Menyamakan persepsi
Persatuan umat Islam akan sulit terbentuk karena kalender saja tidak kompak, ada yang masih terlalu konservatif memaknai dalil secara literal.
Padahal, pemahamannya tidak hanya 1 dalil yang berdiri sendiri, ada hadis tentang 'illat atau alasan yang melatarbelakangi dilakukannya suatu tindakan sebagai berikut.
"Sesungguhnya umatku ummi, tidak dapat menulis dan juga berhitung. Adapun bulan ini seperti ini dan seperti itu, yakni terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Maksudnya, karena umat Islam pada zaman Rasulullah SAW jangankan astronomi, menulis atau berhitung saja masih belum bisa sehingga digunakanlah metode rukyat.
Namun, seiring berjalannya waktu, ilmu astronomi mengalami perkembangan, bahkan juga terjadi di kalangan Islam sendiri bertahun-tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Sehingga, karena suatu tuntunan tergantung 'illat, penentuan awal bulan bisa menggunakan metode perhitungan.
Bahkan, dalam Al Quran sendiri ada ayat yang memotivasi secara implisit agar mempelajari perhitungan peredaran se[erti berikut.
"Matahari dan bulan beredar menurut perhitungannya." (Ar Rahman: 5)
"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui." (Yunus: 5)
Kedua ayat tersebut sangat kontras dengan hadis tentang rukyat yang ternyata memiliki alasan yang melatarbelakanginya.
Padahal, metode hisab bisa menentukan awal Ramadan, Syawal, atau Dzulhijjah bisa hingga ratusan abad ke depan.