Mohon tunggu...
Mohammad Nurfatoni
Mohammad Nurfatoni Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja Swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa dalam Krisis Spiritualitas

16 Juni 2015   08:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:01 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Adanya unsur kejadian non-material (ruh) itulah yang membedakan, bahkan melebihkan atau membuat lebih, manusia dibandingkan makhluk lainnya. Karena itu pula, Allah memerintahkan makhluk lain (malaikat) untuk bersujud kepada Adam, “bapak” manusia (Al Hijr/15:29). Dengan demikian, predikat manusia sebagai “puncak” ciptaan Allah bukan semata didasarkan kepada keunggulan fisik-material, melainkan justru terletak pada keunggulan non fisik-material, yang tidak dimiliki makhluk lain.

##

Di samping melatih pengendalian hawa nafsu, puasa Ramadhan juga mengasah kepekaan sosial (aras psikososial) pelakunya. Mereka dianjurkan untuk memperbanyak kebaikan kebaikan sosial (sedeqah, saling tolong menolong). Mereka pun diarahkan untuk meninggalkan kejahatan-kejahatan sosial (menghardik, mencela, bertengkar).

Sebuah riwayat mengabarkan bahwa seorang wanita sedang mencaci-maki pembantunya di bulan Ramadhan. Kabar ini didengar Rasulullah SAW. Beliau lalu mengutus seseorang untuk membawa makanan dan memanggil perempuan itu. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah makanan ini!” Perempuan itu menjawab, “Saya sedang berpuasa ya Rasulullah.” Rasulullah lalu menegurnya, “Bagaimana mungkin kamu berpuasa padahal kamu mencaci-maki pembantumu”. Sesungguhnya puasa adalah sebagai penghalang bagi kamu untuk tidak berbuat hal-hal yang tercela. Betapa sedikitnya orang yang berpuasa dan betapa banyaknya orang yang kelaparan.”

Riwayat di atas menarik untuk kita kaji, karena Islam yang di antaranya dipraktikkan lewat ibadah puasa, sangat menghormati terbangunnya hubungan sosial yang harmonis. Sekalipun hubungan itu adalah antara majikan dengan pembantu, yang pada realitas umumnya selalu didominasi oleh sang majikan (artinya majikan bisa sekehendak hati memperlakukan pembantu).

Dalam Islam, orang yang berpuasa bukan saja diukur dari parameter fisikal (tidak makan, minum, dan berhubungan suami istri), melainkan juga dinilai dari perilaku sosialnya. Bahkan puasa menjadi semacam garansi bagi pelakunya untuk tidak berbuat hal-hal yang merugikan.

Sesungguhnya puasa adalah sebagai penghalang bagi kamu untuk tidak berbuat hal-hal yang tercela,” sabda Rasulullah SAW. Apa artinya? Ternyata Islam sangat berkepentingan untuk membangun masyarakat yang beradab.

###

Yang tak kalah pentingnya, (puasa) Ramadan juga mengajak manusia untuk memperdekat jarak hubungan transendental dengan Tuhan-nya. Shalat, dzikir, istighfar, dan doa, adalah amalan-amalan penting bagi para pelaku puasa. Dengan amalan-­amalan itu, diharapkan mereka bisa semakin meyadari pentingnya Tuhan dalam kehidupan manusia. Bahwa Tuhan selalu dekat manusia dan selalu mengawasi gerak-geriknya. “Dia (Allah) beserta kamu di mana pun kamu berada, dan Allah Maha Teliti akan segala sesuatu yang kamu kerjakan” (AI Hadiid/57:4)

Semangat selalu diawasi Tuhan adalah sikap yang sangat mendasar. Sebab dengan sikap seperti itu, kita akan menjadi hamba Tuhan yang benar. Di manapun dan kapanpun berada, kita tidak akan berani melanggar perintah-larangan-Nya. Bukankah Tuhan akan selalu “memergoki” kita, di saat taat atau di saat maksiat.

Semangat selalu diawasi Tuhan betul-betul dipraktekkan dengan baik ketika kita sedang beribadah puasa, suatu ibadah yang private, sebab, siapakah yang mengetahui bahwa seseorang itu berpuasa selain Tuhan dan orang itu sendiri? Mungkin saja seseorang di siang hari nampak lesu, lemah dan tak berdaya; yakni, mempunyai tanda-tanda lahiriah bahwa dia adalah seorang yang sedang berpuasa. Namun tentu saja hal itu tidaklah merupakan jaminan bahwa dia benar-benar berpuasa, sebab mungkin saja dia melakukan sesuatu yang membatalkan puasa ketika sedang sendirian, misalnya dengan meneguk segelas air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun