Mohon tunggu...
Mohammad Khalil
Mohammad Khalil Mohon Tunggu... -

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2013

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ning

11 Desember 2014   09:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:33 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“ Dasar orang miskin! Babu sialan! Kurang ajar! Udik! Bodoh! Gak tahu diri! Gak tahu terima kasih! Makanya kamu melarat!” cerosos Bu Yos.

“ Belum juga kerja di rumahku, sudah bikin susah. Bikin rugi bisnisku. Buang-buang waktu. Kamu kira gak capek pulang pergi Batu – Jayapura hanya untuk jemput babu sepertimu! Kamu kira murah biaya pesawat dari sini ke sana!” suara Bu Yos semakin menghalilintar dan terasamenyambar-nyambar telinga Ning.

“ Kamu kira gampang cari uang! Kamu kira uang bisa datang sendiri! Kamu kira ini perusahaan nenek moyangmu! Cari uang itu susah! Tidak gampang! Sehari ini puluhan juta uangku kau buang percuma. Aku tidak mau tahu. Pokoknya kau harus menggantinya. Mulai sekarang sampai selama lima tahun ke depan, kamu harus bekerja di Jayapura tanpa kubayar! Dasar babu sialan!” hardik Bu Yos yang beranjak meninggalkan Ning sambil mendorong kepala Ning, hingga hampir terjungkal. Bu Yos masuk kamar tidur mewahnya.

Air mata Ning mengalir deras di pipi kusamnya. Badannya berguncang hebat. Wajahnya pun kian merah gelap, menahan sesak dada karena penghinaan dan beban yang harus ditanggungnya. Terbayang wajah bapaknya yang tergolek lemah karena TBC. Terbayang wajah adik-adiknya yang kelaparan.

Rasa bersalah dan beban yang begitu besar membuat Ning merasa terpuruk. Dengan lunglai dan langkah gontai, Ning beranjak menuju kamarnya. Pikirannya melayang. Andai Bapaknya sehat. Andai Ibunya tidak mati karena tertular penyakit Bapaknya. Andai dia tak punya adik. Andai orang tuanya kaya. Andai takdirnya bagus. Andai Tuhan adil. Andai... Astaghfirulloh. Cepat Ning tersadar. Bahwa dirinya telah menjadi orang yang menyesali keputusan Tuhannya. Tangis Ning kian menjadi. Sekarang bukan karena amarah Bu Yos ataupun beban yang menyesakkan dadanya. Tapi karena dia takut pada Tuhannya. Takut jika Tuhan benar-benar menjauhinya. Takut jika Tuhan benar-benar marah padanya. Ketakutan yang sangat beralasan. “ Ampuni aku, Tuhan. Ampuni aku, “ tangis Ning pun meledak di atas bantal.

Sementara itu...

Di kamar, Bu Yos masih belum bisa meredakan amarahnya sendiri. Dalam hatinya hanya ada seribu penyesalan. Mestinya dia tidak mencari pembantu yang masih anak-anak. Masih bau kencur. Masih belum pecah pikirannya. Tidak mengerti sopan santun, karena tidak mengenyam pendidikan dengan sempurna. Hanya kelas 5 SD. Malu-malu. Seperti kebanyakan anak kampung yang ada di pelosok-pelosok. Udik.

Malu yang kadang tak masuk akal. Malu yaang bisa membawa bencana bagi orang lain. Termasuk Bu Yos. Seperti yang terjadi tadi pagi. Ketika perjalanan menuju bandara Juanda. Perut Ning mulas, karena AC mobilnya. Beberapa kali tercium aroma busuk di dalam mobilnya. Saat ditanya, Ning hanya menggelengkan kepala. Takut dan malu mengakui keadaannya.

Tapi lama kelamaan, Ning tak tahan dengan perutnya. Antara malu, takut, dan perut mulasnya, Ning BAB di celananya. Tidak berhenti sampai di situ. Ning juga mengotori jok mobilnya yang terbuat dari wol. Sungguh menjengkelkan. Tak ada jalan lain kecuali menyuruh si Arjo, sopirnya, untuk mencari toilet di SPBU terdekat. Sayangnya, yang dicari tak kunjung ketemu. Sedangkan Ning tak bisa lagi menahan mulas di perutnya. Karena situasi yang menjijikkan ini, Bu Yos yang sudah pusing, jengkel, dan marah, akhirnya muntah di dalam mobil. Suasana semakin kacau. SiArjo juga kena getahnya. Huft.

Menyesal. Begitu yang ada dalam pikiran Bu Yos. Andai dia mencari pembantu yang sudah cukup umur, tentu dia tidak akan kehilangan uang yang jumlahnya hampir sembilan puluh juta rupiah. Dia juga tidak akan kehilangan kepercayaan dan peluang bisnis dengan rekanannya yang sudah terjalin sejak lama di Jayapura. Dia juga tak akan kehilangan uang untuk membersihkan jok mobilnya. Dan tentu saja, dia tak akan kehilangan uang untuk tiket pesawat Surabaya – Jayapura. Ini semua karena babu kecil sialan itu.

Sambil tiduran di kasurnya yang empuk, Bu Yos mencoba menghidupkan home teater di kamarnya. Hatinya yang resah bercampur marah, membuatnya tidak begitu konsentrasi menikmati sajian channel-channel televisinya. Beberapa kali jarinya memencet tombol-tombol channel. Baginya semua acara tidak ada yang menarik. Hambar. Membosankan.

Capek mengganti-ngganti channel, akhirnya Bu Yos menghentikan pada sebuah stasiun televisi. Dibiarkannya acara di stasiun itu berlangsung tanpa dilihat. Pikirannya masih melayang pada untung yang melayang dalam sekejap. Kerugian yang besar. Tak ada yang bisa mengganti kerugiannya, kecuali si Ning harus membayarnya dengan tenaganya selama lima tahun tanpa dibayar. Bu Yos terus menyesali nasibnya.

Selang beberapa saat, Bu Yos tanpa sengaja melihat ke televisinya. Stasiun yang dihidupkan itu ternyata sedang menyiarkan sebuah berita tentang kecelakaan pesawat. Sejenak Bu Yos berusaha memperhatikan berita di televisinya. Betapa kagetnya Bu Yos, ketika mengetahui bahwa pesawat yang mengalami kecelakaan itu berangkat dari bandara Juanda menuju Jayapura.

Mata Bu Yos terbelalak menyaksikan siaran kecelakaan pesawat itu. Diberitakan oleh penyiarnya, bahwa seluruh penumpang di pesawat yang mengalami kecelakaan itu diperkirakan tidak ada yang selamat. Pesawat itu mengalami kecelakaan karena dihantam badai di atas perairan Maluku.

Bu Yos bangkit. Berjalan dengan tergesa-gesa menuju meja riasnya. Lalu cepat diambilnya tasnya yang berisi tiket pesawatnya. Kemudian segera dicocokkannya tiket pesawatnya dengan nomor lambung pesawat yang kecelakaan itu. Jantung Bu Yos serasa copot. Nomor itu cocok. Bu Yos terduduk lemas di pinggir tempat tidurnya. Berbagai perasaan berkecamuk dalam pikiran dan hatinya. Air matanya tanpa dikomando, segera berhamburan keluar, mengalir melintasi pipinya yang putih. Perasaan senang, sedih, dan menyesal bercampur menyesakkan dadanya.

Perasaan senang karena selamat dari kecelakaan. Andai tadi pagi perjalanannya menuju bandara Juanda lancar, tentu sekarang Bu Yos telah menjadi mayat. Bagaimana dengan anak semata wayangnya yang masih balita yang ada di Jayapura? Bagaimana dengan mamanya yang sedang sakit? Siapa yang akan merawatnya? Bagaimana dengan perusahaannya yang mulai berkembang pesat?

Sedih, menyesal, dan rasa bersalah karena telah memaki-maki Ning, pembantunya yang baru sehari bekerja untuknya. Bu Yos juga merasa bersalah karena telah melecehkan Ning. Membuatnya malu dan tidak berharga. Membuatnya seperti sampah. Bu Yos juga merasa sangat egois dengan hanya memikirkan kepentingan pribadinya. Tidak melihat penderitaan Ning dan keluarganya.

Ning, gadis kecil yang telah menyelamatkan nyawanya, mestinya tak pantas menerima caci maki dan perlakuan kasarnya. Ning adalah gadis kecil bernasib malang, yang mestinya mendapat uluran tangannya. Bu Yos benar-benar merasa bersalah pada gadis kecil yang dikatakannya sebagai babu sialan. Ternyata babu sialan inilah yang telah menyelamatkannya.

Ning telah membuat Bu Yos sadar, bahwa kehidupannya yang dilaluinya sekarang adalah dunia yang semu. Yang hanya melihat kebahagiaan dari banyaknya uang dan harta yang dimiliki seseorang. Kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan sesaat. Kebahagiaan yang tak lebih berharga dari nyawanya.

Air mata Bu Yos semakin membanjiri pipinya. Dengan segera Bu Yos bangkit dari duduknya. Setengah berlari, Bu Yos bergegas menuju kamar Ning. Ada hal penting yang harus dibicarakan dengan Ning. Segera. Minta maaf. Sungguh-sungguh minta maaf. Dan niatnya mengadopsi Ning menjadi anak angkatnya. Rencananya mengembalikan Ning pada dunianya yang sesungguhnya. Dunia sekolah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun