"...tangan dan jari-jemari Firman disentuh Karmila dengan rasa "takut", takut karena alur cerita horor yang mencekam dalam film tersebut, menjadi pembenaran untuk melakukan getaran syahwat yang selama ini bergejolak dalam birahi!
Dengan hasrat yang membuncah pula terhadap Karmila, Firman balas mendekap seolah menjadi pelindung bidadarinya, dan...dalam bioskop yang gelap dan, dan...aaachh mulai imajinasiku menjadi liar lagi..."
Saat itu aku tersadar, aku kan sudah keluar dari lingkarannya...
Sebelum alur cerita dalam film itu tuntas, kami bertiga buru-buru keluar dari gedung, sekali lagi tindakan ini hanya untuk menjaga privasi mereka.
Sambil menunggu taksi dipinggir jalan, aku, Tigor dan Ben's ngobrol ringan tentang film tersebut.
Tapi setelah menyinggung Firman dan Karmila digedung bioskop tadi, kami sama-sama tersenyum, senyum yang tidak perlu diterjemahkan lagi...
Saat dirumah, waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Karena sebelum pulang kerumah, Ben's menepati janjinya untuk mentraktir makan di Restauran kesukaan keluarganya.
Malam itu dikamar tidur, aku tidak bisa menutup kelopak mata ini, padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua.
Imajinasi liar didalam gedung Bioskop terhadap mereka berdua, malah melekat terus dibenak ini. Ada rasa cemburu yang dalam, yang menusuk perasaan.
Cemburu yang terus menyiksa, tapi aku berusaha keras untuk menepis.Â
Ternyata memang tidak mudah untuk melupakan Karmila...