[caption id="attachment_238393" align="aligncenter" width="576" caption="Kunci jawaban yang ditemukan guru dari siswa (sumber: Grup Facebook IGI)"][/caption] Foto ini saya peroleh dari grup FB IGI, berasal dari postingan guru yang mendapati siswanya membawa kertas berisi kunci jawaban UN, yang katanya berasal dari sebuah bimbingan belajar. Saya langsung shock melihatnya. Kasak-kusuk bisnis bocoran kunci jawaban seperti ini kan sudah lama kita dengar, dan selalu terjadi tiap tahun saat UN berlangsung. Senin (15/4) lalu, usai UN SMA hari pertama, seorang guru menelpon saya sambil menahan tangis karena saking marahnya usai dilapori siswanya yang barusan dikasih kunci jawaban oleh sekolahnya (bukan dikasih gratis sih, tapi harus bayar Rp 50-100 ribuan). SMS siswa tersebut fiforward ke HP saya. Belum lama berselang, guru lain yang jadi pengawas UN mengisahkan hal yang mirip. Siswa di sekolah tersebut diminta datang lebih pagi, dikumpulkan di ruangan, lalu dibagikan kunci jawaban. Karena soalnya 20 paket, kunci jawabannya juga 20 paket. Ada yang model lembaran seperti foto ini, atau ada yang model lain LJK-nya difotokopi kecil-kecil, nanti siswa mengeluarkan kunci sesuai paketnya, yang lain dikantongin. Biasanya, kunci jawaban yang diberikan bukan untuk semua soal, rata-rata hanya 15 sampai 20 soal saja. Setidaknya jawaban yang dijamin benar itu sudah cukup untuk meluluskan siswa. Mungkin ini untuk menghindari siswa satu sekolahan nilainya sempurna, karena mampu menjawab semua soal dengan benar, dan pastinya bakal mengundang kecurigaan. Pengambilan kunci jawaban biasanya dilakukan oleh 2-3 siswa sekitar jam 03.30 di rumah guru yang ditunjuk, lalu siswa yang lain diminta mengambilnya di rumah siswa tersebut, atau janjian di sekolah pagi-pagi sebelum UN berlangsung. Apakah ini modus baru? Saya yakin tidak. Hanya saja banyak pihak mendiamkannya. Pengawas misalnya tidak ada yang menggeledah saku siswa untuk mencari kunci jawaban tersebut. Atau, seperti dikatakan pengawas yang menemui saya, ketika jam UN selesai, soal dan LJK tidak langsung ditarik, tapi siswa dibiarkan saling diskusi dengan temannya dengan tambahan waktu, sampai LJK terisi penuh. Di bawah ini adalah postingan salah satu dosen PTN yang penasaran dengan kecurangan UN, lalu meminta para mahasiswanya sharing pengalaman UN saat mereka menjadi siswa. Silakan baca sendiri, saya copas sesuai aslinya. Para dosen boleh melakukan hal yang sama, tanyain saja para mahasiswa, apa iya dulu mereka UN dengan jujur? Saya kok yakin jawabannya akan mirip pengalaman dosen di bawah ini, meski semua siswa saat UN juga menandatangani pernyataan kejujuran di LJK Tulisan dosen PTN yang saya maksud bisa dibaca di bawah ini (saya copas sesuai aslinya) : ********* Pendidikan karakter vs UNAS Pagi kemarin (senin 15-4-2013) saya masuk kelas Speaking. Karena lagi musim UNAS yg disertai dengan berita tertundanya UNAS di 11 provinsi, maka UNAS menjadi topik diskusi kami. Pertanyaan pertama yang saya ajukan kepada mahasiswa "apakah diantara kalian ada yang melaksanakan unas dengan jujur"? Tak ada satupun yang menjawab. Maka diskusi semakin menarik. Saya minta mereka bercerita sejujurnya pengalaman mereka menghadapi unas. 25 mahasiswa yang ada dikelas bercerita satu persatu pengalam mereka. Tak ada sedikitpun yang mereka sembunyikan. Sedih, geram, heran campur menjadi satu mendengar cerita mereka. Bagaimana tidak, semua mengatakan kalau mereka mengerjakan UNAS dengan kecurangan. Berbagai macam cara dilakukan oleh mereka dan pihak sekolah agar mereka bisa mendapatkan nilai yg baik. Dari diskusi tersebut, ada 4 pihak yang terlibat dalam pelaksanaan UNAS yg tidak jujur: 1. Sekolah/Guru Di salah satu SMA negeri favorit di Gresik Selatan semuaa murid dikumpulkan pagi sebelum ujian di musholla sekolah. Mereka diajak berdoa bersama. Kemudian pihak sekolah memanggil salah satu siswa dari tiap kelas untuk diberi kunci jawaban dan kemudian di sebarkan ke yang lain. Lain lagi yg dilakukan oleh guru di salah Satu SMA negeri favorit di surabaya. Wakill kepala sekollah yang mengkondisikan siswa untuk berbuat curang. Dia meminta nmr hp satu siswa tiap kelas dan mengirimi sms kunci jawaban ketika ujian berlangsung. Siswa dkondisikan untuk membawa 2 hp. Yg 1 dserahkan ke pengawas dan yang 1 disimpan. Cara lain yang dilakukan sekolah meskipun tdk memberikan kunci jawaban, sekolah mengatur sedemikian rupa rupa formasi siswa tiap ruangan. Tiap ruang harus berisi minimal satu siswa yang pandai disetiap mapel dan mereka sebagai pusat contekan. Sebelum ujian, mereka juga diwanti-wanti agar selalu bekerja sama. 2. Siswa Berbagai macam cara pula yang dilakukan oleh siswa untuk lulus ujian. Tak sedikit diantara mereka yang mengeluarkan uang untuk mendapat kunci jawaban. Mulai dari angka 60 ribu, 100 rbu, 110 ribu, 160 ribu bahkan ada yang sampai mengeluarkan uang sebesar 6 juta. Cara unik dan terorganisir dilakukan oleh siswa2 di salah satu SMA negeri di sby. Meneruskan tradisi para seniornya, salah satu siswa mengkoordinir siswa satu sekolah untuk mencicil selama satu tahun untuk membeli kunci jawaban. Hingga pada akhirnya iuran tiap siswa mencapai angka 110 ribu. Hal lain yang dilakukan siswa adalah bekerja sama dengan siswa dari lain sekolah, saling contek dengan bebasnya dikelas dll. Bahkan ada yang cerita kalau selama 90 menit pelaksanaan ujian mereka santai atau pura2 mengerjakan dan 30 menit sisa adalah mengecek jawaban dengan kunci jawaban yang mereka punya. 3. Pengawas Kecurangan yang sekolah atau siswa lakukan sebenarnya diketahui oleh pengawas dan mereka membiarkan. Buktinya ketika siswa rame saling contek atau tukar jawaban hampir seluruh pengawas membiarkan. Mereka tetap santai membaca koran atau ngobrol dengan pengawas yang lain. Pagi ini disalah satu stasiun tv juga ditayangkan kondisi kelas ketika ujian berlangsung. Di situbondo salah satu siswa terekam sedang membuka HP tampaknya sedang mengintip kunci jawaban. Di Madura, kelas gaduh karena saling contek dan dibiarkan begitu saja oleh pengawas 4. Lembaga kursus Tak disangka ternyata lembaga kursus berperan besar terhadap kecurangan yang terjadi dalam UNAS. Beberapa mahasiswa mengungkapkan kalau mereka mendapatkan kunci jawaban dari lembaga kursus dimana mereka belajar. Tidak mengherankan jika sekarang banyak lembaga kursus menawarkan program lulus UNAS dan jika peserta tidak lulus maka uang kembali. Ternyata kasak kusuk yang berkembang di tengah masyarakat terkait kecurangan UNAS bukan omong kosong. Kalau sudah seperti ini apa gunanya sekolah? Kenapa pemerintah harus membuang uang miliaran rupiah untuk membuat kurikulum yang konon katanya berbasis karakter dsb. Usaha keras pemerintah, sekolah, guru dan siswa selama 3 tahun untuk yang tampak mulia hangus, dan hancur karena UNAS. Karakter baik yang dibentuk selama 3 tahun rusak gara-gara UNAS. Kalau sudah seperti ini apa layak untuk diteruskan??? Wallahu A'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H