Proses katarsis dan pelepasan belenggu sulit memaafkan adalah langkah kelima untuk bisa memaafkan. Di tahap ini kita berproses menuju kebebasan dari borgol "sakit" jiwa karena tidak bisa memaafkan (release phase)Â
Kemampuan orang untuk memaafkan tidaklah sama, tergantung atribusi, tingkat "sakit", kedewasaan diri, kekuatan dan kualitas hidupnya. Memaafkan seringkali membutuhkan proses. Ada yang prosesnya langsung. Ada yang prosesnya bertahap. Ada yang tahapannya exponential. Ada yang tahapannya incremental. Kita tidak perlu terobsesi mengejar kebebasan, kesembuhan dan kebahagiaan. Kita nikmati prosesnya. Walaupun progressnya baru 10%. Wajib kita syukuri. Kita hanya perlu melakukan banyak kebaikan. Kebebasan, kesembuhan dan kebahagiaan adalah dampaknya.
Sebagaimana yang saya sampaikan di atas sesungguhnya setiap kejadian yang kita alami adalah tentang kita sendiri dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa. Bukan tentang orang lain. Sesungguhnya setiap kejadian yang kita alami adalah tentang lingkaran keseimbangan kita sendiri. Orang lain punya lingkaran keseimbangannya masing-masing. Semua perkataan dan perbuatan sebesar zarah (materi terkecil) pun pasti ada balasannya. Hanya saja kita tidak tau yang dialami orang lain. Jadi jangan kuatir ! Artinya di sini juga bahwa jangan meletakkan atau mengikatkan kebahagiaan kita pada sesuatu di luar diri kita, baik itu orang lain ataupun benda-benda. Kendali sepenuhnya ada di dalam diri. Memiliki kebebasan sepenuhnya. Di level ini kita memaafkan karena ada kesadaran bahwa alam semesta ini balance, semua ada keseimbangannya, semua ada hukum pembalasannya.Â
Sejatinya apapun yang hilang dari diri kita akan kembali lagi ke kita, entah sama atau dalam wujud lain yang lebih baik. Tidak ada yang perlu diratapi, dibalaskan, dituntut dan dikhawatirkan lagi. Kehidupan adalah permainan energi, tidak semata tentang strategi, taktik dan teknik. Dalam kehidupan ini ada aturan main tentang keseimbangan energi kehidupan. Siapa yg menabur akan menuai. Siapa yg mengambil akan dicabut. Mau pakai cara curang sekalipun, alam semesta adalah suatu sistem keseimbangan yang tidak bisa ditipu, dikonspirasi, di rekayasa atau dikadali. (QS 16 : 61,97). Di level ini, memaafkan sebenarnya tidak diperlukan lagi. Hati sudah penuh "welas asih". Karena sejatinya tidak ada musuh, yang ada adalah guru yang meruntuhkan kesombongan kita, mengkoreksi kita dan menunjukkan jalan yang benar. Sejatinya tidak ada masalah, yang ada adalah challenge yang luar biasa. Sejatinya tidak ada gagal, yang ada adalah belajar. Luka seringkali adalah anugerah dimana cahaya hidayah masuk dan membuat kita bertumbuh. Apa yang umumnya disebut musuh, masalah, gagal dan luka sejatinya adalah guru, tantangan, pembelajaran dan pertanda dari Yang Maha Kuasa agar kita lebih baik.Â
Seringkali semua kejadian yang menyakitkan tersebut untuk menempa kita jadi lebih baik. Kadangkala seseorang dikirim Yang Maha Kuasa kepada kita untuk menguji sejauh mana keikhlasan kita, syukur kita, disiplin kita, fokus kita pada jalan kebahagiaan. Bila sikap kita keras seperti tanah liat, mungkin hanya perlu sentuhan sedikit untuk meluruskan ego kita, membetulkan kekeliruan kita dan mengingatkan kesombongan kita. Bila sikap kita keras seperti "batu" mungkin diperlukan "palu besi", "pasak baja" yang tajam dan pukulan "paku bumi" kehidupan berulang-ulang dari Yang Maha Kuasa untuk meluruskan ego kita, membetulkan kekeliruan kita, dan menghancurkan kesombongan kita.Â
Fokus saja pada jalan kebahagiaan, disiplin menempuhnya, lepaskan semua beban belenggu kebebasan kita, murnikan getaran, frekuensi dan energi kita serta jalani hidup ini dengan ikhlas dan rasa syukur (Inna a’thoina kalkautsar). Terus membangun kesadaran dan kebermaknaan hidup dengan menjalani hidup yang indah dengan pengabdian dan cinta kepadaNya serta berkurban membantu orang-orang yang kesusahan/kekurangan, membangun peradaban lebih sehat, lebih hijau, lebih abundance, lebih smart, terus memberikan manfaat dan value sebesar-besarnya bagi umat manusia dan semesta alam (Fasholli lirobbika wanhar). Nanti orang-orang yang telah, sedang dan akan melecehkan kita, menyakiti kita, bahkan memusuhi kita dan menzhalimi kita akan tumbang, hancur dan sirna dengan sendirinya (Innasyaaniaka huwal abtar) (QS 108 : 1-3)
Di level yang paling tinggi ini, sikap kita seperti air, bahkan air samudera. Bila sikap kita seperti halnya air sebesar samudera, hati mampu menyucikan kontaminasi sampah-sampah emosi. Bila sikap kita seperti kuatnya air samudera, hati mampu melepaskan borgol energi negatif. Bila sikap kita seperti halnya air seluas samudera, kasih kita jauh lebih besar daripada orang dan lingkungan yang toxic. Bila sikap kita seperti halnya air yang selalu mengalir kebawah dan menyesuaikan dengan bentuk situasi dan kondisi yang ada, kesadaran kita mampu meletakkan ego dan mengambil keputusan secara sadar untuk melepaskan kebencian, marah dan dendam. Sudah tidak diperlukan palu besi, pasak baja yang tajam dan pukulan kehidupan berulang-ulang untuk meluruskan ego kita, membetulkan kekeliruan kita, dan menghancurkan kesombongan kita. Seperti halnya air yang tidak bisa dipukul, ditusuk, dicabik-cabik dan dilukai, sejatinya musuh, masalah, gagal dan luka adalah guru, tantangan, pembelajaran dan pertanda dari Yang Maha Kuasa dan alam semesta agar kita bisa lebih baik. (QS 10 : 62)
Finally, there is not peace without apologize. Memang sedih bila disakiti orang yang kita cintai. Memang kecewa di khianati orang yang kita percaya. Memang marah telah ditipu, dibohongi, dilecehkan, difitnah dan dijatuhkan. Memang terluka akibat kebencian, kemunafikan, permusuhan, pukulan, siksaan, kejahatan, penganiayaan, ketidakadilan, pertengkaran dan peperangan.  Its ok. Memang tidak mudah. Namun memaafkan layak untuk dijalani bukan karena orang lain, tapi karena kita layak mendapatkannya. Kita layak mendapatkan kebebasan dari rantai/borgol/belenggu/penjara sakit hati, dendam, amarah, kebencian. Kita layak mendapatkan ketenangan, kenyamanan, kedamaian, kebahagiaan, kesehatan, keselamatan dan keberlimpahan hidup. Hidup ini pilihan. Terserah kita mau memutuskan untuk bahagia atau menderita. Saya percaya kita adalah manusia cerdas yang mampu memilih mana jalan hidup terbaik.  Its about letting go, to move on, to  a better state of being. (QS 3 : 133-134)
Referensi :
Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah (QS 3 : 133-134) (QS 16 : 61,97) (QS 10 : 62) (QS 108 : 1-3)
Luskin, Frederic, Forgive for Good: A Proven Prescription for Health and Happiness, HarperOne; Revised ed. edition (January 21, 2003)Â