Di dunia media sosial yang serba cepat ini, kita pasti tidak bisa lepas dari informasi yang datang berlimpah setiap harinya. Mulai dari berita terbaru, opini artis-artis tanah air, hingga kekonyolan viral yang seharusnya tidak naik panggung, tetapi tetap saja berhasil mencuri perhatian masyarakat Indonesia. Akan tetapi, tidak semuanya itu benar loh! Terkadang, kita bisa saja tergoda untuk percaya begitu saja, apalagi kalau informasi itu sudah ramai dan jauh tersebar dimana-mana. Nah, di sinilah peran literasi digital hadir, supaya kita tidak gampang tertipu bahkan sampai ikut-ikutan menyebarkan berita palsu.
Memangnya apa sih literasi digital itu?
Literasi digital ini bukan cuma soal bisa main HP atau like postingan DOI (Dia Orang Istimewa) di Instagram apalagi sampai update jedag jedug di tiktok, ini jauh lebih besar dari itu. Literasi digital adalah kemampuan kita untuk mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara bijak. Kita bukan hanya sekadar menelan informasi di depan mata secara mentah-mentah, melainkan juga harus tahu apakah informasi itu benar, dari sumber yang terpercaya, atau cuma buzzer yang lagi mencari sensasi. Seperti yang dijelaskan oleh Rianto (2021), literasi digital itu sangat penting untuk kita, apalagi di era post-truth sekarang ini. Banyaknya informasi yang beredar dapat menyulitkan kita untuk membedakan mana yang fakta dan opini.
Contoh kasus HOAX yang pernah ramai
Sebagai contoh, dulu saat masih pandemi COVID-19, sempat ramai dan beredar kabar bahwa racikan minuman tertentu seperti campuran air garam, jeruk nipis, jahe, dan bawang putih yang katanya dapat menyembuhkan Corona. Padahal itu jelas hoax, karena belum ada informasi resmi ataupun penelitian terkait, terlebih lagi penyebarannya yang melalui sumber yang tidak kredibel (grup whatsapp keluarga). Namun, sangat disayangkan bahwa ternyata orang yang langsung percaya dan bahkan mulai membeli bahan bahan yang disebutkan tadi. Jikalau kita memiliki literasi digital yang baik, kita pasti akan berpikir dua kali sebelum mempercayainya, Bahkan hingga memeriksa kebenarannya terlebih dahulu, seperti melalui situs-situs resmi (platform fact-checking) “Turn Back Hoax” di Indonesia. Sabrina (2021) menyebutkan bahwa literasi digital membantu kita untuk tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi yang belum terverifikasi, dan lebih memilih untuk menyaring informasi yang kita terima.
Fakta VS Opini di Media Sosial
Salah satu hal yang perlu kita ingat adalah semua yang ada di internet dapat berupa fakta atau opini, dan kitalah yang harus mampu untuk membedakan, yang mana yang fakta dan mana yang opini. Pesan-pesan yang terkemas dalam media sosial sering kali terlihat nyata dan masuk akal, akan tetapi ternyata tidak luput dari kemungkinan bahwa pesan tersebut masih belum valid atau memang sengaja dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan menyesatkan pandangan publik. Misalkan ada akun yang menyatakan bahwa “produk ini jauh lebih bagus dalam membasmi hama” dibandingkan dengan “riset dari lembaga A menyatakan bahwa produk ini memiliki formula yang lebih unggul”, kita harus mampu melihat perbedaanya. Dengan setidaknya memiliki sedikit kepekaan dan kesadaran akan literasi digital, kita akan lebih aware terhadap sirkulasi informasi yang kita terima. Sejalan dengan pendapat Junaedi et al. (2021), kita diajarkan untuk untuk lebih jeli dalam melihat apakah sebuah informasi bisa dipercaya atau cuma hoax belaka. Jangan sampai kita yang kebingungan dan salah paham dalam mencerna suatu informasi lalu menularkannya juga ke orang lain. Hal ini termasuk dalam nilai moral kita sebagai pengguna media sosial untuk bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan dalam media tersebut.
Kesimpulannya, Yuk jadi Pengguna yang Cerdas!
Sekarang kita sudah tahu, bahwa sebagai konsumen di media sosial, kita jangan sampai menelan informasi secara mentah-mentah, tetapi kita harus mampu menyaring dan mengambil nilai positifnya. Ini semua dapat dimulai dengan adanya kemauan untuk sadar akan pentingnya literasi digital dan mau menerapkan kesadaran tersebut untuk kedepannya, agar kita tidak lagi terjebak dalam arus hoax dan disinformasi. Bijaklah dalam bersosial media, walaupun mungkin merasa tidak terbatas, tetapi kita yang harus tau batas!
REFERENSI
Rianto. (2021). Literasi Digital dan Etika Media Sosial di Era Post-Truth. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/interaksi/article/view/4050
Sabrina, A. R. (2021). Literasi Digital sebagai Upaya Preventif Mengatasi Hoax di Media Sosial. Jurnal LSPR. https://journal.lspr.edu/
Junaedi, et al. (2021). Pentingnya Literasi Digital dalam Menangkal Hoax di Media Sosial. Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan. https://media.neliti.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H