Mohon tunggu...
Mohammad Asyari
Mohammad Asyari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

pecandu kebaikan orang lain, karena hidup untuk berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Itu "Narasi Literaturku" Dulu

30 Juni 2013   19:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:12 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini sabtu,27 Oktober saya menikmati kesendirian dalam rumah,sengaja saya tidak keluar untuk menghirup udara pagi untuk berjumpa saling menyapa dengan rekan-rekan, karena merasa pagi ini ada yang harus saya keluarkan dari dalam pikiran saya, masih seperti dahulu tidak jauh mengenai dunia perkampusan,dunia kemahasiswaan dunianya kaum intelektual, karena saya merasa ada yang janggal ketika kita berbicara tentang atribut perkampusan, dari mulai kebijakan lembaga (universitas) sampai aktivitas para mahasiswa, kalau kita cermati jelas sekali pergeseran dunia perkampusan dahulu dan dunia perkampusan sekarang, dunia perkampusan dahulu yang saya amati selalu berhasil menelorkan sarjana-sarjana yang memang ahli dalam bidangnya, sarjana-sarjana yang bukan hanya tangguh ketika dalam kelas tapi juga sarjana-sarjana yang tangguh ketika terjun ke lapangan realita

Kalau kita amati, dunia perkampusan sekarang itu hanya sebagai sarana transformative keilmuan saja dan mengindahkan transformative kebudayaan yang mana ketika kita berbicara masalah keilmuan maka yang nampak adalah segala sesuatunya itu harus serba formal bahkan seringkali tanpa melihat unsur kemanusiaan demi terciptanya sesuatu yang diharapkan oleh para pelaku dalam birokrasi perkampusan dan disinilah akan nampak ada semacam pengekangan, pembunuhan perlahan daya kreativitas, daya nalar kritis, daya apresiatif dari kaum mahasiswa untuk mengekspresikan dan mengeksplorasi tumbuhnya kesadaran yang muncul dari dalam diri pribadi mahasiswa itu untuk mencari solusi, bukan sodoran ataupun pemaksaan yang samar untuk mempelajari dan memahami dinamika sosial berbasis keilmuan.

Dan berbeda kalau kita melihat dan mencermati dunia perkampusan itu sebagai sarana transformative kebudayaan, dimana kalau kita pahami bahwa kebudayaan merupakan usaha memanusiakan manusia melalui memanusiakan kehidupan (Syaiful Arif, Refilosofi Kebudayaan) maka yang muncul tidak seperti yang diatas saya kemukakan, dimana pelestarian dan nalar kritis sebagai seorang intelektual itu akan tumbuh subur tanpa pemaksaan yang samar dengan dalih untuk kebaikan mahasiswa itu sendiri, dengan membatasi kehadiran kelas minimal 75%  ataupun hari minggu tetap menyelenggarakan aktifitas pembelajaran dikelas padahal itu sudah merupakan aturan pemerintah untuk hari insirahat dalam dunia ke“fomal”an bahkan hampir semua instasi kepemerintahan pun sudah meliburkan aktifitasnya semenjak hari sabtu, dari sinilah  seolah-olah kekreatifitasan kita dianak tirikan,kekreatifitasan kita dikekang untuk belajar lebih banyak di dunia luar,dunia mahasiswa adalah dunia yang tidak bisa terlepaskan dari dunia organisasi, dunia non formal yang banyak memberikan pembelajaran untuk mengaplikasikan teori dalam kelas tapi tidak ditemui ketika berada dalam kelas, dimana didalamnya ada acara diskusi, acara bedah buku dan acara yang berbau analisi sosial lainnya, dan kalau kita tahu bahwa prosentase belajar dikelas dan belajar dilapangan itu lebih tinggi belajar dilapangan untuk dunia mahasiswa yang bisa belajar dimanapun dan kapanpun, dan masuk kelas ketika akan menyerahkan tugas, dilapangan kita bisa lebih menikmati setiap moment pembelajaran yang ada sehingga inputnya pun akan lebih besar, tidak seperti dikelas yang sepertinya banyak tuntutan dan pemaksaan sehingga yang dihasilkanpun banyak sedikitnya hilang ketika dalam lapangan

Karena saya sendiripun baru bisa menikmati dunia perkampusan itu setelah memasuki semester 9, yang mana sudah terbebas dari aktivitas dikelas yang padat, dan dampaknya saya bisa membaca banyak buku tanpa terpaku dengan silabi, membaca berbagai literature, referensi, sampai tak terasa sudah semester 11 dan saatnya untuk mengahiri perjalan di S1 mudah-mudahan diberi kesempatan didepan untuk bisa melanjutkan ke tahap yang lebih tinggi lagi (amiinn)

itu paradigma saya,dan pastinya kita masing-masing punya paradigma yang berbeda, perbedaan inilah yang membuat kita  banyak corak sehingga akan nampak lebih indah seperti indah nya pelangi dan jari-jari tangan dan kaki..

salam mahasiswa

MOHAMMAD ASY'ARI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun