Esensi tenggang rasa adalah menghormati hak-hak orang lain selama benar, bukan untuk membenarkan hal-hal yang tidak benar.
Seharusnya dibalik, pemilik hajatan yang perlu tenggang rasa terhadap pengguna jalan yang menggunakan area tersebut sebagaimana mestinya.
Apa tidak ada yang memikirkan jika ada rumah yang terbakar, sedangkan satu-satunya akses tercepat adalah jalan yang digunakan untuk hajatan tersebut?
Juga, apa tidak ada yang berpikir apabila ada orang di daerah tersebut sakit dan butuh penanganan segera, sedangkan ambulans yang akan menjemput terhalang hajatan?
Benar-benar zalim mereka yang memiliki hajatan yang menghalangi hajat orang lain, tetapi masih dijaga baik-baik kebiasaan salah itu, sungguh miris.
Tidak hanya soal akses, masalah sound system juga sangat mengganggu, dengan volume tinggi akan menjadi masalah kesehatan akibat pencemaran suara tersebut.
Tidak ada yang protes, semua warga malah bersenang-senang atas nama tenggang rasa yang salah tempat.
Beda kalau di gedung atau aula yang tidak terlalu dekat dengan permukiman, minim gangguan jalan dan pendengaran.
Menurut agama
Mengutip dari Kesan.com, selain untuk ibadah Salat Jumat atau perniagaan dalam waktu tertentu, penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi adalah haram.
Penutupan jalan untuk kepentingan pribadi seperti hajatan dikhawatirkan akan mengganggu pihak-pihak yang menggunakan jalan sebagaimana mestinya.
Hajatan menghalangi hajat orang adalah kezaliman, sayangnya justru dianggap tidak apa-apa, lagi-lagi karena masyarakatnya yang menormalisasi kesalahan.