Sedangkan para imigran gelap, termasuk juga pengungsi, pada dasarnya merupakan sekumpulan orang bertujuan sama yang tidak mampu (atau tidak mau) menempuh jalur legal dan lebih memilih mengambil "shortcut" untuk mencapai negara tujuan walau mereka tahu akan konsekuensi hukum yang mereka hadapi atas ketidakjelasan status mereka nantinya.Â
Mereka tidak hirau akan apa yang kemudian akan terjadi sebab bagi mereka yang terpenting adalah membawa raga mereka ke negara tujuan dan meninggalkan negara asal sesegera mungkin. Hal ini menyulitkan negara penerima untuk memfilter mana pengungsi yang jujur hendak mendapat tempat yang lebih layak untuk melanjutkan hidup dan mana yang merupakan free-rider oportunis yang hanya ingin memanfaatkan gerbong kereta pengungsian massal demi keuntungan pribadi atau bahkan disusupi kepentingan kelompoknya.
Secara subjektif kita dapat memberikan sentimen bahwa imigran gelap, terlepas apapun tujuannya, juga telah melakukan usaha besar sehingga patut disambut sebaik mungkin.Â
Namun dari perspektif hukum secara objektif menunjukkan bahwa contoh kecil, tapi juga hal mendasar, yang membedakan imigran legal dengan non-legal adalah pada kelengkapan dokumen dan cara memasuki wilayah negara tujuan, maka terlihat bahwa para imigran gelap adalah sekumpulan orang dengan "effort" yang lebih sedikit dalam pemenuhan kewajiban atas ketentuan imigrasi yang berlaku pada negara tujuan namun mengharapkan hasil yang sama persis dengan yang didapatkan para imigran legal yang memang sah.
Pada akhirnya wawasan dan pengalaman akan membentuk opini dan judgement pada setiap persoalan.Â
Sekian.
Salam,
R. Moh. Rizki Luthfiah Aziz, S.H.Int.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H