Mohon tunggu...
Mohammad Ikhya
Mohammad Ikhya Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan esais muda

Mohammad Ikhya Ulumuddin Al Hikam. Penulis merupakan mahasiswa jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir. Kecenderungan tulisannya seputar tentang diskursus publik, sosio-politik, dan otoritas keagamaan. Coretan yang lain juga bisa dilihat di website: fkmthi.com; tsaqafah.id; nu online, dll.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Menciptakan Rumah yang "Edukatif" bagi Anak

20 Juli 2022   23:11 Diperbarui: 2 Agustus 2022   16:47 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: orami.co.id

Menciptakan Rumah yang "Edukatif" bagi Anak

Orang tua adalah aktor utama yang akan membentuk dan menentukan perkembangan anak ke depan, tentang bagaimana ia bertumbuh secara sehat. Peranan orang tua dalam konteks ini begitu penting dan strategis mengingat sebagian besar waktu usia dini anak senantiasa dihabiskan bersama dengan orang tua. Orang tua, karena itu, sering disebut sebagai sekolah atau guru pertama bagi anak-anaknya.

Para ahli mengatakan, masa lima tahun pertama merupakan masa paling cepat (crucial phase) bagi proses pertumbuhan anak (Jurnal Raudhah, 2016, 4.2). Pada usia 0-2 tahun, perkembangan otak anak akan mencapai prosentase 70 hingga 80% (Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 2013, 7.2: 82). Karenanya, orang-orang sering menyebut fase ini sebagai "golden age period" atau periode keemasan bagi anak. Pada fase ini, tidak ada orang yang paling berarti dalam kehidupan seorang anak selain orang tuanya.

Melihat betapa pentingnya mengawal masa emas bagi anak tersebut, maka orang tua diharapkan mampu memanfaatkannya sebaik mungkin untuk mengasuh, merawat dan mengarahkannya. Pada fase inilah anak perlu dikenalkan kepada hal-hal dan aktivitas yang positif dan konstruktif, salah satunya adalah kebiasaan membaca.

Dalam penelitian dikatakan, bahwa aktivitas membaca yang dilakukan secara intens dapat membantu meningkatkan daya berpikir seseorang terutama pada anak di usia dini (Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam, 2019, 3.01: 10-24). Karena di dalam membaca, otak kita terlatih melakukan tiga hal sekaligus, yaitu; proses input, pengelolaan hasil input, dan memahami poin-poin pentingnya di dalam kehidupan sehari-hari secara praktis.  Di dalam proses ini, indra maupun saraf otak akan saling terhubung dan bekerja. Untuk itu, tulisan pendek ini hendak memberi sedikit penjelasan tentang manfaat dan cara membiasakan membaca agar menjadi bagian dari upaya parenting education (pendidikan orang tua) dalam mengawal tumbuh kembang sang anak.

Manfaat Membiasakan Anak Membaca pada Usia Dini

Manfaat dari menghadirkan buku dengan cara membiasakan membaca buku di dekat atau bersama anak di antara lain sebagai berikut:

  • Melatih kemampuan berpikir dan daya imajinasi anak

Dalam penelitian yang diterbitkan oleh Pediatrics, anak yang telah diakrabkan dengan tradisi membaca, memiliki tingkat aktivasi lebih besar dan signifikan daripada anak yang tidak terbiasa membaca. Dengan kebiasaan membaca, saraf otak akan mengaktifkan integrasi multisensor dan menstimulasi ketajaman otak terhadap suara-suara serta objek-objek visual. Karena signifikansi inilah, membaca, sangat penting dibiasakan sejak kecil.

  • Membangun kemampuan dan keterampilan komunikasi anak

Membiasakan membaca buku bersama anak setiap hari dapat membantunya untuk lebih menguasai bahasa serta keterampilan komunikasi. Hal ini dikarenakan membaca buku, terutama pada masa-masa pertumbuhan lima tahun pertama, dapat merangsang bagian saraf otak yang memungkinkan mereka memahami arti bahasa, membangun keterampilan bahasa dan memahami fungsi bahasa sebagai komunikasi dalam aktivitas sehari-hari. Di samping itu, dalam konteks mengasuh anak, komunikasi merupakan hal yang penting sebagai sarana verbal bagi hubungan orang tua dan anak.

Dalam fakta lainnya, pada masa awal pertumbuhan anak (usia 0-5 tahun) secara umum orang tua sangat khawatir dan was-was terhadap gejala keterlambatan bicara anak, atau apa yang sering disebut dengan speech delay. Menurut analisis dr. Dian Pratamastuti, anak yang terkendala speech delay kemungkinan besar ia akan terlambat dalam hal apapun di kemudian hari.

  • Melatih konsentrasi dan kreativitas anak

Kebiasaan membaca buku tentu dapat melatih konsentrasi sekaligus kreativitas anak. Kreativitas sendiri, sangat berguna untuk mengembangkan ide, inovasi dan membantunya mengelola emosi sebagai bekal problem solving ketika ia dewasa.

  • Membangun minat baca anak

Hadirnya era digital-informasi saat ini, dalam banyak contoh di lapangan, telah membuat generasi-generasi muda lena dan tergerus dalam kegiatan-kegiatan kontraproduktif. Karena itu, jika sejak usia dini anak diakrabkan dengan rutinitas membaca, maka ia akan tumbuh dengan tradisi yang sama hingga dewasa. Sebab, hobi atau kecenderungan terkadang tidak hanya terbentuk karena minat bakat seseorang, tetapi juga karena sebab pembiasaan-pembiasaan. Pada konteks ini, menurut penelitian Irma Gustiana dalam artikel di sini, minat dan bakat anak akan lebih baik jika diarahkan oleh orang tua.

Cara Efektif Mengenalkan Buku pada Anak

Sebenarnya, ada dua hal yang perlu dipahami di sini tentang pembiasaan membaca. Pertama, pembiasaan membaca bisa dilakukan oleh orang tua sendiri sebagai pembentuk positive habit di dalam lingkungan keluarga. Kedua (sebagai langkah kelanjutan), anak yang dikenalkan dan diakrabkan dengan membaca. Tentu dalam hal ini, orang tua harus terlebih dahulu menjadi contoh (pilot project), agar indra anak mampu menangkapnya sebagai suatu rutinitas atau kebiasaan yang akan direkam di dalam memorinya. Beberapa cara di bawah ini barangkali bisa dilakukan orang tua dalam menciptakan lingkungan membaca bagi anak secara efektif-efisien:

  • Membacakan dongeng-dongeng sebelum tidur

Dongeng adalah salah satu cerita yang mampu mengaktifkan penalaran imajinatif anak. Beberapa alur cerita di dalam ciri khas dongeng, seperti cerita kura-kura dan kelinci misalnya, atau cerita-cerita tradisional lainnya, akan merangsang rasa penasaran dan ketertarikan anak pada alur cerita. Maka daya berpikir anak, dalam proses ini, akan terlatih untuk mengeksplor tentang suatu hal. (Bibliotika: Jurnal Kajian Perpustakaan dan Informasi, 2017, 1.1: 21). Selain itu, pada kesempatan ini juga akan terbangun kedekatan emosional yang baik antara orang tua dan anak.

  • Menciptakan kondisi dan lingkungan yang mendukung

Proses pembiasaan membaca buku bagi anak akan berlangsung melalui contoh dan lingkungan yang mendukung di dalam rumah. Dalam konteks ini, lingkungan itu sendiri bermakna dua hal: tempat dan orang-orang di sekililingnya. Orang tua bisa menyediakan ruang yang nyaman untuk tempat anak bermain sekaligus buku atau poster-poster yang dapat menarik minat membaca anak. Selain itu, orang tua juga harus memberi contoh secara intens. Sebab apa yang menjadi kebiasaan orang-orang yang ada di sekitarnya akan merangsang anak untuk melakukan hal yang sama.

  • Mengatur Screen Time

Secara sederhana, Screen Time adalah suatu istilah untuk menjelaskan waktu yang digunakan dalam menatap layar. Di era kini, penggunaan barang elektronik memang telah menjadi suatu kebutuhan primer. 

Namun perlu diketahui, dalam banyak penelitian, penggunaan layar elektronik, seperti; TV, handpone, laptop, video dan semacamnya, secara berlebihan akan menimbulkan resiko-resiko buruk, terutama bagi anak-anak. Memang tidak harus dihindari total, tetapi orang tua bisa menemani anak misalnya ketika sedang menonton TV, dengan cara menanyakan karakter yang disukai, alur film, pesan yang dapat diambil, dan berbagai cara komunikatif-produktif lainnya.

  • Mengenalkan anak dengan dunia buku sesuai usianya

Setiap jenjang usia anak pasti memiliki tingkat ketertarikan yang berbeda-beda. Dengan kata lain, ini adalah cara natural untuk mengarahkan anak secara perlahan dan mengalir, bukan dengan kesan paksaan atau tuntutan-tuntutan.

Di usia 0-2 tahun, misalnya, cara tepat untuk mengenalkan anak dengan dunia membaca adalah melalui dongeng-dongeng sebelum tidur dan dengan kosa kata keseharian supaya mudah diingat. Setelah itu, umur 2-3 tahun tambahkan cerita tersebut dengan peraga yang menarik perhatian. Ketika menginjak umur 3-5 tahun orang tua bisa menceritakan dongeng atau bacaan-bacaan ringan secara lebih komunikatif yang disertai gambar-gambar lucu dan menarik. Hal ini sangat penting dipahami oleh orang tua. Pengenalan kepada dunia membaca dan hal-hal baik lainnya, jika tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, ia tidak akan berjalan maksimal, bahkan bisa jadi sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun