Mohon tunggu...
Mohammad Ikhsan
Mohammad Ikhsan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politik

Ingin menyampaikan sebuah opini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelusuri Jejak Sang Revolusioner Mesir

11 Juni 2023   04:06 Diperbarui: 11 Juni 2023   04:19 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada setiap abad, para mujaddid (pembaharu) selalu muncul dari kalangan umat Islam. Mereka merupakan manusia pilihan yang diutus Alah SWT untuk memurnikan Islam. Kesadaran politik mereka sangat tinggi terhadap kondisi umat Muslim yang memprihatinkan sehingga mereka berjuang untuk mengubah kondisi tersebut mengarah yang lebih baik. Dari demikian banyak para reformis itu, Hasan Al Banna merupakan salah seorang diantara para pembaharu tersebut. Beliau merupakan pembaharu Islam abad ke-20 yang tidak asing bagi para aktivis gerakan Muslim. Beliau memiliki nama lengkap yaitu Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna. Beliau merupakan pendiri Ikhwanul Muslimin (IM) dan sekaligus pemimpin pertama IM.

Disaat masa muda Hasan Al-Banna, lingkungan Islam saat itu sedang mengalami kebuntuan dalam pengelolaan pemerintahan (Khilafah), yaitu kepemimpinan (Khilafah) Turki Usmani tidak dapat melaksanakan pemerintahan yang kompeten. Situasi itu menjadi semakin memanas dengan jatuhnya keKhilafahan Turki Usmani dan diproklamasikan republik Turki modern sekuler berkat Mustafa Kemal Attaturk pada 2 Maret 1924 M atau bersamaan 26 rajab 1342 H. Permasalahan yang mendasar di dunia Islam yaitu masyarakat muslim terpesona dengan kebudayaan Barat. Hal tersebut dapat terlihat secara nyata pada kasus Turki, yang mengabaikan hukum Allah dan menggunakan hukum wadh’iy (buatan manusia) alih - alih hukum Allah. Hal yang banyak mendasari pemikiran politik beliau adalah bahwa masyarakat Islam berada dalam bayang - bayang kolonialisme. Mesir pada saat itu dijajah Inggris. Hal ini mengakibatkan pada kondisi sosial-budaya Mesir dan banyak memudarkan kebudayaan Mesir yang bersifat Islami. Dalam pandangan Hasan Al-Banna, Sebagian besar ulama Mesir tidak dapat mengatasi arus peradaban Barat yang melanda masyarakat Islam. Hal tersebut menurut beliau menyebabkan timbulnya gerakan putus asa yang memperakarsai berdirinya “partai politik munafik”, karena bukan termotivasi oleh semangat kemerdekaan Negara dari Inggris tetapi sebalikya memberikan loyalitas pada Inggris. Partai politik yang dimaksud yaitu partai Al-Wafid yang mengabaikan dakwah Al-Jama’ah Al Islamiyah, partai AlAhrar Al-Dusturiyah dan partai Al-Sa’diyah. Kondisi tersebut mengakibatkan hilangnya wibawa politik umat Islam.

Hasan Al-Banna berpendapat bahwa politik yaitu memikirkan aspek internal ataupun eksternal umat. faktor internal politik adalah menjalani pemerintahan, mendeskripsikan  fungsi - fungsinya, merinci kewajiban dan hak, melakukan pemantauan terhadap para pemimpin yang dipatuhi jika mereka melakukan kebenaran tetapi dikritik jika mereka melakukan kesalahan. faktor eksternal politik adalah melindungi kemerdekaan dan kedaulatan bangsa, mengantarkan mencapai cita – cita dan melepaskan dari penindasan dan campur tangan pihak lain.

Berdasarkan hal di atas, bentuk pemerintahan Islam dalam perspektif Hasan Al-Banna sangat fleksibel. Pemahaman yang tidak kaku tersebut menyebabkan Hasan Al-Banna lebih banyak memberikan dukungan moral bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Mesir. Dalam memandang sistem pemerintahan di Mesir, Hasan Al-Banna menetapkan 3 (tiga) prinsip pokok, yaitu:

(1) Pemimpin memiliki tanggung jawab kepada Allah dan rakyat sebab penguasa dianggap sebagai wakil dari rakyat;

(2) Bangsa – bangsa islam harus bersatu karena persaudaraan muslim merupakan prinsip iman;

(3) Bangsa – bangsa muslim berhak mengontrol apa yang dilakukan pemimpin, mentaati penguasa dan memperjuangkan agar kedaulatan negara dihormati.

Dari ketiga prinsip di atas, bentuk pemerintahan tertentu yang dianggap sesuai dengan negara-negara muslim tidak ditetapkan secara kaku sehingga mereka secara fleksibel boleh memiliki banyak dan beragam bentuk pemerintahan yang dikehendaki, seperti bentuk pemerintahan konstitusional yang berasaskan demokrasi (baik parlementer maupun presidensil). Dalam pandangan Hasan Al-Banna, kenegaraan konstitusional merupakan bentuk pemerintahan yang paling mendekati bentuk pemerintahan Islam karena terdapat jaminan kebebasan individu, prinsip konsultasi dan tanggung jawab penguasa kepada rakyat. Penerapan islamisasi dalam negara dilakukan melalui pendekatan legislasi peraturan perundang-undangan.

Untuk mewujudkan negara, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah memperbaiki individu, memperbaiki rumah tangga, memperbaiki masyarakat, memperbaiki pemerintah, pemerdekaan tanah air, mengembalikan peran internasional umat Islam (dengan cara memerdekakan, menyatukan, dan memplokamirkan Khilafah yang menjadi model bagi dunia). Strategi dalam mendirikan negara adalah melalui dakwah. Mendirikan negara bermakna melakukan Islamisasi hukum pada suatu negara dan selanjutnya mendirikan kembali Khilafah. Menegakkan Khilafah dilakukan melalui proses marhalah (tahapan) atau tidak dilakukan melalui revolusi.Berdirinya Khilafah merupakan tahapan terakhir dan sekaligus tujuan ideal.

Hasan Al – Banna memandang bahwa perlunya gerakan penyadaran umat. sebab itu, beliau memerlukan orang yang sependirian dengannya. Hasan Al-Banna menemukan orang sependapat dengan dia di Dar Al-Ulum Al-Azhar, sekolah tinggi hukum dan perpustakaan salafiyah. Ia adalah ulama Al-Azhar, syekh Yusuf Al-Dajwi, yang mendirikan organisasi untuk kebangkitan Islam. Kepada Hasan Al-Banna, ia mengatakan bahwa keselamatan individu hanya dapat diharapkan dengan berpegang pada Islam. Gagasan pertama Hasan Al-Banna untuk program aksi melibatkan pembentukan organisasi yang dipimpin oleh ulama yang akan mengilhami kebangkitan Islam. Ia menerima tanggapan simpatik dari Muhibuddin Al-Khatib, pembaharu Suriah yang mengelola perpustakaan-perpustakaan Salafiyah, menerbitkan jurnal mingguan untuk pembaruan Islam yang bernama Al-Fath dan ikutmendirikan Asosiasi Pemuda Muslim (YMMA).

Hal lain yang memengaruhi pemikiran Hasan Al – Banna yaitu realitas ekonomi dan sosial di Mesir. Akibat penjajahan Inggris, kondisi rakyat Mesir mengagalami konflik dan kesenjangan antara golongan kaya dan miskin. Di bidang sosial, muncul degradasi sosial dan moral. Pemuda dan rakyat Mesir pada umumnya sudah meniggalkan ajaran Islam dan mengikuti peradaban Barat yang diperkenalkan Inggris. Situasi politik itu menggugah Hasan Al-Banna untuk aktif dalam kegiatan penyadaran umat Islam. Menjelang akhir studinya di Kairo, Hasan Al-Banna menyusun memorinya pada 1927. Pelajaran berharga yang didapatnya selama belajar di Kairo adalah kemampuan mengorganisasi massa dan mengarahkan mereka dalam kegiatan penyadaran umat melalui khotbah di Masjid sampai ke Kedai kopi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun