Pada saat menghadiri Halal Bi Halal Aktivis 98 se-Indonesia di Grand Ballrom Puri Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Minggu (16/6/2019). Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah memastikan akan siap mengambil keputusan "gila" pada periode kedua pemerintahannya.
Asalkan, keputusan "gila" itu memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara Indonesia. "Saya dalam lima tahun ke depan Insya Allah sudah tidak memiliki beban apa-apa. Jadi, keputusan-keputusan yang gila-gila, keputusan yang miring-miring, yang itu penting untuk negara ini, akan kita kerjakan," tegas Jokowi.
Kosa kata "gila" dalam pernyataan ini sarat akan makna. Pernyataan yang penuh dengan rasa komitmen tinggi ini juga memberi nafas segar bagi kita semua, terutama bagi kemajuan Indonesia ke depannya. Mari kita telaah arti sesungguhnya!.
Jika membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan mencari kata "Gila", kita akan menemukan salah satu maknanya adalah tidak biasa, tidak sebagaimana mestinya, berbuat yang bukan-bukan atau tidak masuk akal.
Nah, jika kita kaitkan dengan wacana Presiden Jokowi yang ingin meletakkan menteri muda atau menteri milenial di dalam kabinetnya, tentu ini bukan hal yang biasa. Bahkan, mungkin pertama dilakukan di Indonesia.
Jajaran menteri saat ini saja (Kabinet Kerja), usianya rata-rata 54 tahun. Puan Maharani dan Imam Nahrawi merupakan dua menteri dengan usia termuda saat mereka ditunjuk jadi menteri, dengan usia 41 tahun. Adapun menteri yang berusia paling tua saat dilantik adalah Wiranto, 69 tahun.
Jadi, dalam hal ini Jokowi seakan keluar dari pakem, keluar dari kebiasaan, sehingga wacana menteri muda ini menjadi pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.
Sebenarnya, kondisi semacam ini juga dialami oleh Mahathir Mohamad setelah menunjuk dua menteri milenialnya, yaitu Syed Saddiq serta Yeo Bee Yin.
Pro dan kontra di tengah masyarakat juga terjadi karena mempermasalahkan faktor usia. Saddiq dilantik pada usia 25 tahun sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Sedangkan Yeo Bee Yin jadi Menteri Energi, Teknologi, Sains, Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup, Malaysia di usianya 35 tahun.
Jika membandingkan kondisi di Malaysia saat itu dengan kondisi saat ini di Indonesia, nampaknya tak jauh beda. Keputusan atau pun wacana untuk menunjuk menteri baru sama-sama menuai pro-kontra. Namun, nyatanya di Malaysia dan beberapa negara lain yang memiliki menteri muda, terbukti berhasil mengemban amanahnya.
Oleh karena itu, konklusi dari kasus ini adalah kemungkinan besar wacana untuk menggaet menteri milenial merupakan salah satu keputusan "gila" pertama yang dibikin oleh Presiden Jokowi untuk memperbaiki kabinet dan Indonesia ini.Â