Mohon tunggu...
Mohammad Ihsan
Mohammad Ihsan Mohon Tunggu... Konsultan - Founder & CEO Media Guru Indonesia

Pemimpin Umum Media Guru Indonesia (MediaGuru.ID). Email: ihsan@gurusiana.id. Facebook: mohammadihsan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nilailah Karya Ilmiah Guru Berdasar Bobot Akademiknya, Bukan Jumlah Vote

29 Oktober 2015   05:44 Diperbarui: 29 Oktober 2015   09:49 949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - data karya ilmiah (Shutterstock)

Hari Jumat (23/10) lalu, saya menghadiri rapat panitia Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan 2015, di gedung D Kemdikbud. Saya menyampaikan usulan teman-teman guru di IGI agar panitia meninjau kembali sistem penilaian karya ilmiah berdasar jumlah tanda suka/like. Apalagi jika bobotnya sangat besar, mencapai 40 persen. Sebab di sini ada potensi kecurangan, di mana peserta bisa menempuh cara-cara yang kurang fair demi mendulang jumlah vote sebanyak-banyaknya. Tulisan ini dibuat untuk melengkapi usulan yang sudah saya kemukakan via lisan dalam rapat tersebut, dan berharap panitia menindaklanjutinya. Sengaja juga saya publikasikan terbuka agar menjadi warning bagi para calon peserta simposium.

Tahun ini, pada puncak peringatan hari guru, Kemdikbud menggelar Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan 2015, pada tanggal 23-24 November 2015 (sebelumnya dipublikasikan tanggal 24-25 November 2015). Para guru dan tenaga kependidikan (GTK) diundang mengirimkan karyanya, baik berupa karya tulis ilmiah maupun inovasi pembelajaran. Sebanyak 200 karya terbaik akan diundang untuk mempresentasikan gagasannya, dan nanti pemenangnya akan mendapatkan beragam hadiah. Mulai dari hadiah uang tunai, sertifikat dari presiden, kesempatan magang di luar negeri, hingga beasiswa S2. Informasi lebih detil bisa dilihat di: http://simposiumguru2015.kemdikbud.go.id/

Gayung pun bersambut. Pendaftar terus mengalir. Saat tulisan ini dibuat, jumlahnya tercatat 713 peserta karya, 2.123 peserta umum, dan 96.959 pengunjung. Karena pendaftaran dibuka hingga 10 November 2015 nanti, jumlah pendaftar ini akan terus bertambah. Pergerakan jumlah pendaftar bisa dipantau di: http://simposiumguru2015.kemdikbud.go.id/harlin/

Karya ilmiah yang masuk akan dinilai menggunakan 2 mekanisme. Pertama, penilaian secara akademik, dengan bobot 60%. Kedua, penilaian dengan pelibatan publik atau masyarakat, bobot 40%, caranya dengan meng-klik ikon bintang tanda suka/like terhadap karya tulis ilmiah yang telah dibaca atau ditonton (lihat: Informasi Penilaian Karya, poin 9 dan 10).

Yang jadi soal, penilaian dengan pelibatan publik itu sangat rawan dimanipulasi. Ini adalah beberapa catatan yang saya rekam dari diskusi para guru di grup Facebook “Ikatan Guru Indonesia”, antara lain sebagai berikut:

1. Mekanisme pemberian like mudah dimanipulasi.

Siapa saja yang DAFTAR lalu LOGIN, bisa memberikan tanda like pada karya tertentu. Nah, prosedur daftarnya itu terlalu simple, hanya perlu memasukkan NAMA LENGKAP, ALAMAT EMAIL, PASSWORD. Dalam faktanya, tanpa memasukkan alamat email yang diminta atau menggunakan alamat email palsu juga bisa daftar dan login. Perhatikan gambar ini, hasil capture dari web Kemdikbud. Nampal ada yang menggunakan identitas alamat@palsu. Ada juga email jadi-jadian seperti p@gmail.com, q@gmail.com, r@gmail.com, dan seterusnya.  

Bahkan email pribadi saya, ihsan@klubguru.com, yang sudah lama nggak dipakai sejak Klub Guru berganti nama menjadi Ikatan Guru Indonesia dan email saya telah berubah menjadi ihsan@igi.or.id, juga ikut-ikutan digunakan untuk mendaftar dan login demi memberikan vote. Intinya, kalau Anda butuh 1000 vote misalnya, maka Anda bisa mengakalinya dengan membuat email jadi-jadian seperti 1@gmail.com, 2@yahoo.com, 1000@hotmail.com, dan seterusnya.

 

2. Asal vote. Vote asal-asalan

Saya menduga, ihwal pemberian dukungan like dari pembaca dimaksudkan agar simposium ini gaungnya besar, sebab masing-masing peserta akan gencar berpromosi demi mendapatkan sebanyak-banyaknya tanda bintang. Tapi, sistem registrasinya gampang “dibobol”. Andai proses registrasinya harus memakai email asli, lalu server memverifikasi dulu alamat email tersebut, tentu kecurangan bisa diminimalisir.

Lagi pula, naskah yang di-vote banyak orang, tidak identik dengan naskah tersebut dijamin baik. Sebagian besar vote itu dilakukan dengan cara asal-asalan. Yang penting, Anda sudah login, lalu search nama peserta, selanjutnya klik tanda bintang. Tanpa perlu baca naskah, tanpa tahu isinya.

Secara berseloroh, seorang guru berujar, dia akan meminta siswanya untuk mendukung. Kalau ada 700 siswa, separuhnya saja memberi like, itu sudah 350 vote. Very simple.

Karena itulah saya berharap para juri mengabaikan jumlah vote ini. Nilailah karya ilmiah berdasar bobit akademiknya. Jika pun perlu ada vote, mekanismenya harus diubah. Misalnya, juri menentukan lebih dulu 20 nominasi naskah terbaik, lalu masing-masing kandidat diberi waktu beberapa hari untuk mempromosikan karyanya melalui media sosial. Nah, kalau pembaca setuju memberikan dukungan, tinggal memberi like.

Cara ini juga bisa diakalin sih... Sebab peserta bisa saja memobilisasi vote secara kurang fair seperti di atas. Tapi, setidaknya juri sudah menggaransi, bahwa naskah yang diumumkan sebagai kandidat pemenang adalah naskah yang bobot akademiknya memang baik. Siapapun pemenang yang mendapatkan like terbanyak, pastilah karya terpilih di antara banyak karya yang lain.

 

Surabaya, 29 Oktober 2015 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun