Runyamnya lagi, saat kenaikan kelas 2, ada anak pindahan dari Ujung Pandang, namanya Firman.
Firman memang laki-laki hebat, ganteng, badannya atletis, mirip Adi Bing Slamet dan seorang pegulat.
Akupun terkagum-kagum padanya.
Yang membuatku pusing tujuh keliling, kawan sekelasku ini juga menaruh hati dengan si dia. Iya, si dia yang kulitnya putih seperti batu pualam itu...dan Firman tidak mengetahui perasaanku saat itu.
Hampir setiap istirahat sekolah, Firman selalu mentraktirku makan dikantin, hanya untuk mengorek informasi tentang si dia.
Aku serba salah...
Yang paling membuat hatiku gundah-gulana, suatu saat, Firman menitipkan surat beramplop biru muda.
Bergambar sepasang kekasih, beraroma bunga mawar, untuk diberikan padanya.
Karena menurut Firman, aku adalah orang yang tepat untuk menyampaikan surat tersebut.
Pantas saja, waktu jam istirahat, hari itu aku ditraktir makan sepuasnya. Aku disuruh memilih apa saja yang aku suka.
Rupanya Firman ada maunya.
Dengan ketegaran hati, serta amanah dari kawan yang suka mentraktirku, kusampaikan surat beramplop biru tersebut kepada si dia.
Ditengah amplop biru itu bertuliskan...Buat 'Karmila'.
Dibelakang amplop...Dari 'Firman Zainal'.
Hatiku mengeluh, "Pasti isi surat ini tentang hubungan 'arus pendek'...antara mereka berdua!"