Mohon tunggu...
Mohammad Uwais Al Qorni
Mohammad Uwais Al Qorni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, Magang di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral

Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Program Studi Pembangkit Tenaga Listrik di Politeknik Negeri Jakarta. Magang di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Penuh Potensi EBT Kok Tidak Direalisasi, Kenapa?

27 Februari 2022   23:32 Diperbarui: 27 Februari 2022   23:36 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara garis besar, Sumber energi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sumber energi yang tidak dapat Diperbarui alias energi fosil, dan sumber energi terbarukan (EBT). Sumber energi tak terbarukan ini merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui alias dapat habis apabila dieksploitasi secara terus menerus. Contohnya adalah batubara, minyak bumi, gas alam, dan lain sebagainya.

Sedangkan energi terbarukan adalah sebuah kelompok energi yang kapasitasnya sangat melimpah di alam, dan juga tidak akan berakhir siklusnya hingga hancurnya alam semesta. Salah satu contohnya yaitu energi surya, angin, panas bumi, air, biogas atau biomassa, dan energi pasang surut air laut.

Energi terbarukan merupakan sebuah terobosan bagi sektor pembangkitan energi listrik. Salah satu dari energi terbarukan adalah energi surya, Indonesia diberi kelebihan atau karunia yaitu mendapat penyinaran matahari sepanjang tahun. Dan juga karena hanya memiliki dua musim, Indonesia tergolong konsisten dalam mendapat sumber energi mataharinya, yaitu sekitar 12 jam dengan jam efektifnya yaitu sekitar 6-8 jam. Sementara itu di negara lain yang terkadang di musim tertentu, misalnya musim dingin tidak mendapat matahari yang cukup, sehingga PLTS tidak cocok pada musim tersebut.

Website SOLARGIS, untuk melihat bagaimana potensi tenaga surya di negara tersebut.(https://solargis.com/)
Website SOLARGIS, untuk melihat bagaimana potensi tenaga surya di negara tersebut.(https://solargis.com/)

Berdasarkan website untuk melihat Global Horizontal Irradiation, yaitu SOLARGIS, Indonesia tergolong cukup berpotensi untuk memanfaatkan energi surya. Namun disamping Indonesia, terdapat negara lain yang tergolong berpotensi lebih tinggi untuk memanfaatkan energi surya, yaitu negara Mexico, Argentina, Arab Saudi, Afrika, China, dan Australia. Negara negara tersebut memiliki gurun yang sangat luas dan memiliki curah hujan yang minim. Sehingga apabila dimanfaatkan dengan baik yaitu dipasangkan atau dibangun sebuah PLTS, energi listrik yang didapat akan besar dan tergolong konsisten.

Potensi EBT di Indonesia (Sumber : https://www.esdm.go.id/)
Potensi EBT di Indonesia (Sumber : https://www.esdm.go.id/)

Bagaimana dengan kondisi energi terbarukan di Indonesia? Di Indonesia Keberadaan sumber daya alam energi terbarukan tergolong melimpah, bahkan apabila dibandingkan dengan negara manapun. Berdasarkan data yang diambil dari kementrian energi dan sumber daya mineral, potensi Indonesia untuk menyerap energi surya untuk dikonversi menjadi energi listrik yaitu sebesar 207,8 GW. Angka ini tergolong tinggi karena tidak semua negara memiliki potensi sebesar ini. Selain wilayah yang tergolong luas, tingginya angka tersebut juga karena Indonesia berada di garis khatulistiwa yang hanya memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Saat musim hujan mungkin produksi listrik PLTS akan semakin berkurang. Namun ketika musim kemarau tiba, matahari menyinari lebih lama daripada musim penghujan.

Perbandingan data energi listrik antar negara (Sumber: BP Statistical Review of World Energy and Ember (2021)) 
Perbandingan data energi listrik antar negara (Sumber: BP Statistical Review of World Energy and Ember (2021)) 

Berdasarkan data dari BP Statistical Review of World Energy and Ember (2021), tabel tersebut menunjukan bahwa Indonesia masih tergolong kurang dalam produksi listriknya. Apabila dibandingkan dengan negara Turki, sebagai saingan terdekat dalam produksi listrik, Indonesia masih kalah jauh jumlah produksi listriknya walaupun luas wilayah negara Indonesia lebih luas.

Apabila dibandingkan dengan negara yang luas wilayahnya hampir mirip dengan Indonesia yaitu negara Iran, produksi listriknya masih tergolong kurang sekitar 28 TWh selisihnya. Angka ini tergolong tinggi karena untuk meningkatkan sebesar 28 TWh membutuhkan banyak sektor energi untuk mencapai angka tersebut.

Dan apabila dibandingkan dengan negara India, yang konsumsi listriknya kurang lebih sama dengan Indonesia, produksi negara mereka jauh lebih tinggi. Dan produksi mereka pun tergolong mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi listriknya, sedangkan Indonesia masih tergolong kurang.

Mungkin kita boleh kalah dalam produksi listrik menggunakan coal atau batubara seperti yang dilakukan oleh India, namun kita harus tetap berusaha untuk mengejar produksi listrik yang lebih tinggi demi memenuhi kebutuhan listrik seiring bertambahnya industri. Karena ketika industri sudah semakin banyak, maka dapat dipastikan negara tersebut akan semakin maju nilai perekonomiannya.

Peta Transmisi dan Interkoneksi (Sumber : https://www.esdm.go.id/)
Peta Transmisi dan Interkoneksi (Sumber : https://www.esdm.go.id/)

Ketertinggalan Indonesia dalam produksi energi listrik dikarenakan oleh berbagai faktor, mulai dari sumber daya manusia yang belum matang, teknologi yang belum bisa sepadan dengan negara lain, sistem transmisi yang masih belum merata. Mengenai sumber daya manusia, mungkin dapat ditingkatkan melalui berbagai program beberapa diantaranya yaitu program GERILYA (Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya) bagi para mahasiswa, Society of Renewable Energy (SRE) yaitu organisasi atau program untuk mengajak masyarakat umum lebih terbuka dan mengetahui terhadap energi terbarukan, membuat pelatihan bagi fresh graduate untuk meningkatkan skill dan kualitas dalam hal berbau energi terbarukan, dan lain sebagainya.

Mengenai teknologi yang belum sepadan dengan negara lain, mungkin bisa dilakukan sebuah kerjasama antar negara misalnya antara Indonesia-Jepang. Jepang memberi pengetahuan teknologinya dalam pembangkit berbasis EBT kepada indonesia, lalu Indonesia bertukar benefit kepada Jepang agar menguntungkan kedua belah negara.

 Dan mengenai masalah sistem transmisi yang masih belum merata, hal ini dapat diatasi dengan adanya pembangunan akses terhadap daerah tersebut. Dengan diawali pembangunan akses, tentu akan memberi kemudahan dalam pemerataan transmisi dan pembangunan berkelanjutan lainnya. Oleh karena itu kemudahan akses terhadap suatu daerah, merupakan kunci agar pembangunan nasional dapat merata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun