Strategi "Membumikan" Moderasi Beragama di Madrasah[1]
Â
(Artikel in dimuat di MPA Jawa Timur edisi 73/448/2024)
Â
Indonesia merupakan sebuah negara yang penduduknya beragam, baik dari sisi kepercayaan dan agama yang dianut, dari sudut ras, kesukuan, budaya dan tradisi. Menyadari fakta keragaman ini, maka sudah tepat manakala semboyan nasional kita berbunyi Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman ini pada satu sisi merupakan anugerah kekayaan yang harus kita syukuri, tetapi pada sisi lain juga bisa berpotensi memecah persatuan kita sebagai bangsa dan negara. Oleh karena itu keragaman ini perlu kita kelola dan rawat dengan sebaik-baiknya.
Â
Urgensi merawat persatuan bangsa dan menyiapkan generasi penerus yang dapat mempersatukan sebagaimana diurai di atas perlu dilakukan dikarenakan ada beberapa fenomena yang perlu kita waspadai, antara lain, (1) berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem) yang mengesampingkan martabat kemanusiaan, (2) berkembangnya klaim kebenaran subjektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik memicu konflik, (3) berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI[2]. Â
Â
Fenomena tersebut menyiratkan pentingnya menanamkan moderasi beragama dalam berbagai lini kehidupan. Kita tahu dan paham bahwa Indonesia bukan negara agama tapi kita harus tahu dan paham bahwa Indonesia adalah negara yang warganegaranya sangat menjunjung tinggi religiusitas. Oleh karena itu penanaman moderasi beragama memiliki peran yang signifikan untuk merawat Indonesia yang damai dan toleran serta ramah terhadap kearifan lokal.
Â
Madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memiliki peran besar untuk menyiapkan generasi penerus bangsa yang dapat mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu madrasah harus menjadi "Kawah Candradimuka" untuk membina dan menggembleng peserta didik penerus bangsa agar memiliki sikap tasamuh dan tawassut dalam kehidupan pribadi, kemasyarakatan serta kehidupan berbangsa dan bernegara.
Â
Tulisan ini berikhtiar memberikan kontribusi pemikiran bagaimana "membumikan" moderasi beragama di lingkungan madrasah. Diharapkan dengan adanya sumbangsih pemikiran strategi "penyemaian" moderasi beragama di tingkat madrasah dapat menjadi salah satu alternatif untuk diterapkan di madrasah atau paling tidak dapat memperkaya khazanah moderasi beragama di madrasah.
Â
Penerapan moderasi beragama di madrasah sebenarnya bukanlah hal yang baru. Empat tahun yang lalu Kementerian Agama sudah menerbitkan Kepdirjen Pendis Nomor 7272 tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Moderasi Beragama Pada Pendidikan Islam. Namun nampaknya kebijakan ini belum mendapatkan sambutan yang semestinya di level bawah (baca:madrasah). Berbeda halnya dengan kebijakan yang lain yang juga digagas Kementerian Agama seperti produk sertifikat halal yang sudah menyentuh akar rumput. Oleh karena itu kebijakan implementasi moderasi beragama di level madrasah harus diapresiasi dan dikawal dengan baik sehingga dapat terlaksana sebagamana diharapkan.
Â
Secara yuridis dan konseptual sebenarnya moderasi beragama sudah matang untuk dilaksanakan. Melalui Kepdirjen Pendis sebagaimana disebutkan di atas dinyatakan bahwa lembaga pendidikan di lingkungan Kementerian Agama diarahkan untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki kompetensi memahami prinsip-prinsip agama Islam yang mana pemahaman keagamaan tersebut terinternalisasi dalam diri peserta didik, sehingga nilai-nilai agama menjadi pertimbangan dalam cara berpikir, bersikap dan bertindak untuk menyikapi fenomena kehidupan ini. Selain itu, peserta didik diharapkan mampu mengekspresikan pemahaman agamanya dalam hidup bersama yang multikultural, multietnis, multipaham keagamaan dan kompleksitas kehidupan secara bertanggungjawab, toleran dan moderat dalam kerangka berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945[3].
Â
Untuk menindaklanjuti kebijakan di atas, pihak madrasah perlu melakukan beberapa kebijakan teknis antara lain strategi struktural dan strategi operasional teknis. Dua pendekatan ini sebenarnya ibarat permukaan mata uang yang dapat dibedakan, namun dalam pelaksaaannya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena bersifat prosedural berkelanjutan. Dengan kata lain, Â pendekatannya dimulai dari strategi struktural yang kemudian ditindaklanjuti dengan strategi operasional teknis.
Â
Adapun yang dimaksud dengan strategi struktural adalah adanya pelembagaan moderasi beragama di tingkat madrasah melalui program dan kebijakan yang mengikat. Dalam hal ini madrasah seharusnya membentuk Teamwork Moderasi Beragama yang dikuatkan dengan Surat Keputusan Kepala Madrasah yang dilengkapi dengan tugas pokok dan fungsi teamwork moderasi beragama. Dengan adanya pelembagaan moderasi beragama semakin memudahkan kita untuk mengimplementasikan moderasi beragama, setidaknya ada parameter yang lebih terukur sejauhmana moderasi beragama di madrasah ini terimplementasikan.
Â
Setelah tim ini terbentuk dilanjutkan dengan pembekalan dan sosialisasi moderasi beragama untuk menyamakan pemahaman dan persepsi mengenai hal tersebut. Selanjutnya tim merumuskan program dan kebijakan di tingkat madrasah. Pelaksanaan atas program dan kebijakan yang digagas oleh teamwork inilah yang kemudian diistilahkan dengan strategi operasional teknis.
Â
Adapun bentuk strategi operasional teknis yang dapat dilakukan antara lain (1) Sosialisasi moderasi beragama yang sasarannya pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, komite madrasah dan orang tua siswa. Sosialisasi gagasan, pengetahuan dan pemahaman moderasi beragama penting untuk disampaikan kepada warga madrasah agar tidak terjadi kesalahpahaman. (2) Writing contes tentang moderasi beragama yang dapat diikuti oleh seluruh lapisan peserta didik. Kontes menulis ini dapat dapat berupa cerpen, komik, esai, opini, artikel, video pendek dan lain-lain.(3) Festival moderasi beragama. Madrasah dapat menginisiasi momen tertentu untuk menyelenggarakan pesta besar atau acara meriah yang ber-tema-kan moderasi beragama. Festival tersebut merupakan kegiatan pameran, promosi dan unjuk kreativitas peserta didik terkait moderasi beragama. (4) Pengangkatan duta moderasi beragama di kalangan peserta didik. Duta moderasi beragama merupakan sosok yang diharapkan dapat menjadi bagian terdepan dalam memahami, memperkenalkan, menjadi publik figur dan agent of change terkait moderasi beragama. (5) Memastikan pendidik melakukan insersi (penyisipan) muatan moderasi beragama dalam setiap materi yang relevan. Sebenarnya KMA nomor 184 tahun 2019 sudah mengamanatkan bahwa setiap guru mata pelajaran wajib menanamkan nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan karakter dan pendidikan anti korupsi kepada peserta didik. Penanaman nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan karakter, dan pendidikan anti korupsi kepada peserta didik bersifat hidden curriculum dalam bentuk pembiasaan, pembudayaan dan pemberdayaan dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi penanaman nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan karakter dan pendidikan anti korupsi kepada peserta didik di atas tidak harus tertuang dalam administrasi pembelajaran guru (RPP), namun guru wajib mengkondisikan suasana kelas dan melakukan pembiasaan yang memungkinkan terbentuknya budaya berfikir moderat dalam beragama, terbentuknya karakter, dan budaya anti korupsi, serta menyampaikan pesan-pesan moral kepada peserta didik. Kata kuncinya terletak pada kata "memastikan" yang dapat dibuatkan beberapa indikator sebagai alat ukur keterlaksanaan insersi muatan moderasi beragama.
Â
Kepala madrasah sebagai penanggung jawab Teamwork Moderasi Beragama perlu dan harus melakukan monitoring dan evaluasi secara periodik. Keberadaan monev ini penting dilakukan untuk memastikan efektivitas dan efisiensi lembaga dimaksud. Disamping itu, dengan adanya kegiatan monev, kepala madrasah dapat menindaklanjuti program dan kegiatan tersebut dalam bentuk pengembangan ke arah yang lebih baik.
Â
Pada akhirnya dapat ditegaskan bahwa kesuksesan sebuah program dan kebijakan tidak berdiri sendiri. Oleh karena itu penguatan moderasi beragama harus dilihat sebagai tanggung jawab bersama. Moderasi beragama tidak mungkin berhasil kalau hanya dilakukan oleh perorangan atau institusi an sich. Ada banyak faktor yang berinteraksi dan saling mempengaruhi. Oleh karenanya penguatan moderasi beragama harus dilakukan secara holistik dan komprehensif dengan melibatkan beberapa pihak baik internal madrasah maupun eksternal madrasah. Wallahu a'lam bish shawab. Â Â Â Â Â
Â
  Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H