Mohon tunggu...
Mohammad Hafidz Anshory
Mohammad Hafidz Anshory Mohon Tunggu... Tenaga Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membincang Dasar-dasar Peradilan Islam Dalam Al Qur'an dan Hadis

26 Januari 2019   13:54 Diperbarui: 7 Juli 2021   16:07 3543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membincang Dasar-dasar Peradilan Islam Dalam Al Qur'an dan Hadis (unsplash/abdullah oguk)

Al-Qur'an sebagai pedoman hidup umat islam yang konfrehensif tentunya tidak hanya bercincang tentang hal-hal yang ukhrawi saja, melainkan ia juga menyentuh hal-hal yang duniawi. Karena yang ukhrawi pastinya tidak bisa dipisahkan secara total dari hal-hal yang duniawi. Keduanya berkelit kelindang bagaikan hubungan sebab akibat.

Pertentangan serta konflik antar satu dengan lainnya sebagai akibat dari hubungan sosial yang tidak bisa dihindari merupakan bagian dari hidup yang berbau duniawi sekalipun tidak kemudian dijauhkan sama-sekali dari hal-hal yang ukrawi.

Sehingga al-Qur'an datang dengan membawa pedoman serta aturan untuk dijadikan pijakan dalam mengatasi persoalan konflik erta pertentangan yang ada dalam kehidupan masyrakat.

Pedoman yang dibawa al-Qur'an diatas kemudian dikatakan sebagai prinsip dasar peradilan islam dalam mengatasi persoalan yang ada dalam masyrakat. 

Baca juga :Berdamai dengan Inner Child Secara Islami

Kemudian, berdasrkan prinsip bahwa al-Qur'an hanya memberikan garis-garis besarnya saja dalam membawa pedoman hidup tanpa menyentuh pada hal-hal yang detail serta jelas datanglah nabi Muhammad dengan otoritaskan untuk menjelaskan serta memahamkan apa-apa yang tersurat dan tersirat dalam al-Qur'an. 

Otoritas Nabi Muhammad dalam hal ini kemudian dikenal dengan al-Hadis.

Landasan hukum peradilan dalam Al-Qur'an dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut:

" Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." (Q.S. an-Nisa: 135)

Ayat di atas memberikan minimalnya tiga pedoman garis hukum dalam peradilan islam. Pertama, menegakkan keadilan adalah kewajiban orang-orang yang beriman. Kedua, setiap mukmin apabila menjadi saksi ia diwajibkan menjadi saksi karena Allah dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya. Ketiga, manusia dilarang mengikuti hawa nafsu serta menyelewengkan kebenaran.

Baca juga : Self Awareness dalam Pengamalan Ajaran Islam di Era Digital

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S.al-Maidah :8)

Adanya ayat diatas memberikan keimpulan bahwa prinsip dan aturan tentang sitem peradilan islam harus didasarkan pada prinsip keadilan. Setiap orang yang beriman wajib memegang prinsip keadilan baik ia menjadi hakim, saksi atau yang lainnya, tanpa dipengaruhi oleh sesuatu perasaan apapun, kecuali kebenaran.

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan  keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran"(Q.S. an-Nahl:90)

Ayat ini memberikan beberapa kesimpulan yang diantaranya, perintah menegakkan keadilan, perintah melakukan kebaikan, perintah membantu secara materil kepada sanak-famili atau kaum kerabat, manusia dilarang melakukan perbuatan keji dan buruk, manusia dilarang melakukan kemungkaran dan manusia dilarang bersikap bermusuhan.

Baca juga : Bolehkah Sedekah Laut dalam Pandangan Islam?

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat." (Q.S.an-Nisa':58)

Ayat terakhir ini selain menyinggung keadilan juga menyinggun amanah. Ia diartikan sebagai titipan" atau "pesan". Namun dalam konteks "kekuasaan Negara" perkataan amanah diartikan dengan pelimpahan kewenangan serta kekuasaan atau dapat juga disebut sebagai "mandat".

Amanah yang dimaksud dalam ayat diatas menitik berarkan pada mandat dan kekuasaan itu dipelihara serta dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam al-Qur'an dan dicontohkan oleh sunah Rasulullah karena dikemudian akan ada pertanggung jawaban. Ia tidak boleh di salah gunakan demi kekuasaan yang ia pegang, sehingga prinsip keadilan yang menjadi tolak ukur utama menjadi konsong.

Kemudian sebagaimana disinggung dalam pengantar diatas, bahwa tidak hanya dalam Al-Qur'an saja yang berbincang prinsip peradilan islam namun hadis  Nabi juga pun juga menyentuhnya, sebagaimana berikut:

Apabila seorang hakim berijtihad dan tepat ijtihadnya, maka ia memperoleh dua pahala, dan apabila ia berijtihad tetapi ijtihadnya itu salah, maka ia memperoleh satu pahala"

"Dari Buraidah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan seorang lagi di surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan dengannya, maka ia di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia tidak memutuskan dengannya.

Maka ia di neraka; dan seorang yang tidak tahu kebenaran dan ia memutuskan untuk masyarakat dengan ketidaktahuan, maka ia di neraka." Riwayat Imam Empat. Hadits shahih menurut Hakim.

"Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa diangkat sebagai hakim, ia telah disembelih dengan pisau." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban."

"Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang menghukum antara dua orang dalam keadaan marah." Muttafaq Alaihi."

"Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila ada dua orang meminta keputusan hukum kepadamu, maka janganlah engkau memutuskan untuk orang yang pertama sebelum engkau mendengar keterangan orang kedua agar engkau mengetahui bagaimana harus memutuskan hukum." 

Ali berkata: Setelah itu aku selalu menjadi hakim yang baik. Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits hasan menurut Tirmidzi, dikuatkan oleh Ibnu al-Madiny, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam peradilan islam yang menjadi prinsip pokok dan menjiwai aturan-aturan lainnya adalah prinsip keadilan. Ia tidak boleh dikesampingkan karena kedua hal pokok berikut: pertama karena Allah memiliki sifat  maha adil, keadilannya penuh dengan kasih sayang kepada mahluk-mahlukNYa. 

Kedua, dalam islam, keadilan adalah kebenaran yang juga merupakan salah satu nama Allah. Keadilan dan kebenaran dapat diumpamakan sebagai dua saudara kembar yang sulit untuk dipisahkan. Ketiga keadilan yang berasal dari perkataan adil dalam bahasa arab dari segi etimologi artinya sama. Ia menunjukkan suatu keseimbangan atau dalam posisi dipertengahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun