SAAT melihat lagi postingan lama di Instagram, saya melihat satu postingan pribadi pada September 2023. Kontennya berupa dokumentasi foto saat saya melaksanakan reportase ke sejumlah tempat di Kalimantan Timur.Â
Saya ingat, waktu itu terhitung genap tiga hari, saya melaksanakan liputan. Dimana perjalanan dimulai dari Balikpapan hingga pelosok Kutai Kartanegara--yang paling lama dikunjungi.Â
Pada kesempatan tersebut, saya tidak sendiri. Sejumlah pewarta, akademisi, dan perwakilan instansi pemerintahan yang menaruh konsentrasi terhadap transisi energi dan pemanfaatan energi terbarukan turut terlibat. Dari sekian titik kunjungan, dua lokasi di Kutai Kartanegara menggugah rasa penasaran saya, yakni Desa Mulawarman dan Desa Menamang Kanan.
Kalau ditarik dari jantung Kutai Kartanegara, kedua desa tersebut memiliki jarak tempuh yang tidak sebentar. Desa Menamang Kanan, misalnya, berjarak 141 kilometer dari Tenggarong. Jika merujuk perhitungan algoritma Google Maps, estimasi perjalanan menelan waktu nyaris 4 jam dengan sepeda motor--jika tanpa kendala.
Seingat saya, perjalanan menuju desa itu menampilkan karakter akses jalan yang masih berupa agregat, dengan sebaran pohon sawit yang lebat di sepanjang kanan dan kiri jalan. Debu yang memangkas jarak pandang juga menambah sedikit ketegangan dalam perjalanan.
Berbeda dengan perjalanan menuju Desa Menamang Kanan yang penuh rintangan, akses menuju Desa Mulawarman terbilang lebih mudah. Meskipun jarak tempuhnya tidak sejauh desa tetangga, permukiman yang dihuni oleh 750 Kepala Keluarga ini nyaris terhapus dari sejarah. Ancaman eksplorasi alam yang berkaitan dengan aktivitas pertambangan batu bara di sekitarnya menimbulkan keresahan bagi para warga.
Namun, keresahan tersebut berangsur mereda seiring dengan kucuran dana CSR (Corporate Social Responsibility) yang diberikan oleh perusahaan tambang. Dana CSR ini bagaikan angin segar bagi warga Desa Mulawarman, membawa harapan baru di tengah bayang-bayang pertambangan.
Kedua desa itu sejatinya mendapat sokongan dari pemerintah setempat. Saya tidak ingat berapa jumlahnya, namun seperti Desa Mulawarman dengan puluhan paket perangkat digester, lalu Desa Menamang Kanan yang mendapat bantuan berupa sejumlah panel surya sebagai pembangkit listrik mandiri.
Tapi ibarat pakai motor tak tahu servis, pada waktu itu para warga mulai mengeluh sebagian bantuan yang diberikan mulai mengalami kerusakan karena nyaris tanpa pemeliharaan. Misalnya, perangkat digester di Desa Mulawarman yang sudah hitungan pekan mengalami kebocoran. Warga hanya tahu memakai, tapi tak tahu cara membenahi.
Begitu pula di Desa Menamang Kanan dengan bantuan panel surya yang terpasang di depan Kantor Desa. Perangkat yang mestinya terjaga dalam kondisi bersih, kenyataannya mulai dirambati lumut. Debu-debu tampak mulai menutupi permukaan panel, yang sudah barang pasti mengganggu penyerapan cahaya matahari sebagai ujung tombaknya.