Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Manusia pembelajar. Pemimpin bisnis. Membangun kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Tragedi Kemanusiaan Israel - Palestina Tak Kunjung Usai?

15 Mei 2021   21:00 Diperbarui: 17 Oktober 2023   10:31 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://chicago.suntimes.com/

Konflik yang terjadi di Israel - Palestina hingga sekarang adalah konsekuensi. Bila ingin tuntas kita harus memperbaiki ke akarnya. Bila tidak memperbaiki sampai ke akarnya, konsekuensi akan terus terjadi. Akar konflik yang terjadi di Israel - Palestina adalah manusianya, lebih spesifik adalah karakter manusianya. Ada karakter yang arogan dan ekslusif sebagai ras terbaik. Mindset dan karakter-karakter tersebut sudah memenuhi inti dasar dari kebencian yaitu the devaluation of "the victim" dan the ideology of the hater. Yakni penilaian yang sangat rendah terhadap manusia lain selain dirinya/rasnya/kelompoknya dan parahnya mindset ini diperkuat dengan teks suci dan diklaim sebagai ketentuan Tuhan. Seakan-akan segala tragedi kemanusiaan yang terjadi legal atas nama Tuhan. Yang lain dianggap salah dan jelek serta harus dihancurkan. Selanjutnya terjadi hatred/kebencian/an ego state that wishes to destroy the source of its unhappiness.

Konflik yang terjadi di Israel - Palestina tidak tiba-tiba muncul begitu saja. Telah terjadi a deep, induring, intense emotion expressing animosity, anger and hostility terhadap orang-orang Yahudi Zionis yang mewabah berabad-abad lamanya. Dan sebaliknya telah terjadi a deep and extreme emotional dislike berabad-abad orang-orang Yahudi Zionis terhadap orang-orang non Yahudi. Orang-orang, organisasi, kerajaan, negara seperti Tiglat-Pileser III dari Kerajaan Asyur/Asiria Baru, Nebukadnezar II dari Kerajaan Babilonia Baru, Titus Flavius Vespasianus dari Kekaisaran Romawi, Adolf Hitler dari NAZI Jerman, hingga konflik yang terjadi di Israel - Palestina seakan menjadi perwakilan dari kebencian itu dan memiliki kekuatan mengkonsolidasikan kebencian itu sehingga menjadi tragedi kemanusiaan seperti intimidasi, peperangan, pengusiran, genosida, diskriminasi dan seterusnya yang mengerikan. Di luar sana sebenarnya banyak bertebar kebencian terhadap orang-orang Yahudi Zionis, namun impoten atau tidak memiliki kekuatan mengkonsolidasikan kebencian itu. Kebencian ini bisa bersifat instinctive karena merasa insecure, bisa bersifat physiological karena pengalaman traumatik, bisa bersifat social/ideology karena infrastruktur dan suprastruktur masyarakat yang membentuk kebencian. Sayangnya banyak pandangan di masyarakat yang over-generalization, yang menganggap semua orang Yahudi itu buruk, padahal faktanya tidak demikian. Sekelompok orang-orang Yahudi seperti Neturei Karta, Jewish Voice for Peace dan If NotNow  sangat sedih atas tragedi kemanusiaan di Palestina dan terus menentang ide-ide zionisme untuk pendirian negara Israel

Sudah tak terhitung banyaknya korban nyawa manusia dan kerugian lingkungan akibat ide-ide zionisme tersebut. Mendukung hak orang-orang Yahudi untuk hidup aman dimanapun di dunia termasuk di Negeri Palestina tidak harus dengan menelan jutaan korban nyawa manusia dan kerugian lingkungan. Semua jiwa manusia berhak hidup aman dan nyaman dimanapun berada. Strategi playing victim dan membangun mitos-mitos bangsa pilihan Tuhan untuk menempati tanah suci (holy land) dijalankan zionisme lebih merupakan ekspresi ego, keinginan dan hawa nafsu keserakahan manusia. Upaya zionisme merubah-rubah Kitab Suci sesuai kepentingan dirinya dan mendisposisi Bangsa Palestina dari negeri yang sudah dibangun dan ditinggali sejak 8000 SM justru menjauhkan dari Sepuluh (10) perintah Tuhan. Dalam Taurat sama sekali tidak mengajarkan untuk melakukan imperialisme, penjajahan, membunuh, mencuri/merampas dan merusak lingkungan. Klaim-klaim sebagai suku, agama, ras dan golongan terpilih lebih merupakan pembenaran kepentingan ego, keinginan dan hawa nafsu keserakahan. Kita semua harus naik level ke sisi humanistik dan tataran kemanusiaan. Merusak humanistik dan kemanusiaan sangat tidak sesuai dengan fitrah agama dan Tuhan itu sendiri. Tuhan dan agama yang sejati tidak akan pernah memerintahkan melakukan imperialisme, penjajahan, pembunuhan jiwa-jiwa manusia, pencurian/perampasan dan perusakan lingkungan.

Sebelumnya di sini dijelaskan dahulu perbedaan Yahudi dan Zionis. Yahudi adalah identitas yang merujuk pada etnis/suku dan agama. Hukum Agama Yahudi (Halakha), memberikan definisi Yahudi sebagai berikut: (1) Seorang anak yang terlahir dari ayah dan ibu Yahudi disebut Yahudi asli. Kata "Yahudi" diambil dari salah satu suku dari 12 suku Bani Israel yang paling banyak keturunannya, yakni Yehuda. Yehuda ini adalah salah satu dari 12 putera Nabi Ya'kub/Jacob AS, seseorang yang hidup sekitar abad 18 SM dan bergelar Israel (pemenang/pejuang/kekasih Allah). Nabi Ya'kub/Jacob AS memiliki 12 putra dan menjadi cikal bakal 12 suku di Bani Israel. Setelah berabad-abad turunan Yehuda berkembang menjadi bagian yang dominan dan mayoritas dari Bani Israel, sehingga sebutan Yahudi tidak hanya mengacu kepada orang-orang dari turunan Yehuda, tetapi mengacu kepada segenap Bani Israel yakni turunan dari Nabi Ya'kub/Jacob AS. (2) Seorang anak yang terlahir dari ayah Yahudi dan ibu dari bangsa lain. (3) Seorang yang memeluk agama Yahudi. Faktanya banyak juga suku/etnis Yahudi yang meninggalkan agama Yahudi, beragama Islam, beragama Nasrani, atau atheis. Yahudi Net News pada 13 Juli 2006, menyampaikan bahwa berdasarkan data administrasi dan kependudukan Pemerintah Israel, rata-rata 35 orang Yahudi masuk Islam setiap tahun. Sedangkan Zionis merujuk pada gerakan politik orang-orang Yahudi untuk mendirikan negara Yahudi di daerah Bukit Zion / daerah Yerusalem. Zionisme telah memiliki akar historis, baik secara ideologis maupun secara politis pada gerakan-gerakan politik maupun keagamaan Yahudi yang pernah ada sebelumnya seperti gerakan Makkabiy (586-538 SM) yang tujuan utamanya adalah kembali kepada zion dan membangun Haikal Sulaiman, gerakan Bar Kokhba (118-138 M), yang memberikan semangat pada diri orang-orang Yahudi dan memerintahkan mereka untuk berkumpul di Palestina dan mendirikan negara Yahudi di sana, gerakan David Robin (1501-1532 M) yaitu desakan orang-orang Yahudi untuk kembali mendirikan kerajaan Israel di Palestina, dan berbagai gerakan politik Yahudi lainnya semasa mereka hidup terdiaspora di berbagai belahan dunia karena pengusiran. Data sejarah menunjukkan ada lebih 70 peristiwa pengusiran orang-orang Yahudi di seluruh belahan dunia mulai zaman Tiglat-Pileser III dari Kerajaan Asyur pada tahun 733 SM hingga pengusiran dan eksodus orang-orang Yahudi di Yaman pada tahun 2021 M.

Pertanyaannya adalah mengapa terjadi pandemi kebencian terhadap orang-orang Yahudi berabad-abad lamanya ? 

Ada 2 teori sosial tentang kebencian /hatred di masyarakat yaitu :

1. Doing Difference Theory. Berdasarkan teori ini kebencian di masyarakat muncul karena ketakutan masyarakat bila ada sekolompok orang memiliki identitas dan karakter yang berbeda dengan identitas masyarakat berada. Rasa takut  ini di dasari asumsi bahwa sekolompok orang yang berbeda identitas tersebut akan merusak identitas masyarakat berada.

Bila kita telaah sejarah orang-orang Yahudi mulai zamannya Nabi Ya'qub/Jacob AS, Kerajaan Kojar hingga sekarang ada beberapa mindset dan karakter orang-orang Yahudi yang berkembang dan dijadikan masyarakat dunia sebagai stereotif dan identitas orang-orang Yahudi, terutama untuk orang-orang Yahudi Zionis. Mindset dan karakter tersebut adalah arogansi dan ekslusifitas sebagai ras terbaik. Arogansi dan ekslusifitas sebagai ras terbaik ini menurunkan karakter lanjutan seperti keras kepala dan ketidakpedulian. Ujung-ujungnya adalah tidak peduli saat mengubah dan memutarbalikkan kebenaran. Menjadi munafik, khianat, serakah. Tidak peduli melakukan adu domba, pengrusakan, peperangan yang menyebabkan orang lain menderita. Di internal orang-orang Yahudi sendiri, terutama orang-orang Yahudi Zionis terdapat mindset bahwa orang lain selain orang Yahudi disebut Goyim (Ibrani)/Gentiles (Inggris)/Umamy (Arab) yang dianggap sebagai alat untuk kepentingan Yahudi dan memiliki kelas yang lebih rendah. Kebencian ini tidak hanya sekedar bersifat instinctive dan physiological namun sudah bersifat kebencian social/ideology. Dampaknya adalah kurang atau bahkan tidak bisa berempati maupun bersimpati terhadap orang selain dirinya/rasnya/kelompoknya. Tidak hanya orang lain selain orang Yahudi yang disebut Goyim (Ibrani)/Gentiles (Inggris)/Umamy (Arab) yang kena dampaknya bahkan orang-orang Yahudi sendiri dan manusia sekelas Nabi-Nabipun jadi korban atas buruknya karakter ini. Ibn al Qoyim menyampaikan dalam Hidayah al-Hayara ada lebih 70 Nabi-Nabi yang dibunuh orang-orang Yahudi seperti Nabi Zakaria/Zechariah  AS, Nabi Yahya/John AS, Nabi Isa/Jesus AS. Atas labelling, stereotif dan segala bentuk prejudiced attitude masyarakat dunia ini, akhirnya hilangnya keintiman, hilangnya rasa suka dan hilangnya kepedulian hingga kebencian ini berkembang levelnya menjadi social avoidance, diskriminasi, violence bahkan genosida. 

2. Strain Theory. Berdasarkan teori ini kebencian di masyarakat muncul karena ketakutan masyarakat bila ada sekelompok orang memiliki kekuatan dalam mengakses sumberdaya ekonomi, sosial dan politik. Rasa takut ini di dasari asumsi bahwa sekelompok orang tersebut akan menggangu/mengancam stabilitas dan kepentingan ekonomi, sosial dan politik masyarakat berada.

Kondisi sosial orang-orang Yahudi yang mengalami lebih dari 70 pengusiran dan eksodus membuat orang-orang Yahudi terdiaspora di banyak belahan dunia. "Mentalitas perantauan" dan perasaan insecure atas banyaknya masyarakat yang membenci orang-orang Yahudi telah tertanam kuat di orang-orang Yahudi dan banyak menempa orang-orang Yahudi jadi pembelajar dan pekerja keras. Hal ini membuat intelektualitas dan kapasitas diri mereka seringkali jauh lebih tinggi dari intelektualitas dan kapasitas etnis/suku umumnya. Karena itu etnis/suku Yahudi ini, sering dengan cepat memimpin dan menguasai sumber daya dimana mereka berada, terutama di sektor perekonomian, finansial, sains, teknologi, media dan politik. Dan dampak yang ditimbulkan bila mereka melakukan kejahatan menjadi begitu massiveAtas fenomena sosial orang-orang Yahudi ini, Nietzsche mengatakan, "Nasib bangsa Yahudi akan menjadi salah satu perhatian ummat manusia pada abad ke-20 mendatang. Namun tidak ada gunanya orang menutup kandang, ketika kuda telah dicuri orang. Orang Yahudi sudah terlanjur menyeberangi sungai Rubicon, baik bermaksud untuk menguasai Eropa, atau untuk menghancurkannya. Mereka sekarang dalam keadaan serupa dengan apa yang mereka alami di Mesir berabad-abad yang lampau. Eropa bisa jatuh ke tangan mereka seperti buah masak, atau bahkan akan dipetiknya ketika masih berupa bunga." Abraham Lincoln sebelum terbunuh pada 14 April 1865 M menyampaikan mengenai ancaman orang-orang Yahudi di Amerika Serikat "Saya melihat dengan jelas sebuah ancaman krisis sedang datang mendekati kita sedikit demi sedikit, yaitu sebuah krisis yang membuat bulu-kudukku berdiri, karena cemas apa yang bakal menimpa negeri ini. Siasat suap-menyuap telah menjadi cara yang selalu dijadikan pegangan. Pada gilirannya, kelak akan terjadi kerusuhan dan kehancuran besar-besaran, sebagaimana seluruh kekayaan negara pada akhirnya akan jatuh ke tangan sekelompok kecil orang yang tidak segan-segan lagi menelan dan sekaligus menghancurkan bangsa ini." William Guy Carr (2 June 1895 – 2 October 1959 M) seorang Komandan Angkatan Laut Kanada yang pernah bekerja di  Canadian Intelligence Service, menyampaikan dalam bukunya “The Conspiracy to Destroy All Existing Governments and Religions” bahwa orang-orang Yahudi berada dibalik terjadinya Revolusi Perancis, Imperialisme Dunia, Perang Dunia I, Perang Dunia II, penguasaan Amerika Serikat, penguasaan Rusia, penguasaan Inggris, berbagai krisis dunia, pendirian Negara Israel serta pengusiran/pembantaian rakyat Palestina. Parahnya lagi, masyarakat yang membenci tersebut juga membalas dengan mindset dan karakter yang sama. Maka terjadilah konflik yang tidak ada habisnya.

Konflik  yang terjadi di Israel - Palestina adalah tragedi kemanusiaan yang berakar pada masalah mindset dan karakter.  Selama ada karakter yang arogan dan ekslusif sebagai ras terbaik, maka kebencian dan konflik itu akan selalu ada, tidak hanya berlaku bagi orang-orang Yahudi namun juga bagi orang-orang non Yahudi, tidak hanya di Israel - Palestina, namun juga di seluruh belahan dunia. Perilaku seperti pengusiran, perebutan tanah, pembersihan etnis tertentu berawal dari karakter ini. Karakter tersebut tidak hanya merusak perdamaian sebagai pilar utama peradaban, namun juga menghancurkan peradaban dunia. Agama seringkali hanya dijadikan kedok, pembenaran dan bumbu atas perilaku tidak berperikemanusiaan seakan-akan misi suci, padahal sebenarnya hanya memperturutkan ego, keinginan dan hawa nafsu. Fenomena kebencian ini tidak hanya terjadi pada orang-orang Yahudi, namun banyak juga terjadi pada suku/etnis/agama lain. Seperti terjadi pada orang-orang China dengan jargon anti-China. Seperti terjadi juga pada orang-orang muslim dengan jargon islamophobia atau teroris. Belakangan malah berkembang Asian Hate di Amerika Serikat. Data Stop AAPI Hate, organisasi yang melacak insiden kebencian dan diskriminasi terhadap orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik, mencatat setidaknya ada lebih 500 insiden selama tahun 2021 M dimana 68% merupakan pelecehan verbal dan 11% serangan fisik. 

Musuh sesungguhnya bukanlah orang, etnis, bangsa, atau kelompok tertentu, musuh sesungguhnya adalah karakter arogansi dan ekslusifitas sebagai kelompok terbaik. Musuh sesungguhnya adalah ego, keinginan dan hawa nafsu dikonsolidasikan dalam agenda nasional bahkan agenda global. Agenda-agenda ini sering membuat seseorang sombong dan gila. Berpikir bahwa telah melakukan hal yang paling fantastis yang diklaim mulia berasal dari negara atau Tuhan. Dan selalu saja orang-orang yang memiliki agenda-agenda seperti ini melakukan hal-hal kejam dan mengerikan di bumi ini, seperti tega membunuh makhluk lain. Mengapa hal ini terjadi? Karena begitu memiliki agenda hidup yang diklaim mulia berasal dari negara atau Tuhan, kehidupan di sini dan sekarang ini menjadi kurang penting dibanding agenda tersebut. Dan sedihnya semua tragedi kemanusiaan dilakukan dengan pembenaran agama dan di klaim atas nama Tuhan. Inilah akar tragedi kemanusiaan yang sangat sulit dikompromikan karena bersifat ideologis. Padahal ini adalah logical fallacy dan psychological trap yang perlu kita introspeksi, evaluasi dan perbaiki. 

Semua orang menginginkan solusi segera atas terjadinya konflik yang terjadi di Israel - Palestina. Namun permasalahan  mindset dan karakter arogansi dan ekslusifitas sebagai ras terbaik mengakar begitu lamanya di orang-orang Yahudi Zionis dan ini membutuhkan proses rekonstruksi pola pikir dan perbaikan terus-menerus yang tidak bisa segera. Pararel dengan itu juga dibutuhkan pemerataan akses kepada sumberdaya ekonomi, sosial dan politik yang selama ini banyak dikuasai elite global yang mana banyak bertengger di sana orang-orang Yahudi. Ada 2 hal yang sangat vital berperan yaitu proses rekonstruksi pola pikir eksklusif dan perbaikan karakter arogansi sebagai kelompok terbaik secara terus-menerus serta perubahan sistem ekonomi dari sistem kapitalisme dan eksploitasi ke sistem sharing economy dan abundance ecology.

Hal yang paling penting dalam memperbaiki  keadaan di Israel dan Palestina, dan dimanapun terjadinya konflik dan peperangan di seluruh belahan dunia ini adalah memperbaiki manusianya. Seyogyanya kita semua baik orang-orang Yahudi maupun orang-orang non Yahudi bersama-sama mengikuti pedoman bahwa kita tercipta berbangsa-bangsa/berkelompok-kelompok/bersuku-suku untuk saling memahami dan tidak ada rasisme. Orang yang paling mulia di antara kita, di sisi Tuhan, bukan suku/kelompok/bangsa tertentu melainkan orang yang paling taqwa. (QS 49 : 13). Taqwa menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar diambil dari rumpun kata wiqayah yang berarti "memelihara", artinya memelihara hubungan baik dengan Tuhan dan memelihara hubungan baik dengan sesama. Artinya belum dikatakan baik hubungan kita dengan Tuhan, bila masih ada kebencian dalam diri kita kepada sesama, apalagi diaktualisasikan dengan social avoidance, diskriminasi, violence bahkan genosida. Selanjutnya dalam hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibn Majah, ad-Darimi dan ‘Abdul bin Humaid bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda "la yu’minu ahadukum hatta akuna ahabba ilaihi min nafsihi" tidak sempurna hubungan baik kita dengan Tuhan/keimanan kita hingga kita mencintai sesama sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Nelson Mandela menyampaikan "No one is born hating another person becouse of the colour of his skin or his background or his religion. People must learn to hate, and if they can learn to hate, they can be thaught to love, for love comes more naturally to human heart than its opposite." Kita tidak pernah terlahir dengan kebencian. Kita masih bisa memiliki kesempatan memilih, membenci atau mencintai. Apalagi bila kita menyadari bahwa secara kasat mata antar manusia seakan terpisah, namun di quantum level antar manusia terhubung. Bahkan antar manusia dan alam semesta ini terhubung. Jika kita berbuat baik (berarti) kita berbuat baik bagi diri kita sendiri dan jika kita berbuat jahat maka kejahatan itu bagi diri kita sendiri [QS 17 : 7] Overcome hatred by love, lie with truth and violence with patience demikian disampaikan Mahatma Gandhi. 

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah QS 2 : 111,113,120,135,145; QS 5 :18; QS 2 : 75,90,91,93, 94, 95, 96, 120, 170; QS 4 :160; QS 5 :41;  QS 2 :75,76, 87, 100, 101,140,145, 146, 211, 246, 249; QS 3 : 64, 71,72, 78, 119, 183,184; QS 4 :46

Amrullah, Haji Abdul Malik Karim, Tafsir Al Azhar, Gema Insani, 2015 QS 49 : 13;

Nawawi al-Jawi al-Bantani, Syaikh Muhammad, Al-Minhaj Syarh An-Nawawi, Dar Ibn Hazm, Beirut, 1813-1897 M

Sternberg, Robert J., The Psychology Of Hate, Amer Psychological Assn; 1st edition (December 30, 2004) 

Al Jauziyah, Ibnu al Qoyim, Hidayat al-khiyari fi ajwibah al-Yahudi wa al-Nashara, Dar al-Kutub al-Ihriyah 1429 M

Eakin, Frank E. Jr. The Religion and Culture of Israel (Boston: Allyn and Bacon, 1971), 70 dan 263.

Abulhawa, Susan, Scar of David, Scar of Palestine, Journey Publications; First edition. (December 11, 2006 M)

Carr, William Guy, The Conspiracy: To Destory All Existing Governments and Religions, Staple Bound – CPA Book Publishers (January 1, 1998 M)

Drolet, Francois Jean, Ennobling Humanity: Nietzsche and the Politics of Tragedy, Journal of International Political Theory, July 1, 2014 M

Melton, J. Gordon, Faiths across Time [4 volumes]: 5,000 Years of Religious History, ABC-CLIO; Illustrated edition (January 15, 2014 M)

Pogrund, Benjamin, Nelson Mandela : The South African Leader who was Imprisoned for Twenty-seven Years for Fighting Against Apartheid, Michigan State University, UK, 1991

Sinha, B.K., Mahatma Gandhi and the Cooperative Movement, Michigan State University, UK, 1970

Hillel Frisch, Shmuel Sandler, "Religion, State and The International System in the Israeli - Palestinian Conflict," International Political Science Review. Vol. 25. No. I (Januari, 20024)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun