Hari yang tak pernah ku harap pun datang. Kukira kita hanya bertengkar sementara, namun diantara kita tak ada yang mengalah dan malah menyembah ego kita masing-masing.
Namun berkat pertengkaran itu. Aku tau kamu mulai bosan denganku dan malah memilih pergi memilih yang lain. Sialan, laki-laki itu.
Katamu, "dia lebih asik", "lebih baik", Â "dan idaman ku sejak dulu". Saat kau berkata seperti itu rasanya diriku seperti tersetrum kabel charge-hpku.Â
"Persetan dengan kamu!" Kataku, namun didalam hati. Tak sanggup aku menyakiti dirimu yang aku sayang tanpa ragu. Walaupun kata katamu seperti menusuk diriku dari depan dan belakang.
Bagaimana mungkin aku yang sejak lama bertahan denganmu, yang selalu sabar denganmu, yang selalu memenuhi semua keinginanmu. Dirimu malah lebih memilih dia yang bahkan hanya sekilas lewat di hidupmu.
Ya aku tau aku mungkin bukan idamanmu. Tapi kata-katamu itu menancap dalam ingatan dan perasaan. Ragamu sudah lama pergi, tapi luka yang kau buat masih ada dan menetap.
Entah, tiap kali ingat dirimu. Yang kuingat hanya luka yang pernah kau buat, sejujurnya aku tidak ingin begitu tapi entahlah. Aku pun juga tidak tau kenapa bisa begitu.
Aku memang kehilangan dirimu, tapi untungnya aku menemukan diriku sendiri. Aku sudah memutuskan memeluk semua kenangan itu. Kenangan yang indah maupun luka yang membuat tabah.
Apakah senyum teduh-mu itu masih ada untuk-ku? Sejujurnya aku rindu. tapi aku hanya malas mengungkapkan dan lebih memilih memendam semuanya saja.
Kamu akan abadi dalam puisi ini. Aku harap kamu baca dan kamu merasa kalau kamu adalah bagian dari ini.Â
Untuk wanita yang tiap tersenyum membentuk lesung pipi, ini untukmu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H