Mohon tunggu...
Cak Sobb
Cak Sobb Mohon Tunggu... Lainnya - Pebisnis

Belajar dan teruslah belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ilmu Tentang Rasa dalam Ekspresi Kehidupan

3 Juni 2022   13:51 Diperbarui: 3 Juni 2022   13:57 10529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam upaya mendekatakan diri kepada allah SWT ada satu fase amalan yang sering terlupakan dan tidak diajarkan secara umum dalam syariah, fase ini adalah mengamalkan ilmu rasa. 

Pernah tidak kalian memiliki perasaan yang  ingin sekali ikut merasakan apa yang kalian rasakan. Saat jatuh cinta pada seseorang pastinya kalian mengharap pujaan hati membalas dengan perasaan yang sama. Namun taukah kamu perasaan yang kalian rasakan adalah warisan dari perasaan alam semesta? 

Alam semesta ini seperti menyimpan cinta pada kita dan sudah seharusnya kita mencintai dengan perasaan yang sama, karena sebaliknya jikalau kita tidak berlaku cinta pada alam semesta hal ini akan menjadi bahaya besar dalam diri kita. 

Apa yang kita rasakan adalah bahasa alam yang hendak menyampaikan sesuatu kepada kita. ketika pesan dari rasa itu tersampaikan secara utuh kepada kita. Maka dalam titik inilah kita mendapatkan ilmu hakikat hingga ilmu makrifat dapat dibahasakan menggunakan cara berbagi rasa dalam menyampaikan pesan sehingga kita mengenal allah swt melalui satu rasa yang sama. 

Adapun orang-orang sholeh yang sudah bermakrifat atau mengenal allah, pasti pernah melalui fase mengenal dengan rasa. Konsep sederhana ilmu ini seperti merasakan apa yang alam semesta rasakan. Misalnya seperti rasa cinta, kasih dan rasa sayang adalah suatu rasa yang alam semesta wariskan kepada manusia. 

Dalam syariat islam ilmu rasa memang tidak mendapatkan bab khusus sebagai suatu cara yang wajib dilakukan setiap muslim. Karena ini ilmu tinggi yang membutuhkan persiapan bagi hamba yang menerimanya. Ilmu rasa menjadi media ilmu yang tidak mungkin dicapai akal. 

Dalam tasawuf cara yang ditempuh untuk menemukan hakikat menurut imam al-ghozali terdiri atas dua tahap yaitu ilmu dan amal. Ilmu yang dimaksud adalah tentang konsep dan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam tasawuf seperti mahabbah, ma'rifat dan sebagianya. 

Selain itu diharuskan pula mengetahui syariat dan keimanan yang kuat terhadap 3 dasar keimanan. Yang dimaksud dengan amal adalah mengalami secara langsung konsep dan langkah-langkah yang harus dilalui tadi. 

Ilmu dan amal harus menyatu seperti pernyataan imam al-ghozali yaitu bahwa para sufi adalah orang-orang yang memiliki pengalaman langsung bukan orang-orang yang hanya berbicara tanpa pernah mengalaminya. 

Dalam tasawuf pencarian ilmu hakikat tidak bisa dicapai dengan pengetahuan saja tapi harus dengan pengalaman yang merasakannya secara langsung, maka dengan pengalaman inilah yang disebut dengan rasa atau merasakan apa yang alam semesta rasakan. 

Secara sederhana keterangan imam al-ghozali dapat dijelaskan sebagai berikut. Ilmu di ibaratkan seperti seseorang yang mengetahui buah kurma enak rasanya dan amal adalah pengetahuan setelah ia mencicipi dengan pengalaman memakan buah kurma itu, seseorang belum akan mengetahui rasa manis dan harumnya sebelum dirinya benar-benar mengalami dengan mencicipi rasanya. 

Sebaliknya orang yang hanya berbicara buah qurma rasanya enak tanpa pernah merasakannya seolah-olah apa yang dibicarakan tidak mendasar pada pengetahuan yang otentik walaupun secara umum yang dibicarakan adalah riwayat yang akarnya shahih yang benar-benar di alami orang-orang sholeh sebelumnya. 

Tahap pengetahuan sebatas bersumber menurut ini dan menurut itu pernah tidak dianggap memberikan kepuasan oleh imam al-ghozali. Menurut imam al-ghozali justru karena ilmu-ilmu yang dipahami oleh akal tidak memberikan manfaat pada batinnya maka beliau memutuskan mengamalkan dengan jalan meninggalkan seluruh aktivitasnya beribadah kepada allah. Setelah berhasil beliau menulis kitab besarnya yang diberi nama ihya' ulumuddin. 

Pada keterangan imam al-ghozali ini bisa disimpulkan bahwa akal hanya sebatas kecil sebagai mediator sampainya ilmu selaras dengan majas jalaluddin rumi "taruhlah akal bawah kakimu sebagai tangga menuju langit karena di alam rasa akal tidak mampu  menjangkau informasi dengan lebih baik secara hakikat. Ilmu rasa sendiri adalah pemcapaian seseorang dari mengamalkan ilmu tertentu bukan suatu teori syariat, maka dalam syariat tidak dijelaskan tentang ilmu rasa. 

Sebaliknya ilmu-ilmu yang ada di syariat yang diajarkan kepada kita sebenarnya bertujuan supaya mencapai pengalam atau merasakan secara langsung yang disebut dengan alam hakikat atau ilmu hakikat. Cara mendapatkan alam rasa adalah dengan berdzikir secara terus menerus dalam keadaan apapun seperti yang dilakukan oleh rosulullah dalam riwayatnya. 

Ada dua dzikir yang perlu diamalkan  yaitu dzikir lisan dan hati, dzikir lisan termasuk wirid setelah sholat diucap dengan bersuara melalui lisan dan dzikir hati bisa dilakukan dalam keadaan apapun seperti sambil bekerja berjalan duduk dan berdiri. dzikir hati juga sering di amalkan dzikir nafas. 

Cara ini cukup dilakukan berdzikir dalam hati yang dibarengi dengan keluar masuknya nafas. Allah SWT berfirman " dan sebutlah nama tuhanmu dala hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS.al-A'raaf: 205)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun