Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menghindar Itu Wajar

7 Maret 2023   12:18 Diperbarui: 7 Maret 2023   12:30 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian besar orang, masalah harus dihadapi karena akan mendewasakan seseorang agar menjadi lebih baik.

Banyak yang menganggapnya penuh dengan rasa yakin bahwa semua masalah bisa dihadapi meskipun harus berdarah-darah.

Namun, tidak sedikit orang yang lebih memilih untuk menghindar dan berhenti untuk bertahan menghadapi masalah hidup.

Ada yang memutuskan untuk menghindar dengan cara mengundurkan diri karena tidak mampu bekerja di bawah tekanan.

Ada pemimpin yang begitu tidak mampu mengatasi masalah di daerahnya akhirnya memutuskan untuk mundur.

Karena takut terluka, tidak bisa membuat pasangannya kelak bahagia, atau takut dengan komitmen, seseorang memilih untuk menghindari pernikahan.

Sayangnya, keputusan untuk menghindar kerap menuai cibiran atau hujatan dari orang-orang yang merasa mampu untuk menghadapi masalah.

Orang yang memutuskan untuk menghindar sering dicap pengecut, lari dari tanggung jawab, atau bahkan dihakimi sebagai orang yang tidak punya etika atau mudah berputus asa.

Andai semua orang dianugerahi kemampuan membaca pikiran, tentu penghakiman dan stigmatisasi seperti tadi tidak akan pernah ada.

Semua yang bisa membaca pikiran seseorang itu akan mengerti tentang peliknya perasaannya sampai harus menghindar dari masalah.

Keputusan untuk menghindar akan lebih baik bagi seseorang apabila beban masalah yang dihadapi terlalu besar.

Tidak semua masalah bisa untuk dihadapi karena tidak semua orang memiliki ketahanan terhadap beban hidup yang sama beratnya.

Ada yang sanggup bertarung dengan kerasnya hidup meskipun sampai mengorbankan segalanya karena yakin semua bisa dihadapi.

Namun, ada juga yang memilih untuk berhenti dan menghindar karena tahu beban masalah yang dihadapi terlalu berat.

Seperti contoh, apakah Anda tetap untuk melintasi jalan saat di sebelahnya adalah jurang yang menunggu waktu untuk longsor?

Apakah Anda tetap bertahan di tengah badai kencang atau tsunami dengan dalih apapun harus dihadapi daripada menjauh?

Perlu untuk diketahui juga, ada beberapa kondisi yang mengharuskan Anda untuk menghindar dari masalah.

Apabila bersikukuh untuk menghadapinya, bukan semakin kuat, justru Anda semakin hancur karena ternyata masalahnya jauh lebih berat dan menyeramkan.

Mereka yang menyerah lebih logis bahwa masalah di depan mata yang dihadapi selama perjalanan menuju impiannya adalah kode untuk berhenti.

Ada kalanya menyerah lebih baik dilakukan daripada berakhir dengan rasa menyesal dan berhenti lebih baik daripada berujung pada depresi.

Terlalu yakin dengan anggapan semua hal bisa atau harus dihadapi bahkan termasuk dalam gejala toxic positivity.

Sayangi diri dan kesehatan mental Anda, jangan memaksakan diri apabila apa yang dihadapi terlalu berat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun