Tak dapat kita pungkiri, bahwasannya ekonomi syariah saat ini tengah berkembang secara masif, baik di tingkat nasional maupun internasional. Tidak terkecuali sektor perbankan syariah, yang ekspansinya dapat kita lihat semakin luas dalam beberapa dekade terakhir ini. Sebagaimana yang kita ketahui bersama juga, Indonesia merupakan salah satu negara dengan penganut agama islam terbesar di dunia. Oleh karena itu, potensi pasar dari ekonomi syariah juga sangatlah besar.Â
Namun di tengah perkembangan yang masif tersebut, bukan berarti ekonomi syariah tidak memiliki masalahnya sendiri. Selain faktor dari kurangnya literatur ekonomi dan keuangan syariah, kurangnya edukasi masyarakat dan belum adanya dukungan yang masif dari negara. Ekonomi memiliki problem atau ancaman yang nyata di depan mata, yaitu kasus kejahatan keuangan. Kita sederhanakan saja kasus kejahatan keuangan tersebut dengan istilah "Korupsi".
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2023
DIkutip dari databoks.katadata.co.id, Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia terbaru pada tahun 2023 mengalami penurunan yang sangat signifikan. Indonesia hanya mendapatkan skor 34 poin dan bertengger di posisi ke 115. Lalu, jika kita telaah lagi, maka dapat terlihat bahwa negara-negara yang memiliki Indeks Persepsi Korupsi yang tinggi adalah mereka yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Maka sebetulnya ini adalah sebuah ironi, di mana sebetulnya di dalam islam diajarkan terkait keadilan, kejujuran dan lain sebagainya termasuk juga korupsi.Â
Oleh karena itu yang penulis ingin kritisi adalah bagaimana korelasi antara Indeks Persepsi Korupsi yang tinggi tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia.Â
Kasus Korupsi yang Melibatkan Bank Syariah
Belum lama ini kita melihat berita bahwasannya, pada tahun 2022 sampai tahun 2024 telah terjadi kasus korupsi di Bank NTB Syariah. Kasus korupsi tersebut adalah penyalahgunaan uang Kredit Usaha Rakyat senilai 26.5 Miliar Rupiah.
Kita tarik lebih jauh lagi, pada tahun 2021 OJK juga menemukan kasus penyalagunaan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Syariah Indonesia (BSI) cabang Bengkulu. Kemudia pada tahun 2013, Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri (BSM) telah melakukan tindakan berupa kredit fiktif senilai 27 Miliar rupiah.
Bisa kita lihat dari kasus-kasus di atas, bahwasannya bank yang menyandang nama syariah sekalipun tetap tidak terlepas dari yang namanya korupsi. Â
Dampak Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Syariah
Setelah kita melihat kasus korupsi di perbankan syariah serta tingginya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia. Maka apa dampak dari kedua variabel tersebut terhadap ekonomi syariah yang sedang berkembang saat ini.Â
Yang pertama tentu saja dengan masifnya korupsi di Indonesia, akan menjadi suatu hambatan bagi ekonomi syariah untuk berkembang. Korupsi pada dasarnya memang akan menghambat pertumbuhan berbagai sektor ekonomi.
Kedua, dengan adanya kasus korupsi pada bagian tubuh dari ekonomi syariah, maka pandangan masyarakat terhadap ekonomi syariah juga akan menurun. Masyarakat akan menilai bahwasannya sesuatu yang "Dilabeli" kata syariah pun tidak menerapkan prinsip-prinsip syariah yang dasar.
Solusi Bagi Masalah-Masalah Tersebut
Menurut pendapat pribadi penulis ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengatasi hambatan dari pertumbuhan ekonomi syariah tersebut. Pertama kita perlu menggalakkan kegiatan anti korupsi secara masif terutama kepada generasi muda. Hal ini dilakukan untuk menuruntkan Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia Kedua, Edukasi terkait ekonomi syariah juga masih perlu ditingkatkan lagi. Ketiga, memperbaiki citra dari ekonomi syariah yang tercoreng tersebut. Kita harus mengedukasi masyarakat bahwa mereka-mereka yang melakukan tindakan korupsi itu hanyalah oknum, maka jangan men-generalisirnya.
Jadi pada intinya semuanya harus kembali kepada peningkatan edukasi masyarakat. Ketika masyarakat sudah teredukasi dengan baik. Maka diharapkan Indeks Persepsi Korupsi tersbut dapat turun dan secara tidak langsung juga akan memperbaiki citra ekonomi syariah serta membantu perkembangannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H