" Apakah kalian tidak mendapat uang sama sekali dari kemarin? Kenapa kalian sampai tidak bisa makan dari kemarin?" Â Ini adalah pertanyaanku yang tidak bisa di jawab oleh mereka.
Mereka hanya saling perang pandang saat kuajukan pertanyaan itu, tanpa ada jawaban yang keluar dari mulut kedua anak ini. Namun situasi hening itu terpecahkan setelah ibu penjual nasi padang itu datang ke meja kami dengan membawa pesanan.
 Mata mereka bersinar menyaksikan makanan yang disuguhkan oleh ibu penjual itu, setitik senyum keluar dari raut wajah mereka. Tanpa menunggu waktu lama, aku pun lasung menyuruh mereka untuk memakannya.
"Hmmm Enak sekali kak" Â kata si adik dengan memandang mata kakaknya. Kakaknya hanya tersenyum dan mengangguk, namun ada situasi yang aneh bagiku.
Saat mereka dengan lahap melahap makanan itu, aku melihat butiran air terus menetes dari mata mereka. Iyah mereka menangis. Entah perasaan apa yang menafsirkan derai airmata  mereka. Aku juga enggan bertanya, karena aku tidak mau mengganggu mereka yang sedang lahap menyantap makanannya. Aku pun juga melanjutkan menyantap makananku.
Setelah selesai makan, aku memesan 1 lagi untuk dibungkus agar diberikan kepada ibu kedua anak ini yang sedang sakit.
Setelah semua selesai dan aku sudah membayarnya, kami bertiga keluar dari warung padang dan kembali berjalan ke halte bus. Â
Ditengah perjalanan memuju halte tiba-tiba anak perempuan memegang jari tanganku.
"Om tolong kami" ucapnya.
Aku pun mengangguk, aku berfikir mereka butuh uang untuk hidup mereka dan ibunya, jadi aku menganggukkan kepala dan setuju untuk memberi mereka sejumlah uang.
" Ini untuk kalian, semoga dengan ini kalian bisa cukup untuk hidup selama seminggu kedepan" jawabku sambil memberikan uang sebanyak 400 ribu, karena pada saat itu hanya uang itu yang ada di dompetku, yang lainnya masih di ATM semua.
Saat kuberi uang mereka hanya mengangguk dan berterima kasih. Sebenarnya aku masih melihat kecemasan dari raut wajah mereka berdua, namun aku berfikir itu bukan apa-apa, karena aku sudah memberinya sejumlah uang.
Kami bertiga lanjut berjalan menuju halte. Sesampainya di halte mereka berdua memilih menemaniku hingga bus yang akan kunaiki tiba .
"Om terimakasih untuk uang dan makanannya, kami tidak tahu harus seperti apa untuk membalasnya" ucap si anak perempuan.
Aku pun tersenyum sembari menjawab " iya sama-sama, kalian tidak perlu melakukan apapun, teruslah hidup dengan keringat kalian sendiri, karena suatu saat nanti Om yakin bahwa kalian akan tumbuh menjadi orang yang kuat, oh iya ada satu yang harus kalian lakukan, tolong nyanyikan sebuah lagu untuk Om".
Mereka berdua tampak tersenyum dan kembali beradu pandang, kemudian si Kakak bernyanyi dengan diikuti si Adek. Â Lagu yang dinyanyikan adalah lagu Peterpan yang berjudul Bintang Di Surga.
Mereka pun bernyanyi dengan banyak yang salah pada liriknya, namun hal itu kujadikan candaan dan membuat kami bertiga tertawa riang. Sebenarnya aku sangat terhibur oleh mereka berdua.
Kami terus bernyanyi dan tertawa bersama untuk beberapa lagu. Hingga akhirnya bus yang kutunggu tiba, sebelum bus itu benar-benar terhenti di hadapanku aku pun berkata pada mereka
"Om bekerja di kantor seberang jalan itu, jika ada apa-apa datanglah ke kantor, dan bilang kepada security untuk bertemu Om Danang" Â ucapku sambil menunjuk kantor tempatku berkerja.
Mereka hanya mengangguk dengan senyum yang menyala pada bibirnya. Hal itu pun membuat aku lega.
Bus telah berhenti di hadapanku dan aku pun menaikinya, mereka melambaikan tangan kepadaku  diiringi dengan senyumnya yang indah sebagai tanda perpisahan. Aku juga membalas melambaikan tanganku dan bus pun mulai berjalan.
Setelah bus berjalan sekitar 100 meter aku pun berbalik untuk memandang mereka dari dalam bus. Dan yang kulihat adalah sesosok pria dewasa berbadan kekar manarik paksa tangan mereka, kulihat merekapun menangis dan ketakutan. Aku terkejut melihat kejadian itu.
 Aku berteriak agar bus berhenti sekarang juga, namun bus tidak bisa lasung berhenti mendadak karena situsi jalan raya yang ramai. Jika bus berhenti mendadak, bisa menyebabkan kecelakan beruntun. Bus yang kunaiki mulai mengurangi kecepatannya hingga akhirnya berhenti.
Setelah bus berhenti aku pun lasung turun dan berlari ke arah halte, namun sudah mereka sudah tidak ada lagi.