Maka selama dia memimpin, akan terjadi pembiaran dalam bentuk melawan hukum, yang dilakukan para pengusungnya sebagai balas budi.
Perpaduan berbagai kepentingan inilah, yang membuat rezim seperti ini kehilangan marwahnya.
Atau jangan-jangan, kita termasuk bagian dan ikut berperan dalam panggung sandiwara kolosal ini.
Jangan pula heran apalagi marah, dengan gonjang-ganjing dunia perpolitikan ditanah Gemah Ripah Loh Jinawi ini, jika banyak pemimpin yang ada, susah dipegang omongannya, pintar berkelit dan licin seperti belut.
Munculnya pemimpin seperti ini, harus kita terima dengan lapang dada.
Hitung-hitung untuk melatih kesabaran...
Bukankah kesabaran itu baik?
Bahkan kesabaran adalah anjuran agama yang harus kita taati.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, kekuasan yang didapat dengan cara batil, biasanya senang mendengar kalimat peng-'Agungan' terhadapnya, meskipun ucapan itu hanya untuk menjilat.
Dan marah dengan ujaran 'Kebencian', meskipun kalimat tersebut benar.
Karakter pemimpin seperti inilah, menjadikan mereka bersikap defensive ala 'Catenaccio', untuk mempertahankan kedudukannya yang diraih denga susah payah.
Kita mahfum, sebenarnya, apabila para pemegang kekuasaan yang mengatur masyarakat berjalan lurus, maka mayoritas masyarakatnya bisa tenang dan bahagia.