Syawal, atau awal Dzulhijjah dalam Kalender Hijriah yang berdasarkan peredaran bulan selalu ada pengamatan atau disebut rukyat.
Sudah menjadi tradisi, menjelang Ramadan,Ada Muhammadiyah yang jauh-jauh hari sebelumnya sudah menetapkan ketiganya sekaligus dengan ilmu astronomi.
Namun, pemerintah dan kebanyakan ormas Islam hanya selalu menetapkan awal ketiga bulan tersebut dengan metode rukyat.
Tidak jarang, perbedaan awal puasa atau lebaran selalu ada di setiap tahunnya, sering tidak kompak dengan hasil sidang isbat yang rutin diadakan oleh pemerintah.
Mengapa ada perbedaan penetapan tanggal tersebut? Ada perbedaan penafisran rukyat dalam hadis berikut ini.
"Apabila kalian melihatnya (hilal Ramadan), maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal bulan baru), maka berbukalah. Tetapi jika mendung (tertutup awan) maka estimasikanlah (menjadi 30 hari)." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Satu kubu, kata tersebut diartikan sebagai melihat secara langsung, sedangkan lainnya berpendapat sebagai melihat atau memprediksi datangnya bulan menurut perhitungan.
Bahkan, antara awal Ramadan di Indonesia, Arab Saudi, Mesir, dan negara-negara mayoritas Islam lainnya tidak kompak, bahkan di Indonesia sendiri sering demikian.
Perbedaan kedudukan bulan di berbagai tempat yang berbeda menjadi alasan mengapa awal bulannya berbeda.
Tidak ada umat agama lain yang terdengar beritanya punya tanggal hari besar keagamaan yang berbeda karena perbedaan metode penentuan tanggal tersebut.
Kecuali, berdasarkan keyakinan bahwa hari besar keagamaan umat agama lain itu tepatnya di tangggal ini atau itu.