Mohon tunggu...
Moh Dahlan
Moh Dahlan Mohon Tunggu... -

menggagas Islam yang inkulsif tanpa mengorbankan militanisme

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Muhammadiyah Versus Gerakan Islamphobia

21 Januari 2011   08:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:19 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma'ruf nahyi munkar, menitik beratkan perjuangannya pada bidang sosial keagamaan. Dari sejak muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tanggal, 12 Nopember 1912 sampai Usianya melampaui 1 abad ini, tak terbilang lagi berbagai ribu prestasi yang telah diukir oleh organisasi kemasyarakatan satu ini, bisa kita lihat diberbagai kota bahkan pelosok-pelosok desa Sekolah-sekolah dari tingkat TK, SD, SMP, SMA bahkan Perguruan Tinggi yang berlabel Muhammmadiyah, bahkan bukan saja bergerak dalam bidang pendidikan saja namun Muhammadiyah pun sangat peduli dengan nasib wong cilik, mustadafin dan fuqoro dengan mendirikan Panti Asuhan Anak dan Panti Jompo.

Dalam perkembangan pemikiran Muhammadiyah mengenai puritanisme Islam, atau pemurnian kembali ajaran Islam disesuaikan dengan Al-Qur'an dan Sunnah dari dulu sampai sekarang belum pernah berhenti terus mencari innovasi penggalian hukum yang shorih dan tidak terkontaminasi dengan budaya syirik, bid'ah dan khurafat. Upaya pemurnian Islam itu bukan tidak menuai kendala yang berarti baik dari masyrarakat Islam Tradisional, yang sangat lekat dengan praktek-praktek budaya bid'ah dan takhayul maupun dari masyarakat Islam Perkotaan yang telah tersimbiosis dengan pemikiran rasionalitas dan tekstual.

DR. Kuntowijoyo dalam Bukunya Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, menegaskan: Gagasan pembaharuan Muhammadiyah untuk memurnikan ajaran agama dari syirik, bid'ah dan khurafat, pada dasarnya merupakan rasionalisasi yang berhubungan dengan ide mengenai perubahan sosial dari masyarakat agraris kemasyarakat industrial, atau dari masyarakat tradisional kemasyarakat modern, dilihat dari segi ini Muhammadiyah telah memberikan suatu ideologi baru dengan suatu pembenaran teologis untuk memperlancar transformasi sosial menuju masyarakat modern. Tampaknya memang Muhammadiyah memang mengidentifikasi diri untuk cita-cita semacam itu.

Tetapi akan tampak bahwa akan ada semacam biaya kultural yang harus dibayar untuk gerakan pemurnian tersebut, sementara praktek-praktek syirik dan takhayul merupakan bagian dari budaya Islam Sinkretik, praktek-praktek bid'ah dan khurofat adalah bagian praktek-praktek Islam tradisional

Yang diyakini sebagai bagian ibadah yang bersifat ubudiyyah dan muamalah. Keutuhan masyarakat Islam Tradisional mulai terancam oleh gerakan anti bid'ah yang di lakukan oleh Muhammadiyah. Keutuhan dan keberjamaahan yang dimaksud adalah berkumpulnya penduduk desa yang selama itu terselenggara melalui upacara tahlilan, barzanji atau kenduri mulai pudar seiring dengan gerakan pemurnian yang dilakukan oleh Muhammadiyah.

Menghadapi Struktur Masyarakat multikulturalisme

Sebagai gerakan dakwah, Muhammadiyah tentunya tidak bersikap pasif terhadap multikultural sebagai realitas. Ia harus melakukan rekayasa sosial agar terus menerus terjadi proses kearah cita-cita Muhammadiyah, yakni menjungjung tinggi agama Islam sehingga terbentuk masyarakat utama. Maka tidak bisa dipungkiri kembali bahwa dakwah Muhammadiyah bisa memiliki beragam sasaran sesuai dengan konteksnya. Ia bisa bersasaran untuk menunjukan keunggulan Islam dan meyakinkan kemasyarakat luas bahwa Islam sangat dibutuhkan oleh masyarakat abad ini. Bisa juga untuk menarik masyarakat non muslim untuk empati dengan Islam atau lebih jauhnya dia mengikrarkan diri sebagai bagian dari kaum muslimin.

Di samping itu Muhammadiyah di masyarakat multikultural ini harus selalu merevitalisasi dakwahnya, maksudnya adalah sebuah agenda yang segera harus dipersiapkan oleh Muhammadiyah dewasa ini adalah keperluan untuk melakukan pembenahan dalam rangka menghadapi munculnya gejala " metropolitan super-cultur", masyarakat perkotaan dengan segala problematikanya. Dakwah Muhammadiyah harus disesuaikan dengan dinamika sosial yang terjadi diperkotaan tanpa merubah karakteristik dari substansi dakwah itu sendiri, revitalisasi dakwah multikultural tidak lagi hanya terpaku pada masyarakat tradisional, karena dewasa ini desa atau kampung bukan lagi menjadi unit sosial yang relatif otonom, tetapi akan menjadi struktur sosial dan ekonomi yang lebih besar.

Dan yang harus diwaspadai dan diantisipasi oleh gerakan Muhammadiyah adalah gerakan-gerakan yang ingin memperlemah citra Islam (Islamphobia). Gerakan ini muncul tatkala adanya konflik kepentingan (conflik of inters) negara-negara penganut faham liberalis yang ingin memperluas pengaruhnya ke negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim. Dan Islam sangat menentang keras segala bentuk penjajahan, intimidasi dan teror. Tentunya antara kepentingan negara kapitalis, liberalis dengan doktrin Islam tak bisa dikompromikan sampai kapanpun.

Maka untuk memuluskan gerakan Islamphobia tersebut, negara-negara kapitalis tersebut membuat usaha-usaha strategis dengan memberikan fasilitas beasiswa penuh mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari negara-negara Islam untuk belajar di Universitas - Universitas nya, mereka dididik dan diracuni pola fikirnya, mereka dijejali pemikiran para orientalis dan filsafat teologi ketuhanan hasil rekayasanya, dengan misi sekembali para mahasiswa itu ke negara-negaranya, bisa mentransformasikan ilmunya kegenerasi Islam, yang tentunya faham-faham kapitalis, sekularis, pluralis yang menjadi bahasan pokoknya.

Di samping itu, untuk mensukseskan gerakan Islamphobia, mereka menggunakan akses media, baik media elektronik maupun cetak. Karena media di abad ini menjadi bagian dari kebutuhan hidup, bukan saja bagi masyarakat urban, melainkan masyarakat tradisional pun membutuhkan akses media itu. Lewat media mereka yang telah dicuci otaknya mempropagandakan Islam teloran, plularisme, gender, feminisme yang dibalut dengan kemajemukan dan humanisme.

Melihat kondisi obyektif diatas, tentunya Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Amar Ma'ruf nahyi Munkar harus menjadi garda terdepan untuk menangkis segala serangan dengan tujuan memperburuk dan memperlemah Islam. Sudah saatnya juga Muhammadiyah harus punya media sebagai sarana dakwah pembanding dari informasi yang disampaikan oleh media-media corong kapitalis dengan segudang agendanya.

Dan yang sangat penting adalah sudah saatnya Muhammadiyah bergaining possition dengan organisasi Islam lainnya, seperti NU, Persis, HTI, dll. Sudahlah permasalahan fiqh yang menyangkut furu'iyah kita lupakan dan kubur dalam-dalam, karena itu semua akan makin memperlemah peranan umat Islam dalam kancah nasional maupun dunia. Kita jadikan perbedaan itu sebagai khazanah perbendaharaan ilmu ummat Islam. Dan musuh sebenarnya adalah gerakan-gerakan yang memperlemah citra Islam (Islamphobia). bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun