Maka sejarah mencatat, orang-orang pribumi yang mempunyai hubungan "Simbiosis Mutualisme", juga harus adaptif terhadap apa yang diperkenalkan Kolonial, baik itu cara berpakaian, dan gaya hidup...
Juga tentang makanan yang dikonsumsi mereka, termasuk Tafelbrood alias roti tawar.
Prepare makanan ini, dengan dilapisi mentega dan toping sarikaya atau coklat meses, roti siap dihidangkan.
Saat itu kami tidak memakai sarikaya pabrikan atau meses, karena mahal, jadi membuat sendiri, terutama toping sarikaya.
Dengan adonan manipulatif (seolah-olah sarikaya original) seperti; campuran kuning telur, gula pasir, pasta vanila, santan kental, daun pandan serta sedikit garam, jadilah selai sarikaya olahan rumahan
Dahulu, kalau makan roti tawar tersebut, walaupun topingnya buatan sendiri, merasa kasta sosial terangkat menjadi tinggi, kalau sekarang bisa disebut "Pansos", karena makanan ini.
Begitu dalamnya rembesan penetrasi budaya, yang ditinggalkan oleh Pieter Both Gubernur Jenderal VOC yang pertama, dan Cum Suis (cs) nya terhadap Mentalitas Pribumi.
Paling tidak terhadap diri saya pribadi...
Tapi lidah ini tidak bisa ditipu...
Walau roti tawar olahan Komperta Karanganyar Balikpapan sangat berpengaruh terhadap selera makan saya saat itu, tetap cita rasa makanan tradisional tidak bisa hilang begitu saja.
Dan terbukti, saat saya pulang kampung, daftar menu wajib yang saya utamakan, dan saya catat di hp, adalah: Soto Banjar, Coto Makassar, Gula-gait, Pundut Nasi, dan banyak lagi makanan tradisional yang cita rasanya sangat menggoyang lidah.