Mohon tunggu...
Mohammad Ikhya
Mohammad Ikhya Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan esais muda

Mohammad Ikhya Ulumuddin Al Hikam. Penulis merupakan mahasiswa jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir. Kecenderungan tulisannya seputar tentang diskursus publik, sosio-politik, dan otoritas keagamaan. Coretan yang lain juga bisa dilihat di website: fkmthi.com; tsaqafah.id; nu online, dll.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cultural Extention and Digital Public Sphere

17 Juli 2022   22:40 Diperbarui: 17 Juli 2022   23:10 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Internet tiba-tiba menjadi kebutuhan intim dalam kehidupan masyarakat modern. Fakta ini semakin tepat mengingat relasi manusia dengan media baru semakin intens dan menyentuh segala hal. Jika Michel Voucault pernah mengatakan "knowledge is power" maka hari ini kita bisa mengonversinya menjadi "information is power." Artinya, seseorang yang memiliki akses informasi, dialah yang mempunyai kekuatan.

Sama halnya, jika kita pernah menonton serial Anime Naruto, karakter bernama Orochimaru pernah menyebut bahwa, "informasi jauh lebih berbahaya daripada senjata." Karena itu tidak berlebihan dikatakan, seseorang yang menolak arus era digital-informasi, sama halnya ia menolak kehidupan itu sendiri.

Publik Digital

Pada tahun 2016, catatan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengonfirmasikan data bahwa tahun 2016 sebanyak 132,7 juta penduduk merupakan pengguna internet. Sekitar 51,8% atau lebih dari setengah dari 256,2 juta jumlah total penduduk Indonesia. Sebuah angka yang sangat fantastis.

Jika pada lima tahun lalu jumlah data telah menunjukkan kurva persentase sebesar itu, maka bagaimana dengan hari ini dengan perkembangan teknologi-digital telah semakin ekstensif?

Di dalam fakta ini, internet sesungguhnya dapat menjadi mitra bagi apapun dan siapapun, termasuk dengan budaya. Sifat internet yang berwajah ganda memungkinkan seseorang menjadi konsumen dan produsen sekaligus. 

Dalam arti, pengguna tidak hanya pasif menerima dan mengonsumsi informasi tetapi juga aktif memproduksi, mereproduksi dan menyebarluaskan informasi. 

Dalam konteks inilah Marshal Mcluhan menyebut media internet sebagai perluasan manusia (the extensions of man), baik dari aspek fisik maupun aspek psikisnya (Understanding Media: The Extensions of Man, 1964).

Budaya dan Dimensi Internet

Saat ini, untuk mengetahui kondisi dan informasi di suatu tempat tertentu di berbagai belahan dunia, seseorang tidak lagi perlu terbang menuju ke sana, melainkan cukup mengaksesnya melalui internet yang tersedia di gadget masing-masing. Ibarat potong kertas, ia lebih praktis, instan dan efisien.

Dalam perspektif sosial-budaya, era digital-informasi dapat menjadi lahan subur untuk mengaktifkan kembali nilai-nilai kultural yang sebelumnya selalu dikhawatirkan menghilang (jika bukan ditinggalkkan). Perlu ada sentuhan kesadaran kolektif terhadap berbagai manfaat internet di ruang publik (public sphere) khususnya terhadap entitas kebudayaan luhur kita tersebut.

Persentuhan ini dapat direalisasikan menjadi langkah-langkah konkret dan strategis, seperti; iklan online, video kreatif, literasi digital, literasi terapan berbasis konten lokal, dan lain sebagainya. Di Kulonprogo dapat kita saksikan, upaya ini nampak sudah mulai digagas. 

Melalui platform Sistem Informasi Potensi Kreatif Desa (Sipkades), pemerintah Kulonprogo mencanangkan program literasi digital yang diberdayakan terutama bagi para pemuda agar mereka mengenali potensi desanya sendiri dan mengembangkannya secara luas di ruang publik maya (Jurnal Pemberdayaan Masyarakat, 2019, 3.2:331).

Selain di Kulonprogo, hal yang sama juga dilakukan di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Sebagai daerah dengan warisan budaya dan potensi alam yang besar, Dinas Pariwisata kemudian mengembangkan sistem informasi berbasis website resmi, yang dilengkapi fitur-fitur menarik untuk lebih mudah diakses oleh publik secara luas (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Bidang Pariwisata, 2021, 1.1:29). Begitupun dengan perancangan aplikasi khusus tentang Warisan Budaya Megalitik di Sumatera (Jurnal Dimensi DKV Seni Rupa dan Desain, 2021, 6.2:179), dan berbagai contoh lapangan lainnya.

Upaya-upaya strategis ini, tentu perlu didukung dan diimbangi dengan ketersediaan akses internet itu sendiri secara lebih luas dan menyeluruh.

Sementara, hadirnya internet di Indonesia, harus diakui masih selalu menuntut perkembangan dan perluasan terutama di daerah-daerah terpencil nan jauh. Padahal, warisan-warisan budaya dan peradaban (cultural and civilization heritage) Indonesia secara umum justru banyak ditemukan di wilayah-wilayah pelosok negeri.  

Di sinilah, kehadiran IndiHome di Indonesia kemudian memainkan peran penting mengisi kebutuhan sarana suprastuktur tersebut.

IndiHome nampak menyadari betul keterbatasan tersebut sebagai persoalan dasar yang perlu mendapat perhatian lebih, mengingat internet sendiri, selain sebagai pendukung optimalisasi kekayaan budaya sebagaimana diuraikan di atas, juga telah menjadi kebutuhan intim dan mendasar bagi kehidupan semua orang.

Sebagai provider internetnya Indonesia, IndiHome (Indonesia Digital Home) yang didirikan oleh PT Telkom Indonesia sejak tahun 2015, sebagaimana mottonya, merupakan "penggerak untuk membuka dunia penuh peluang serta kemungkinan tanpa batas melalui pemanfaatan layanan dan solusi digital terintegrasi." 

Data hingga Maret 2022 pengguna IndiHome tercatat mencapai angka 8,7 juta pengguna dan telah menjangkau 498 dari 514 total IKK (Ibu kota/kabupaten) di seluruh Indonesia. IndiHome, karena itu, telah menjadi semacam mesin katalisator dalam mendorong pengembangan masyarakat digital serta budaya Indonesia.

Jika sarana suprasturktur berupa akses internet sudah mampu diakses seluas itu, dan subjek budaya Indonesia telah tersedia sekaya itu, maka integrasi keduanya (digital-budaya) merupakan satu perkawinan potensial-produktif yang mesti dikerjakan bersama-sama, baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara umum lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun