Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan fisik, mental dan spiritual masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Belajar Secuil Ikhlas

5 Februari 2021   20:20 Diperbarui: 23 Maret 2024   13:55 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Awalnya alam semesta ini adalah satu kesatuan yang murni. Sampai detik ini pun alam semesta defaultnya adalah satu kesatuan yang murni. Itulah mengapa antara dua benda langit yang berjarak tahunan cahaya hingga partikel-partikel inti atom bisa terikat oleh gravitasi terjadi secara real-time alias serentak dan tidak terikat perjalanan waktu. Padahal bila kita mempelajari sains klasik, kita pahami adanya hukum kausalitas yang mengikuti fakta bahwa tidak ada yang bisa lebih cepat dari kecepatan cahaya. Hukum ini juga menyatakan bahwa akibat dari suatu tindakan hanya dapat terjadi setelah penyebabnya, yang akan membuat perjalanan waktu. Termasuk diri kita dan semua diri-diri yang lain defaultnya adalah satu kesatuan yang murni. Namun semakin bertambahnya usia diri kita, kita semakin teridentifikasi dengan jiwa kita, tubuh kita, kulit kita, rambut kita, dimana kita lahir, nama kita, cerita kita, kebangsaan kita, serta kelebihan dan kekurangan kita.

Akibatnya kita merasa diri kita terpisah dari kehidupan, diri kita terpisah dengan alam semesta, diri kita terpisah dengan diri-diri yang lain. Kita mulai merasakan insecure dari kehidupan, alam semesta dan sesama. Karena insecure tersebut diri kita mulai membentuk perisai. Ego, keinginan dan hawa nafsu kita menguat. Self defense mechanism otomatis terbentuk. Pikiran dan perasaan kita cenderung mulai melabel sensasi yang muncul di tubuh dengan beberapa label emosi seperti rasa keinginan, rasa takut, rasa marah, rasa sedih, rasa bersalah, rasa tidak layak, rasa malu, rasa putus asa, rasa kesombongan, rasa bangga, rasa memiliki, rasa tidak terima, rasa tidak rela, rasa mau menang sendiri, rasa serakah, rasa tidak peduli. Akibat lain yang tidak kalah penting adalah kita jadi merasa tidak utuh, tidak lengkap, tidak sempurna serta selalu merasa kurang. Kita mulai mencari segala hal untuk menutup perasaan tidak utuh, tidak lengkap, tidak sempurna itu di luar diri kita lewat materi, uang, benda-benda atau orang lain padahal semua itu sifatnya fana fatamorgana. Kita semakin terlepas dan terpisah dengan sejatinya diri kita sebagai satu kesatuan yang murni. Dan dari sinilah kehidupan mulai membuat cerita tentang ego, keinginan dan hawa nafsu. Dari sini pula drama tentang uang, kekayaan, jabatan, kekuasaan, pasangan mulai banyak terjadi.

Ikhlas bermakna al-khuluus min as-syawaa’ib, murni tidak terkontaminasi dengan sesuatu dari luar. Ikhlas adalah kondisi dimana kita kembali kepada jati diri kita, fitrah kita, default kita sebagai satu kesatuan yang murni, yang tidak terpisah dengan diri-diri yang lain, yang tidak terpisah dengan alam semesta. (QS 16 : 66) Kemurnian diri yang didapat dari keikhlasan ini membuat hati damai. Ekspresi hati yang ikhlas dan damai biasanya dalam wujud syukur, bisa menikmati sensasi kebahagiaan di setiap moment dengan sadar penuh hadir utuh. Ekspresi hati yang ikhlas dan damai juga mewujud dalam cinta kasih yang membuat hubungan dengan sesama makhluk dan alam semesta sangat baik. (QS 38 : 46) Ekspresi hati yang ikhlas dan damai juga membuat kita selamat dari hidup yang tanpa makna karena beramal penuh syirik dan riya'. Abu ‘Ali Fudhail bin ‘Iyadh berkata : “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ (pamer). Dan beramal karena manusia adalah syirik (menyekutukan Ketuhanan). Dan ikhlas ialah, apabila kamu selamat dari keduanya” Karena itu ikhlas juga merupakan ruhnya amal/aktivitas. Karena itu pula ikhlas juga merupakan hakekat cinta. Tanpa ikhlas semua aktivitas kita tidak ada artinya.

Apapun yang tampaknya memberi kebahagiaan seperti uang, kekayaan, jabatan, pasangan dan ketenaran walau bagaimanapun sifatnya duniawi, relative dan fana. Ada saatnya, cepat atau lambat akan rusak dan musnah atau dalam bahasa matematika menjadi nol kembali. Uang, kekayaan, jabatan, pasangan dan ketenaran hakekatnya adalah angka nol. Kita perlu menyandarkan hidup ini pada yang Maha Absolute dan Maha Abadi. Mengapa? Agar hidup kita stabil dalam kedamaian, murni dan bermakna dalam. Sehingga kebahagiaan yang diperoleh pun juga stabil dalam kedamaian, murni dan bermakna dalam. Dalam bahasa matematika yang Maha Absolute dan Maha Abadi dalam keberadaanNya disebut angka satu. Disebut juga Ahad dalam bahasa Arab, Echad dalam bahasa Ibrani atau Esa dalam bahasa Sansekerta (QS 112 : 1-4). Berapapun banyaknya jumlah angka nol yang kita miliki bila dijumlahkan hasilnya tetap nol. Namun uang yang nilainya nol, kekayaan yang nilainya nol, jabatan yang nilainya nol, pasangan yang nilainya nol dan ketenaran yang nilainya nol tadi begitu diberikan angka satu maka nol-nol tadi menjadi bernilai dan nilainya bisa menjadi 10, 100, 1000, 1000, 1 Juta, 1 Miliar, 1 Triliun dan seterusnya. Angka satu tersebut adalah manifestasi Ketuhanan yang sejati, absolute, menjadi sumber dan perwujudan keberadaan dan ketidakberadaan alam semesta. Kita harus menempatkan angka satu di depan, maka semua angka nol tersebut menjadi bernilai. Kita harus memprioritaskan Ketuhanan di depan, maka semua pernak-pernik dunia fana ini akan menjadi bernilai. Kita harus menomorsatukan Ketuhanan di atas segalanya maka apa yang kita perbuat atau  berikan murni tidak terkontaminasi dengan kemekatan dengan ego, keinginan dan hawa nafsu yang rendah, relatif dan fana. Inilah hakekatnya ikhlas.

Pertanyaannya kemudian adalah apa yang akan dimurnikan dengan ikhlas? Nikola Tesla menyampaikan “If you want to find the secrets of the universe, think in terms of energy, frequency and vibration.”Artinya bahwa alam semesta ini merupakan pancaran getaran (vibration) energi dengan berbagai bentuk kekerapan (frequency) nya . Ketika yang terpancarkan adalah energi toxic maka yang terwujud adalah sesuatu yang toxic. Ketika yang terpancarkan energi yang kondusif maka yang terwujud adalah sesuatu yang kondusif. Jadi menjawab pertanyaan apa yang akan dimurnikan dengan ikhlas? Tentunya adalah vibrasi, frekuensi dan energi kita. Bagaimana vibrasi, frekuensi dan energi kita bisa dimurnikan dengan ikhlas? Yang perlu kita sadari bahwa ada kesadaran dalam diri kita dan alam semesta. Vibrasi, frekuensi dan energi hakekatnya adalah nuansa kesadaran. Kesadaran defaultnya sudah murni dan tidak perlu dimurnikan lagi. Kesadaran yang ada dalam setiap diri dan alam semesta merupakan satu kesatuan. Kita hanya tinggal memilih hidup berkesadaran murni dan membiarkan segala sesuatu berjalan sesuai rancangan agung semesta. Maka kita akan ikhlas dengan sendirinya. Ini seperti kita menjelang tidur, kita hanya tinggal memilih untuk tidur dan membiarkan segala sesuatu berjalan seapaadanya. Maka kita akan tidur dengan sendirinya. Berusaha untuk tidur justru membuat kita semakin tidak bisa tidur.

Ada beberapa latihan untuk  ikhlas, baik untuk masa sekarang, masa lalu dan masa depan. Latihan ikhlas untuk masa sekarang, dengan memilih hidup berkesadaran murni, menikmati moment demi moment, sadar penuh hadir utuh, dan membiarkan segala sesuatu berjalan sesuai rancangan agung semesta di masa sekarang. Maka kemelekatan atas ego, keinginan dan hawa nafsu untuk dilihat, didengar, dihargai, dipuji atau mendapatkan balas budi orang lain akan lenyap. Latihan ikhlas untuk masa lalu dengan bertobat bila ada kesalahan, memilih hidup berkesadaran murni, menerima segala sesuatu yang telah terjadi di masa lalu dan melepaskan semuanya berjalan sesuai rancangan agung semesta. Maka alam semesta akan berjalan menuju kebaikan, menyeimbangkan kehidupan dan menegakkan keadilan. Adapun latihan ikhlas menghadapi masa depan yaitu dengan memilih hidup berkesadaran murni melepaskan kemelekatan / kontaminasi dari ego, keinginan dan hawa nafsu berikut endapan-endapan emosi yang menyertainya atas impian, cita-cita atau target tersebut. Contoh ketika kita berbisnis dengan keinginan membukukan laba Rp 1 M dalam periode 1 tahun. Semakin melekat dan memikirkan keinginan tersebut berarti telah melekat dengan keinginan. Keinginan tersebut justru tidak terwujud bahkan semakin jauh. Mengapa hal ini terjadi? Karena semakin melekat memikirkan keinginan semakin menegaskan bahwa apa yang kita inginkan itu tidak ada. Yang terpancar dalam vibrasi, frekuensi dan energi kita adalah tidak ada atau kekurangan. Dan akhirnya tidak ada atau kekurangan itu mewujud dalam realitas. Perlu disadari bahwa hal ini tidak hanya berlaku atas keinginan dalam laba bisnis. Hal ini juga berlaku atas keinginan atas jodoh, jabatan, rumah, kendaraan dan hal-hal lainnya. 

Yang perlu dipahami dan sadari bahwa keinginan atas impian, cita-cita atau target tersebut adalah suatu tanda kehidupan dan petunjuk arah untuk kita semakin baik dan memberi manfaat semakin besar bagi sesama. Secara fisika kuantum bila keinginan telah mengilhami kita berarti satu paket pula kita sebenarnya sudah diberikan kekuatan untuk mewujudkannya. Kita hanya perlu menyadari dan membiarkan manifestasi itu terjadi dengan mensyukurinya, banyak bersukacita, banyak berterimakasih atas karunia yang sudah ada dan melakukan pelepasan (expend energy) dengan menempa diri, mengoptimalkan segala potensi memantaskan diri menerima. Dengan bersikap ikhlas seperti ini peluang terwujudnya keinginan jauh lebih besar. Kita masuk ke zona keajaiban, bukan zona kerja keras. Energi yang dikeluarkan juga bersifat energi murni/tinggi (power), bukan energi kasar/rendah (force). Menarik penelitian yang dilakukan Spindrift Foundation selama 18 tahun (1975-1993) atas ratusan ribu pasien  untuk menilai efektivitas directed doa (sangat melekat pada keinginan, cenderung ingin mengatur/memerintah) versus non-directed doa (ikhlas, berharap yang terbaik dari alam semesta, cenderung mensyukuri yang ada) menemukan bahwa non-directed doa bekerja jauh lebih signifikan dibanding directed doa. Pada akhirnya ikhlas sejati adalah ketika kita menyadari sepenuh hati bahwa tidak semua keinginan kita terwujud demi keseimbangan kehidupan itu sendiri dan membiarkan semua terjadi sesuai rancangan agung semesta. (QS 11 : 45-47)

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah (QS 16 : 66) (QS 7 : 29) (QS 38 : 46) (QS 11 : 45-47)

Braden, Gregg, The Divine Matrix: Bridging Time, Space, Miracles, and Belief, Hay House Inc.; 1st edition (January 2, 2008) 

Flife Journals & Planners "If you want to find the secrets of the universe, think in terms of energy, frequency and vibration." Nikola Tesla Quote Notebook for Journaling, Independently published (April 15, 2020)

Lathif, Abdul, "Al Ikhlas Wasy Syirkul Asghar", Cet. I, Darul Wathan, Th.1412H

Luckman, Sol, "Conscious Healing: Book One on the Regenetics Method", Crow Rising Transformational Media  (October 16, 2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun