Sewaktu SD, saya berpikir bahwa PR dan ujian Matematika adalah beban kehidupan yang sangat berat.
Meskipun beban, saat itu bukan dalam artian bahwa tidak bisa menikmati hidup, saya masih suka menonton kartun tiap Minggu pagi.
Senin sampai Sabtu, saya kembali bergelut dengan rutinitas yang teramat klise, yaitu belajar, hingga Kelas V sering melewatkan momen bersama tetangga sebaya.
Begitu Kelas VI, saya mulai mengalami sedikit gangguan, maklum waktu itu masa pubertas mulai galak-galaknya.
Namun, saya tetap menikmati proses itu meski kadang saya lewatkan karena ambisi menjadi peraih nilai UN tertinggi 1 sekolah, kata orang hal itu adalah proses remaja mencari jati diri.
Masa itu masih berlanjut hingga SMP hingga mulai jatuh hati pada adik kelasku sendiri, aneh sekali, bukan?
Namun, saya masih bisa menikmati semuanya dan tetap tidak melupakan tugas utama yang sangat klise: belajar dan ekstrakurikuler.
Masa SMA saya habiskan dengan segenap jiwa muda yang membara: mulai sering bergaul dan mengikuti tren meski mulai tidak bisa memahami berbagai mata pelajaran.
Sering ada kegiatan di luar tiap Minggu, seperti tugas kelompok, bahkan paling sering adalah bermain futsal.
Di masa inilah, saya mulai memiliki sahabat dalam artian sebenarnya, ada yang memiliki hobi yang sama, bahkan pernah sekali menonton konser bersama.