Mohon tunggu...
Mohammad iqliya putra
Mohammad iqliya putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menulis beberapa tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apasih Hukum Perdata Islam di Indonesia Itu?

29 Maret 2023   22:43 Diperbarui: 29 Maret 2023   23:06 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum perdata islam di indonesia merupakan hukum yang berkaitan dengan Hukum keluarga, seperti hukum perkawinan dan perceraian, hukum kewarisan, hukum wasiat dan hukum wakaf  ada juga yang berkaitan dengan  Hukum bisnis seperti hukum jual beli, hukum utang-piutang, hukum sewa-menyewa, hukum upah-mengupah, hukum mudharabah, hukum musyarakah, hukum muzara'ahdan lain lain, hukum perdata ini menjadi hukum positif yang telah di tetapkan oleh oleh kepemerintahan atau pengadilan di indonesia.

Adanya hukum perdata di indonesia juga di karenakan banyaknya seseorang yang berhubungan satu sama lain untuk menata kehidupan agar tetap menjalankan kehidupannya dengan ketentuan-ketentuan yang tidak menyeleweng, hukum perdata ini sangat di butuhkan. Di indonesia mempunyai beberapa yang hukum perdata yang di kelompokkan yaitu:

  • Hukum Perdata Adat, hukum perdata ini merupakan hukum yang menjadi ketentuan- ketentuan untuk kelompok adat yang memiliki kelainan maksud dengan kepentingan-kepentingan perseorangan.
  • Hukum Perdata Eropa, di dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 terdapat hukum yang mengatur tentang kepentingan bangsa indonesia dan bangsa eropa.
  • Hukum Perdata Bersifat Nasional, merupakan ketenuan hukum untuk individu dengan masyarakat indonesia.
  • Hukum Perdata Materil, yaitu ketentuan hukum yang mengatur kepentingan individu sepertiHukum Kekayaan Hukum Waris dan Hukum Keluarga.

Seperti penjelasan di atas pernikahan juga berada dalam lingkup hukum perdata, dalam konteks perkawinan ini ada beberapa  yang membahas tentang tentang hukum perkawinan dalam islam maupun hukum perkawinan dalam UUD.

UU 1 Tahun 1974 dan KHI Mengenai Prinsip Perkawinan

Dalam UU no.1 1974 perkawinan dan KHI, nash Al-qur'an menjadi acuan dalam  terbentuknya hukum tersebut. Dalam perkawinan mempunyai tujuan yang menjadikan keluarga yang sakinah mawadah dan warahmah, dalam perkawinan juga harus saling melengkapi antara kedua pasangan, dalam Al-qur'an juga menegaskan bahwa seorang istri adalah baju untuk suaminya, suami harus mengayomi istirnya dan menghargai satu sama lain. 

Prinsip perkawinan dalam UU No 1 tahun 1974 harus adanya persetujuan dari kedua pihak, lalu memberikan mahar sebagai bentuk peminangan dan harus di saksikan oleh 2 orang yang di ambil dari pihak laki laki dan juga perempuan. Dari perkawinan yang telah berlangsung akan menjadikan sebuah keluarga, keluarga-keluarga inilah yang akan tercipta sebuah negara.

Tidak tercatatnya berdampak secara sosiologis, religious dan yuridis, maka pencatatan pernikahan itu penting 

  • Secara sosiologis dampak yang akan terjadi kepada seseorang yang tidak mencatatkan perkawinannya akan menjadikan anggapan masyarakat bahwa luas hubungan yang di jalaninya merupakan hubungan zina, jika memang pernikahannya itu sah seperti nikah siri masyarakat akan mengaggap bahwa dilaksanakannya pernikahan tersebut terjadi karena adanya kecelakaan (berhubungan di luar nikah) yang di alami oleh pasangan, prasangka buruk dari masyarakat akan menjadikan rasa malu tersendiri.
  • Religius, walaupun dalam agama pernikahan yang tidak di catatkan tetap menjadikannya pernikahannya sah akan tetapi sebagian ulama menegaskan bahwa mencatatkan pernikahahan kepada pihak yang berwenang itu di haruskan karena sebagai pencegah terhadap hal-hal negatif atau anggapan negatif yang akan menyusahkan diri kita sendiri.
  • Yuridis, dalam konteks ini pernikahan yang telah dilaksanakan akan di anggap tidak sah jika tidak di catat di KUA atapun KCS (untuk agama selain islam) warisanpun akan terhalang, bukan hanya warisan harta gono gini jika terjadi perceraian pun juga tidak berhak di berikan, pemerintah juga memberikan hukuman kurungan satubulan ataupun denda jika tidak mencatatkan pernikahannya.

oleh karena itu pencatatan pernikahan sangatlah penting untuk suatu keluarga, pencatatan ini merupakan suatu usaha demi menjadikan keluarga yang aman,nyaman dan tentaram.

Menikah saat hamil menurut ulama dan KHI

Dalam menikahi wanita hamil ada perbedaan antara berbagai pendapat ulama dan KHI.

  • dalam pasal 53 KHI berisi
    • wanita yang sedang hamil hanya boleh dinikahi oleh pria yang telah menghamilinya.
    • dilangsungkan pernikahan setelah lahirnya anak tersebut dan dapat juga dilangsungkan pernikahan saat sedang hamil dan tidak perlu di ulangi perkawinannya kembali saat wanita telah melahirkan.
  • Madzhab Syafiiyah
    ulama Syafi'yah berpendapat bahwa wanita yang hamil tetap boleh dinikahi oleh siapapun, baik yang menghamilinya ataupun tidak, karena menurut Ulma Syafi'iyah wanita hamil karena zina bukanlah wanita yang haram untuk dinikahi adapun dalam maslah akad tetap di hukumi sah.
  • Madzhab Hanafiyah
    menikah dalam keadaan hamil masih di pandang sah karena tidak terikat dalam perkawinan orang lain.
  • Madzhab Malikiyah
    wanita yang telah terbebas dalam masa idah dan telah bertaubat dari zina boleh dinikahi.
  • Madzhab Hanabilah
    jika yang menikahi bukan yang menghamilinya maka tidak di perbolehkan menikah, kecuali masa idahnya sudah habis dan telah bertaubat dari perbuatan zina.

Menghindari Perceraian

perceraian adalah perbuatan yang tidak di sukai oleh Allah, Rasulallah juga pernah bersabda jika melakukan percerain dengan tanpa alasan yang benar-benar  maka diharamkan aroma surga baginya. untuk menghindari perceraian kita harus saling menjaga komunikasi yang baik dengan sesama,karena komunikasi merupakan hal yang penting untuk memaparkan rasa sayang terhadap pasangannya, kita juga harus saling menghargai kekurangan yang di miliki pasangan.

Adanya pernikahan bertujuan untuk saling melengkapi,tidak ada manusia yang sempurna mereka mempunyai kekurangnnya masing masing, sebagai pasangan "saling menghargai" merupakan kewajiban agar tidak terjadinya pertengkaran yang menimbulkan perceraian. 

Selain itu mengkontrol egois kita juga perlu dalam menjalani hubungan pernikahan, tingginya egois memicu terjadinya pertengkaran dan bisa juga melakukan tindak kekerasan. hablu minannas saja tidak cukup, kita harus mengimbangingi dengan Hablu minallah dengan cara berdoa, Doa juga bisa menjadi Support terhadap usaha kita, Ridha Allah sangatlah penting bagi manusia yang lemah, tidak akan ada kelancaran apabila Allah tidak meridhai tindakan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun