Mohon tunggu...
Mohammad Arkham Zulqirom Putra
Mohammad Arkham Zulqirom Putra Mohon Tunggu... Buruh - Saya bekerja sebagai Tenaga Harian Lepas di Dinas Sosial Kab. Tegal

Nama panggilan Arom, manusia biasa.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Saat Naik ke Gunung Panderman Malah yang Terasa Mendebarkan ketika Naik Puspa Indah, bukan Puncaknya

23 Mei 2023   05:21 Diperbarui: 23 Mei 2023   05:42 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2014 silam pada malam kamis, ketika saya dan satu orang teman sedang duduk di serambi masjid pondok setelah waktu ngaji wajib telah selesai dan merencanakan perjalanan naik gunung Panderman yang sudah dinanti jauh-jauh hari.

Kami mondok di salah satu pesantren di Jombang, malam mengaji paginya sekolah biasa. Ekstrakurikuler yang sama-sama kami ikuti termasuk kegiatan di alam bebas atau biasa disebut SISPALA (Siswa Pencinta Alam) dan karena itulah keinginan untuk mendaki gunung setelah menyelesaikan pendidikan dasar sangat dinanti untuk merasakan sensasi yang katanya sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.

Kami asyik berdiskusi perihal persiapan perjalanan, perlengkapan dan perbekalan yang diperlukan dalam pendakian esok lusa mendatang. Namun, karena masih pelajar tentunya dana yang dimiliki terbatas dari kiriman orang tua perbulan untuk jajan. Setelah merengreng segala kebutuhan dengan mepet dan dalam waktu sesingkat-singkatnya, giliran kami untuk menentukan transportasi yang akan digunakan untuk kesana.

Pada waktu itu, moda transportasi Jombang-Malang yang paling efektif, murah, dan jam terbang cukup tinggi adalah Bus Tiga Perempat Puspa Indah. Bus yang waktu itu cukup mendominasi trayek Malang ke Jombang setelah akhirnya disingkirkan oleh Bus Bagong.

Uang yang kami miliki masing-masing 50 ribu, jadi total seratus ribu. Biaya transport Jombang - Batu (Malang) 15 ribu waktu itu, jadi untuk transportasi total 60 ribu PP, sisanya 40 ribu untuk tiket masuk Basecamp dan beli bekal makan.

Setelah selesai merancang konsep perjalanan dan waktu yang dibutuhkan (juga termasuk rute teraman menghindari kemanan pondok yang memiliki mata yang terlalu tajam, mungkin mereka di suplai tomat setiap hari), meeting ditutup dan kami kembali ke mess untuk istirahat bersama dengan belasan santri lain dalam satu ruangan.

Kamis sore setelah sholat ashar, setelah saat siang di waktu kami berdua diam-diam menyiapkan perlengkapan seperti carrier, pakaian ganti, sepatu, senter, batre cadangan, dan lain-lain kamipun bergegas memulai rencana pendakian!

Saat kerumunan santri pulang dari sekolah kami langsung ambil seribu kaki untuk berbelok ke rute yang tidak mengarah ke pondok, melewati kuburan, gang-gang kecil dan akhirnya sampai ke perhentian bus Puspa Indah yang biasanya menurunkan penumpang.

Perasaan senang karena bisa keluar dari lingkungan pondok untuk mendaki benar-benar melegakan karena itu menjadi salah satu hambatan yang kami prioritaskan. 

Sebelumnya, saat merencanakan pendakian, saat mempertimbangkan cuaca, info jalur, dan sebagainya, rute agar bisa keluar dari pondok dengan aman dan tanpa ketahuan adalah yang paling menantang. Seperti pondok pada umumnya, izin keluar jika selain di sambang orang tua dan mengikuti lomba hampir tidak mungkin.

Lalu, akhirnya kampiun naik bus tersebut. Saat jalan masih datar dan matahari belum tenggelam bus masih melaju dengan santai sambil sesekali mencari penumpang yang akan naik.

Tapi saat matahari mulai tenggelam dan memasuki jalan berkelok suasana mulai berubah, kernet bus tampak diam duduk tenang sembari menghitung tiket, sopir tampak mulai menyalakan rokoknya, saya yang baru pertama kali naik Puspa Indah tidak tahu apa-apa sampai kemudian pandangan saya tiba-tiba miring kesamping. Bus belok dengan tajam di jalan berkelok dan naik turun, saya yang duduk tepat sebelah atas roda belakang benar-benar berdebar dan hanya bisa diam membatu.

Tanpa sadar saya selalu merapal doa dan wirid tapi selalu terjeda oleh hati yang berteriak misuh saat bus terasa oleng tak karuan, sesaat terkadang ingatan wajah orang tua dan masa kecil sampai sekarang terlintas, seperti orang yang sedang sekarat dan mereview kisah hidupnya selama ini. 

Tikungan demi tikungan dilewati dengan cepat oleh sang sopir sembari menghela asap rokok yang dihisap, kepala para penumpang seperti semangka yang digantung untuk lomba makan duit saat agustusan berlangsung, menyesuaikan arah irama bus yang sedang berakselerasi. Kanan, kiri, naik, turun terus secara berulang. 

Selama perjalanan saya tak pernah sekalipun bisa memejamkan mata, pikiran yang kalut dan hati yang gelisah melihat kanan kiri jalan yang berupa lembah dan tebing dengan laju bus yang dengan goyangannya seperti tarian sufi dalam puncak putarannya.

Tanpa sadar saya lupa bahwa saya sedang perjalanan bersama teman saya yang berasal dari Banyuwangi, padahal tepat di samping, saya coba lihat wajahnya dan ternyata sama diam membeku dengan mimik wajah yang sama pucatnya dengan saya. Selama perjalanan sampai mendekati tempat tujuan kami benar-benar tidak mengobrol sama sekali, tidak ada kata-kata yang muncul dari mulut kami karena hanya fokus pada nyawa masing-masing.

Setelah kurang lebih dua jam setengah lebih mulai terlihat lampu-lampu rumah, bangunan, dan udara mulai terasa dingin menggigit pertanda kami sudah hampir sampai. Ketika jalan bus sudah tidak mobat-mabit seperti tadi, saya langsung berkata kepada kernet bus, "Pertigaan Panderman kulo medun Cak! "

Akhirnya plang Indomaret Batu yang menyala terang sebagai penanda bahwa itu tujuan akhir kami terlihat, kami sampai! Langkah kaki menuruni bus dengan sedikit sempoyongan, setelah berhasil turun dan bus lanjut perjalanan menjauh kami mengehela nafas bersama dan terduduk di plajaran Indomaret. "Buset, bis model opo kui", celetuku dan disambut tawa oleh temanku, kami mengobrol hampir setengah jam disana setelah lama terdiam karena takut untuk meredakan rasa panik.

Setelah selesai beli bekal di Indomaret kami langsung lanjut perjalanan ke Basecamp pendakian Gunung Panderman. Waktu itu, ojek motor yang mengantat pendaki dari pertigaan Panderman sampai ke Basecamp masih jarang, apalagi malam. Kami berjalan satu jam naik untuk sampai ke Basecamp, sholat Isya dijamak Maghrib di Mushola dekat Basecamp. Selepas sholat Isya kami langsung melakukan pendakian malam, sampai puncak sekitar tengah malam jam 23.00 WIB, pemandangan di Gunung sangat bagus, saat malam kita bisa melihat pemdangan malam Kota Batu-Malang dan saat  sunrise kita bisa melihat Gunung Arjuno Welirang yang indah. Gunung Panderman dengan puncaknya Basundara memiliki ketinggian 2.045 meter diatas permukaan laut (mdpl). 

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Pagi sekitar pukul 08.00 WIB kami langsung memutuskan untuk turun agar sampai pondok sebelum sholat Jumat, juga agar tidak ketahuan keamanan pondok bila sampai sana malam. Rasa puas bisa sampai puncak gunung Panderman ternyata tidak seberapa dibanding puas setelah selesai menaiki Puspa Indah, perasaan mendebarkan lebih kami dapatkan justru malah saat berada di kursi penumpang bus tersebut, bukan saat berada di puncak gunung.

Sebelum kembali menaiki wahana halilintar Jombang-Malang lagi untuk pulang ke pondok, kami makan pecel di depan pertigaan Indomaret Panderman dulu untuk mengisi perut. Yang jual sudah mbah-mbah, semoga beliau sehat selalu dan dapat pahala yang banyak karena makananya murah dan rasanya enak.

Setelah berhasil selamat dari Puspa Indah dan keamanan pondok, akhirnya kami bisa beristirahat dengan tenang. Malamnya, di depan kamar pondok kami asyik bercerita kepada teman sekamar lain tentang pengalaman yang sudah kami lalui, topik Puspa Indah adalah yang paling mengasyikan untuk diceritakan. 

Kabarnya Bus Puspa Indah kini sudah tidak beroperasi lagi mengitari kota batu yang berkelok-kelok karena persaingan antar bus lain, kendaraan pesan online dan diterjang Pandemi Covid-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun