Ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan menjadi ilmu. Lalu bagaimana agar pengetahuan menjadi Ilmu?
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
Kita mengetahui adanya Bulan, tetapi kita tidak memiliki ilmu bagaimana membuat Bulan, kita mengetahui adanya Matahari pun kita tidak memiliki ilmu membuat Matahari. Lalu apa sejatinya ilmu yang kita miliki?
Imam Syafi'i Rahimahullah mengatakan “AL-Ilmu maa fiis shudur  laa fis suthur" Ilmu itu apa yang ada di dada, bukan di tulisan. Jadi, artikel, buku, naskah akademik, peraturan, bahkan Kitab Suci yang kita baca dan pelajari, hanya sebatas pengetahuan, hanya sebatas menambah pengetahuan saja belum menjadi ilmu. Lalu, bagaimana kita mendapatkan ilmu?
Allah SWT berfirman, firman-Nya tertulis dalam Al-Qur'an. Yang mana dengan firman-Nya, Alam Semesta mendapatkan Ilmu Pengetahuan.
Rasulullah Muhammad SAW, bersabda.Â
Yang mana dengan Sabda Rasulullah para sahabat mendapatkan Ilmu Pengetahuan. Agar, Ilmu tersebut tidak hilang, maka para sahabat menuliskannya dalam lembaran yang kemudian dijadikan satu menjadi buku, yang mana dalam para sahabat menuliskan atau menceritakan Sabda Rasulullah, bukan tulisan Rasulullah. Â Namun, jangan disalah artikan bahwa Rasulullah tidak bisa menulis.Â
Jadi, para Nabi dan Rasul dalam menyampaikan wahyu yang diterima bukan melalui tulisan, namun melalui sabdanya, melalui perkataan, agar menjadi ilmu pengetahuan bagi ummatnya. Para Waliyullah, alim ulama, kyai, menyebarkan ilmu pengetahuan juga mencontoh para Nabi dan Rasul, yaitu menyampaikan bukan hanya dengan tulisan, tetapi dengan tutur/perkataan. Â Karena, dengan tutur/perkataan langsung didengar dan di cerna otak, sehingga merasuk dalam hati.
Nah, kita sebagai pendidik pun seharusnya melakukan hal yang sama, yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan dengan tutur perkataan, bukan hanya membacakan text/naskah/slide.
Mengapa kita mengundang Kyai untuk ber khotbah, mengundang Pembicara atau Narasumber untuk berbicara dan kita membayar untuk itu, karena kita ingin mendapatkan ilmu dari apa yang disampaikan oleh Kyai, Narasumber.
Di era digital, dengan online/webinar/seminar secara tak langsung sedikit menghilangkan esensi dalam mendapatkan ilmu pengetahuan jika Pembicara atau Narasumber hanya membacakan text/slide tanpa menjelaskan isi daripada text/slide yang dibacakan.Â
Banyak dari kita yang berprofesi sebagai pendidik dan pengajar, saat dikelas baik offline maupun online seringkali terjebak hanya membacakan apa yang tertulis dalam buku ataupun dalam slide. Jika seperti itu maka kita akan kalah dari google.
Maka, mari kita mengikuti kajian, ceramah, seminar/webinar agar kita mendapatkan ilmu, serta diimbangi dengan membaca buku dan artikel, agar kita mendapatkan pengetahuan, sehingga dengan begitu kita mendapatkan ilmu pengetahuan, dan dengan ilmu pengetahuan tersebut kita dapat menuliskan ilmu yang kita dapat agar menjadi pengetahuan bagi yang membaca. dan kita menyampaikan ilmu dengan tutur kata agar menjadi ilmu bagi yang mendengarkan dan menyimak.
Maka, marilah kita pertahankan dan mengembangkan budaya tutur, tentunya dengan tutur kata yang baik dan santun, agar ilmu pengetahuan tertanam dalam diri kita, dan tertanam dalam sanubari-sanubari generasi yang akan menyebarkan ilmu pengetahuan kepada dunia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI