Mohon tunggu...
Mohammad Arkham Zulqirom Putra
Mohammad Arkham Zulqirom Putra Mohon Tunggu... Buruh - Saya bekerja sebagai Tenaga Harian Lepas di Dinas Sosial Kab. Tegal

Nama panggilan Arom, manusia biasa.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Tren Menikah di KUA sebagai Wujud Komitmen Pasangan, Bukan Orangtua

5 Mei 2023   13:12 Diperbarui: 5 Mei 2023   13:21 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selesai kenyang menyantap opor lebaran, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Islam terbanyak menjadikan bulan Syawal sebagai waktu yang tepat untuk melepas masa lajang dan melangsungkan pernikahan. Biasanya di gapura atau tiang listrik di jalan-jalan mulai banyak ditemui janur kuning sebagai penanda bahwa disitu sedang diadakan acara pernikahan. 

Saat dua insan sudah saling yakin dan berkomitmen untuk jenjang yang lebih serius, menikah adalah wujud dari komitmen tersebut. Melegalkan hubungan secara sah oleh negara dan agama. Menikah menjadi impian masing-masing orang atau pasangan dalam hidupnya, karena menikah adalah bentuk saling percaya tertinggi dalam sebuah hubungan percintaan.

Namun, sangat disayangankan dengan budaya yang sudah ada di Indonesia menikah menjadi sesuatu yang harus menghabiskan uang yang banyak, meriah, megah, dan berlebihan.

Menikah juga dijadikan simbol status atau derajat dari orang atau keluarga yang melangsungkannya. Yang mana bila menikah hanya digelar dengan sederhana dan tidak meriah maka dianggap miskin dan keluarga yang kastanya rendah. Bahkan, malu jika menikah hanya di KUA dan tidak menggelar resepsi yang meriah karena dianggap sudah 'kebablasan' atau hamil duluan atau perempuan yang dinikahinya itu istri kedua dari si laki-laki (dinikahkan siri).

Seringnya, ikut campur orang tua dalam memutuskan bagaimana acara pernikahan di gelar sangat dominan karena sebagai penyumbang dana paling besar, calon suami atau istri hanya bisa 'manut' seperti boneka dan sedikit memiliki andil sedikit dalam memilih bagaimana acara mereka ingin dilangsungkan. Seandainya ingin yang biasa saja pasti ditolak langsung.

Mereka yang akan melangsungkan pernikahan juga ada yang harus menjual tanah, kendaraan, atau malah berhutang pada bank guna acara pernikahan bisa dilangsungkan dengan 'epic' sesuai keinginan orang tua. Selesai acara pernikahan, dilanjut dengan mulai mencicil hutang atau mulai menabung lagi dari nol.

Anehnya, hal yang lebih penting seperti memiliki rumah untuk calon pasangan lebih dikesampingkan. Yang lebih diutamakan lebih ke seserahan, mas kawin, dan hal-hal bersifat topping lain dalam seremonial pernikahan.

Untungnya, baru-baru ini tren menikah di KUA secara gratis mulai meningkat. Pandemi Covid yang menghantam negara Indonesia menjadi salah satu alasan pernikahan dilangsungkan secara sederhana dan biasa. Banyak yang menceritakan kisah mereka menikah di KUA melalui platform media sosial Twitter. Selain itu, anak muda sekarang sudah lebih melek dan realistis dalam menentukan konsep pernikahan yang sesuai. 

Dengan menikah di KUA, biaya yang dikeluarkan benar-benar jauh lebih hemat puluhan hingga ratusan juta ketimbang melangsungkan pernikahan di gedung atau membuat panggung di rumah. Biaya seperti souvenir, undangan, resepsi, catering, dekorasi dan lain sebagainya tidak lagi harus dipikirkan.

Selain hemat, menikah di KUA lebih menunjukkan kemandirian pasangan. Itu karena konsep yang dilangsungkan tidak muluk-muluk dan sederhana, orang tua tidak terlalu banyak mengintervensi anaknya, pasangan yang melangsungkan pernikahan bisa lebih leluasa dan tidak terbebani terlalu berat oleh ini itu dalam konsep pernikahan konvensional pada umumnya.

Memang menikah adalah kegiatan sakral janji suci pasangan yang tidak boleh sembarangan dalam melangsungkannya, dimana pernikahan dilakukan oleh pasangan sekali seumur hidup dan dijaga kelangsungannya selama-lamanya.

Akan tetapi bukan juga dilakukan dengan berlebihan dan boros. Justru karena menikah itu dilangsungkan dalam waktu lama oleh pasangan, kenapa harus menghabiskan banyak harta dalam sehari dua hari saja? itupun untuk formalitas acara. Yang lebih penting seperti dana tabungan masa depan, rumah, biaya tidak terduga dan lain sebagainya harusnya jadi prioritas yang harus dipikirkan sebelum memulai pernikahan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun