Saat ini, aku bingung untuk menentukan sikap, apakah aku seharusnya bertahan menunggumu kembali seperti dulu?
Ataukah, dinginnya dirimu sekarang adalah isyarat bahwa dirimu akan pergi atau aku harus meninggalkanmu?
Aku tetap menunggumu dengan segenap penuh harap agar dirimu kembali seperti semula meski dada ini remuk.
Namun, semua ada batasnya, termasuk kesabaranku dan waktu untuk menantikanmu kembali seperti orang yang pernah kukenal.
Jika kamu kembali seperti dulu terlewat dari batas kesabaranku, jangan pernah mencariku dan memintaku untuk kembali.
Kamu tahu, sesabar-sabarnya aku, suatu saat akan terbakar habis dan berbalik membenci dan meninggalkanmu.
Terserah, mana yang membuatmu nyaman: kembali hangat atau bangga dengan dirimu yang sekarang ini.
Tenang, aku tergantung dirimu kok, aku tidak memaksa, tetapi meminta agar kamu kembali seperti dahulu kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H