Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bekerja di Bawah Tekanan Malah Bikin Tertekan

3 Maret 2023   21:58 Diperbarui: 3 Maret 2023   22:03 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukannya berkembang, bekerja di bawah tekanan malah membuat seseorang tertekan. (Foto: Unsplash.com/Annie Spratt)


Cerita ini bermula pada awal tahun lalu saat saya tertarik untuk bekerja sebagai content creator di suatu portal media.

Awalnya, berangkat dari iseng menulis, saya mulai mencoba peruntukan sebagai penulis konten, sebelumnya hanya kontributor lepas tentang opini.

Nah, saya sempat ikut pelatihan dalam sepekan tentang bagaimana menulis sesuai kaidah SEO dan mobile friendly.

Setelah dinyatakan layak, saya dipekerjakan di salah satu portal media yang saya sukai karena berminat pada salah satu tema.

Setelah siap bekerja, saya diminta membuat artikel untuk pasokan konten portal tersebut di setiap harinya.

Mula-mula, saya masih bisa mengikuti instruksi terkait tema yang akan dibuat sesuai dengan konten mana yang sedang trending.

Berbagai upaya berganti tema sesuai dinamika topik dilakukan, itu saya masih bisa mengikutinya secara baik.

Namun, saya mulai keteteran begitu menghadapi tekanan berupa perubahan ke suatu tema dan porsinya banyak.

Celakanya, saya tidak bisa menguasai dan mengejar target itu, beberapa hari terlambat mengirimkan artikel dalam hitungan menit.

Hingga suatu ketika, saya terlambat mengirimkan artikel dalam hitungan jam, rasanya sudah mengalami kelelahan.

Sedangkan tekanan lain seperti ada konten yang sedang naik sedangkan saya masih mengerjakan artikel lain.

Saya sempat merenung dalam waktu sehari untuk mengistirahatkan pikiran yang kacau setelah terkena tekanan berat.

Hingga akhirnya, saya memutuskan untuk berhenti bekerja karena merasa perlahan tidak bisa berkembang lagi di sana.

Cukup menyakitkan, tetapi mau bagaimana lagi, saya merasa kurang bisa menikmati waktu yang berjalan.


Tekanan membuat tertekan
Memang, mampu bekerja di bawah tekanan yang menjadi syarat lowongan kerja menunjukkan seseorang itu tangguh.

Namun, tidak semua orang bisa bekerja secara baik di bawah tekanan yang bebannya sama pada kenyataannya.

Ada yang tangguh bekerja di dalam tekanan yang berat, tetapi ada juga yang tertekan karena tekanan dalam dunia kerja.

Seperti saya yang pernah untuk memaksakan diri dengan motivasi dan mengingat kembali awal musa masuk ke portal media tersebut.

Seiring berjalannya waktu, kedua motivasi tersebut ternyata tidak bisa saya gunakan untuk obat kuat membuat konten.

Setelah saya merenungi kemarin-kemarin, saya termasuk orang yang tidak bisa memaksakan diri bekerja di bawah tekanan.

Mungkin jika bekerja sesuai keinginan akan mudah, tetapi tidak akan menghasilkan efek yang baik untuk portal saya kala itu.

Namun, jika harus mengikuti dinamika portal media, saya sangat kesulitan untuk mengikuti kemauan sistem dalam portal.

Daripada membuat portal hancur, saya yang harus mengalah, terlebih ternyata passion saya tidak bisa ditemukan di sini.

Idealisme untuk mendapatkan penghasilan sangat perlu untuk saat ini mengingat biaya hidup semakin melambung tinggi.

Namun, baik Generasi Milenial maupun Generasi Z mulai sangat peduli dengan isu kesehatan mental, tidak lemah seperti apa yang dikatakan Generasi Boomers.

Mereka sangat mengutamakan pekerjaan yang membuat mereka nyaman dan tanpa tekanan yang membuat mereka tertekan.

Rasanya percuma jika punya uang banyak, tetapi uangnya mudah habis demi berobat soal kejiwaan yang terganggu.

Motivasi tidak menjamin Anda untuk bisa bertahan dalam tekanan yang sudah benar-benar di luar kemampuan Anda.

Bahkan, terus mencekoki diri Anda dengan motivasi dan ungkapan semangat justru menjadi toxic positivity.

Tidak mengapa untuk pergi apabila sudah tidak kuat lagi daripada harus mengorbankan kesehatan mental Anda sendiri.

Bagi yang memutuskan untuk pergi, semoga mendapatkan pekerjaan yang membuat Anda nyaman dan berpenghasilan tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun