Belakangan ini, aku sering diam dan memandangi chat-room kita. Jangan bertanya, karena aku pun tidak tahu mengapa.
Seperti ada rasa yang kembali menyapa, setelah ia pergi tanpa memberi tahu kapan akan kembali.
Lalu tiba-tiba kamu online. Hasrat ingin menyapamu seperti terus menggelitik.
Ah, tapi aku tidak se-pemberani itu. Yang di pikiranku cuma bisa bertanya-tanya.
"Dia sedang mengobrol dengan siapa, ya?" "Siapa laki-laki beruntung itu, ya?"
Pengecut memang, tapi biarlah. Lagipula aku cuma sedang menengok sebentar, ke obrolan-obrolan yang pernah kita lakukan dulu.
Favoritku adalah, disaat mengucapkan selamat pagi dan selamat malam. Bagiku saat itu terasa tidak ada duanya.
Sama seperti sekarang, disaat aku membaca-baca lagi. Semua kalimat-kalimat itu, semua harapan-harapan itu.
Seakan-akan menggumpal di dalam kepala dan perasaanku ini. Aku bertanya-tanya juga, "seperti apa sih rasanya menjadi laki-laki itu?"
Laki-laki yang kamu cinta dan mengisi waktu-mu setiap hari. Jujur saja, aku iri dengannya.
Aku masih bisa bernapas, tapi juga merasa sesak disaat yang sama. Semua rasa iri seperti memenuhi rongga di dada.
Temui aku di persimpangan itu, ya. Jika ia membuat-mu meragu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H