Mohon tunggu...
Mohammad Arkham Zulqirom Putra
Mohammad Arkham Zulqirom Putra Mohon Tunggu... Buruh - Saya bekerja sebagai Tenaga Harian Lepas di Dinas Sosial Kab. Tegal

Nama panggilan Arom, manusia biasa.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Saat Naik ke Gunung Panderman Malah yang Terasa Mendebarkan ketika Naik Puspa Indah, bukan Puncaknya

23 Mei 2023   05:21 Diperbarui: 23 Mei 2023   05:42 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi/ Mohammad Arkham Zulqirom Putra

Lalu, akhirnya kampiun naik bus tersebut. Saat jalan masih datar dan matahari belum tenggelam bus masih melaju dengan santai sambil sesekali mencari penumpang yang akan naik.

Tapi saat matahari mulai tenggelam dan memasuki jalan berkelok suasana mulai berubah, kernet bus tampak diam duduk tenang sembari menghitung tiket, sopir tampak mulai menyalakan rokoknya, saya yang baru pertama kali naik Puspa Indah tidak tahu apa-apa sampai kemudian pandangan saya tiba-tiba miring kesamping. Bus belok dengan tajam di jalan berkelok dan naik turun, saya yang duduk tepat sebelah atas roda belakang benar-benar berdebar dan hanya bisa diam membatu.

Tanpa sadar saya selalu merapal doa dan wirid tapi selalu terjeda oleh hati yang berteriak misuh saat bus terasa oleng tak karuan, sesaat terkadang ingatan wajah orang tua dan masa kecil sampai sekarang terlintas, seperti orang yang sedang sekarat dan mereview kisah hidupnya selama ini. 

Tikungan demi tikungan dilewati dengan cepat oleh sang sopir sembari menghela asap rokok yang dihisap, kepala para penumpang seperti semangka yang digantung untuk lomba makan duit saat agustusan berlangsung, menyesuaikan arah irama bus yang sedang berakselerasi. Kanan, kiri, naik, turun terus secara berulang. 

Selama perjalanan saya tak pernah sekalipun bisa memejamkan mata, pikiran yang kalut dan hati yang gelisah melihat kanan kiri jalan yang berupa lembah dan tebing dengan laju bus yang dengan goyangannya seperti tarian sufi dalam puncak putarannya.

Tanpa sadar saya lupa bahwa saya sedang perjalanan bersama teman saya yang berasal dari Banyuwangi, padahal tepat di samping, saya coba lihat wajahnya dan ternyata sama diam membeku dengan mimik wajah yang sama pucatnya dengan saya. Selama perjalanan sampai mendekati tempat tujuan kami benar-benar tidak mengobrol sama sekali, tidak ada kata-kata yang muncul dari mulut kami karena hanya fokus pada nyawa masing-masing.

Setelah kurang lebih dua jam setengah lebih mulai terlihat lampu-lampu rumah, bangunan, dan udara mulai terasa dingin menggigit pertanda kami sudah hampir sampai. Ketika jalan bus sudah tidak mobat-mabit seperti tadi, saya langsung berkata kepada kernet bus, "Pertigaan Panderman kulo medun Cak! "

Akhirnya plang Indomaret Batu yang menyala terang sebagai penanda bahwa itu tujuan akhir kami terlihat, kami sampai! Langkah kaki menuruni bus dengan sedikit sempoyongan, setelah berhasil turun dan bus lanjut perjalanan menjauh kami mengehela nafas bersama dan terduduk di plajaran Indomaret. "Buset, bis model opo kui", celetuku dan disambut tawa oleh temanku, kami mengobrol hampir setengah jam disana setelah lama terdiam karena takut untuk meredakan rasa panik.

Setelah selesai beli bekal di Indomaret kami langsung lanjut perjalanan ke Basecamp pendakian Gunung Panderman. Waktu itu, ojek motor yang mengantat pendaki dari pertigaan Panderman sampai ke Basecamp masih jarang, apalagi malam. Kami berjalan satu jam naik untuk sampai ke Basecamp, sholat Isya dijamak Maghrib di Mushola dekat Basecamp. Selepas sholat Isya kami langsung melakukan pendakian malam, sampai puncak sekitar tengah malam jam 23.00 WIB, pemandangan di Gunung sangat bagus, saat malam kita bisa melihat pemdangan malam Kota Batu-Malang dan saat  sunrise kita bisa melihat Gunung Arjuno Welirang yang indah. Gunung Panderman dengan puncaknya Basundara memiliki ketinggian 2.045 meter diatas permukaan laut (mdpl). 

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Pagi sekitar pukul 08.00 WIB kami langsung memutuskan untuk turun agar sampai pondok sebelum sholat Jumat, juga agar tidak ketahuan keamanan pondok bila sampai sana malam. Rasa puas bisa sampai puncak gunung Panderman ternyata tidak seberapa dibanding puas setelah selesai menaiki Puspa Indah, perasaan mendebarkan lebih kami dapatkan justru malah saat berada di kursi penumpang bus tersebut, bukan saat berada di puncak gunung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun