Mohon tunggu...
Mohammad Nurfatoni
Mohammad Nurfatoni Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja Swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Saya Anak Stasiun Kereta!"

16 November 2010   02:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:34 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa rumus kemandirian itu: (1) tawakkal dan berserah pada Allah. (2) hidup sangat sederhana; malah dengan sejumlah laku tirakat "puasa". Kesederhanaan itu nampak sekali dari bangunan "gedung"nya; segala sumbangan masyarakat berupa pintu atau jendela bekas, palet, dan sebagainya bisa dirangkai menjadi bangunan. Satu-satunya bangunan "mewah" hanya masjid; karena prinsip "rumah akherat " harus lebih baik dari "rumah dunia". Maka jangan heran jika rumah almarhum pendiri dan anak-anaknya, yang kini menjadi pengasuh, benar-benar dari sesek (bambu) dan beralas tanah yang dilapisi vynil plastik. (3) keterlibatan masyarakat; meskipun secara fiqh masih ada perbedaan dengan masyarakat setempat, tetapi karena secara sosial pesantren ini sangat membantu mereka, maka masyarakat pun antusias terlibat misalnya dalam dalam hal memasak di dapur umum.

Ketiga, semangat dakwah yang digelorakan pada santri juga unik. Dalam hal ini filosofi yang ditanamkan adalah bahwa keberhasilan seorang alumni bukan dilihat dari kekayaan atau jabatan yang diraih setelah hidup di masyarakat; melainkan sejauh mana amal shaleh yang telah dilakukan untuk kemaslahatan umat. Kesuksesan alumni santri diukur oleh sejauhmana dia bisa mengembangkan dakwah di masyarakat, menyantuni anak yatim, membantu fakir miskin, memberi makan tetangga yang gak bisa makan, atau mendirikan masjid untuk pusat dakwah dan pendidikan.

Maka, untuk membekali itu sehabis lulus SLTA, para santri disebar ke berbagai pelosok nusantara hanya dibekali dengan tiket berangkat. Selama 3 bulan, mereka harus survival di masyarakat yang ditempati dan mampu melakukan kegiatan dakwah dan sosial. Setelah itu mereka ditarik ke pesantren untuk dilakukan evaluasi; dan biasanya mereka diminta kembali oleh masyarakat yang ditempati praktik itu.

AH, SEMOGA KITA TERKETUK JIWA (untuk membantu sesama, termasuk ke pesantren dalam cerita ini)!

Maaf, jika ada yang kurang berkenan, atau salah dalam mengungkap fakta lewat tulisan ini!

Mohammad Nurfatoni

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun